-->

Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger : Profil, Perspektif, Contohnya

Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger : Profil, Gagasan, Contohnya
Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger : Profil, Perspektif, Contohnya

Sosiologi Info – Apa saja perspektif atau pandangan dari Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger ? Berikut ini Profil atau Biografi, Gagasan, dan Contohnya.

Menurut Peter L. Berger, seni mendengar dengan tenang dan dengan penuh perhatian adalah sesuatu yang diperoleh para ahli sosiologi.

Kalau mereka harus melibatkan diri dalam studi-studi empiris. Yuk mari kita simak gagasan-gagasan Peter L. Berger.

Mengenal Profil Tokoh Peter Berger

Berger adalah sosiolog yang produktif. Karya fundamentalnya adalah “The Social Construction Reality”. 

Bergernya menulisnya bersama Thomass Luckmann merupakan salah satu karya terpentingnya dalam Sociology Interpretative. 

Salah satu bukunya yang yang paling berpengaruh adalah Invitation of Sociology (1963) yang juga merupakan karya paling berpengaruh secara luas.

Sebagai pengantar sosiologi untuk para akademisi ilmu sosial. 

Karyanya meliputi sosiologi agama, teori sosial, kajian tentang modernisasi serta perubahan sosial yang menggabungkan masalah teologis dengan politik praktis. 

Berger juga pernah menjabat jabatan penting yaitu Presidency Of Society for The Scientific Study of Religion .

Sementara itu, Thomas Luckmann lahir pada tahun 1927 yang merupakan seorang Professor sosiologi dari Universitas Constance Jerman.

Yang pernah menulis bersama Berger juga pernah menulis bersama Alfred Schutz pada tahun 1982 dengan judul “Structures of The Life World”. 

Luckmann merupakan teoretisi yang tertarik pada bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, sosiologi komunikasi dan filsafat ilmu. 

Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger : Perspektif, Contohnya

Teori konstruksi sosial lahir sebab dari pertanyaan Berger yaitu apa tu kenyataan. Dari pertanyaan tersebut muncul akibat dominasi dua paradigma filsafat; empirisme dan rasionalisme. 

Melalui konsepsi pengetahuan, Berger pada akhirnya berhasil menjawab pertanyaannya dengan rumusan “kenyataan objektif’ dan “kenyataan subyektif” (Sulaiman, 2016).

Menurut Berger, manusia berada dalam pengaruh kenyataan obyektif dan subyektif. 

Dalam kenyataan obyektif, manusia secara struktural dipengaruhi oleh lingkungan di mana manusia tinggal. 

Atau dengan kata lain, arah perkembangan manusia ditentukan secara sosial, dari saat lahir hingga tumbuh dewasa dan tua. 

Ada hubungan timbal balik antara diri manusia dengan konteks sosial yang membentuk identitasnya hingga terjadi habitualisasi dalam diri manusia. 

Sementara itu, dalam kenyataan subkyektif, manusia dipandang sebagai organisme yang memiliki kecenderungan tertentu dalam societas. 

Dalam hal ini subyektifitas bermain dalam lingkungan sosialnya.individu telah mengambil alih dunia sosial yang telah membentuknya.

Sesuai dengan kreatifitas yang dimiliki oleh tiap individu.

Sementara itu, menurut Garfinkel, setiap orang bergulat untuk menangkap pengalaman sosial sedemikian rupa sehingga pengalaman itu “punya arti’. 

Etnometodologi garfinkel menyangkut isu realitas common sense di tingkat individual. Hal itu berbeda dengan Berger, yang menganalisa pada tingkat kolektif. 

Berger banyak dipengaruhi oleh fenomenologi Schutz, seperti Garfinkel, terutama dalam hal 
“pengetahuan” dan makna. 

Walaupun Berger banyak dipengaruhi oleh pemikiran Schutz, namun Berger melenceng dari fenomenologi Schutz yang hanya berkutat pada makna dan sosialitas. 

Oleh karena itu, pemikiran Berger tidak lagi pada fenomenologi, melainkan sosiologi pengetahuan. 

Namun dmeikian, Berger tetap mempelajari makna, tetapi dalam skala makro, dan tetap menggunakan pandangan sosiologi pengetahuan.

Hampir tidak bisa dibilang kelebihan Peter L. Berger disbanding dengan sosiolog lainnya, kecuali ia bahwa adalah teolog dan sosiolog yang berkecimpung dalam mengembangkan gagasan-gagasan besar. 

Sama halnya dengan tradisi intelektual sosiolog lainnya, yaitu menemukan gagasan sosiologis.

Sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kajian-kajian yang telah mapan pada generasi sosiolog lainnya. 

Kemudian, hasil kajian tersebut didukung, diperkuat, atau disempurnakan oleh ide-ide sosiologis terkini. 

Akhirnya bisa digambarkan tentang kritik dan evaluasi itu membimbing pada corak sosiologi yang memiliki jati diri baru (Karman, 2015).

Dalam buku yang berjudul Invitation to Sociology: A Humanistic Perspective, Berger ingin memberikan kuliah kepada siapa pun yang tertarik pada bidang sosiologi. 

Melalui penggambaran yang sederhana namun utuh, ia menjelaskan peran sosiologi dan sosiolog. Dalam buku itu, daripada mengenalkan materi sosiologi yang baru.

Berger menjelaskan penegasan terkait materi pengulangan gagasan-gagasan sosiologis terdahulu. Apa sesungguhnya peran sosiolog dalam kehidupan sehari-hari? 

Bagaimana peran ini benar-benar spesifik, dalam artian bisa dibedakan dengan ilmuwan-ilmuwan sosial lainnya?

Berger juga berusaha menjelaskan bahwa individu terikat dalam masyarakat, sebab ada mekanisme lembaga sosioal (sistem norma).

Kemudian, ada stratifikasi sosial, dan sistem pengendalian sosial (beberapa diantaranya berupa sanksi-sanksi). 

Lembaga-lembaga tersebut melakukan pola dan memberntuk perilaku kita. Di sini, kekuatan luar mampu memaksakan sesuatu pada individu.

Jika individu melakukan perlawanan, maka yang terjadi kemudian adalah sistem pengendalian sosial akan menunjukkan eksistensinya berupa ragam sanksi. 

Kemudian, terkait dengan kekuatan masyarakat dalam manusia, menurut Berger dalam 3 teorinya yakni teori peran (role theory) George H. Mead.

Dan teori sosiologi pengetahuan dan teori kelompok acuan (referens group theory) dari Charles H. Cooley. 

Dalam teori peran, gagasan penting yang disuguhkan adalah kreasi manusia yang menurut Berger disebut sebagai definisi situasi. 

Dalam hal ini individu akan memberikan peran tertentu mengikuti kerangka di mana ia harus menyesuaikan perannya. 

Individu memiliki kemampuan mengoper peran yang dimainkan orang lain. Tetapi, peran adalah jawaban yang khas. 

Peran memberikan pola yang memaksa individu melakukan tindakan – tindakan tertentu. 

Menurut teori sosiologi pengetahuan, semua yang dipikirkan individu dianggap sebagai bidang garap sosiologi. 

Secara singkat, semua pikiran manusia merupakan hasil refleksi dari struktur sosial. Posisi ide berada pada posisi sosial yang memiliki eksistensi. 

Meneliti masyarakat akan mebimbing kita untuk lebih fokus pada pandangan-pandangan masyarakat yang tidak sama anatara satu dengan yang lain. 

Baik itu yang muncul dalam etika, filsafat, atau pun agama.

Sosiolog Yang Mempengaruhi

Seperti sosiolog lainnya atau tradisi sosiologi modern, Berger tidak seperti sosiolog-sosiolog klasik atau idenya tidak seorisinil mereka. 

Karena, ide-ide Berger merupakan hasil penyempurnaan dan pembacaan kembali ide para sosiolog klasik di era sebelumnya.

Walaupun melakukan penyempurnaan ini bukan pekerjaan yang gampang. Sosiolog yang menginspirasi Berger ada dua yakni: Emile Durkheim dan Alfred Schutz. 

Inti daripadagagsan Durkheim yang dijadikan pijakan membangun teori adalah bahwa dunia bersifat serba teratur dan ada sebelum kita atau hidup sebelum kita lahir.

Sementara itu, pembacaan kembali atas karya Alfred Schutz adalah pandangan tentang dunia individu yang bersifat unik.

Mencerminkan kehidupan sehari-hari (common sense), telah terbangun secara subjektif, dan bersifat turun-temurun.

Hukum Masyarakat

Berger setuju dengan pandangan Durkheim mengenai realitas sosial yang hidup dan posisinya berada di luar individu (sui genesis). 

Dunia yang seperti ini dinyatakan sebagai dunia yang sudah terobjektifkan. 

Individu pencipta tidak mungkin untuk mengontrol dunia yang objektif tersebut, bahkan sangat 
mungkin pencipta akan diancam oleh dunia yang objektif itu (Hjelm, 2019).

Manusia merumuskan mengenai nilai-nilai, tentang istilah-istilah, bahasa maupun makna-makna yang mengaturnya, serta juga menciptakan lembaga-lembaga sosial (social institution). 

Walaupun itu semua produk manusia, pada akhirnya mengikat manusia. Mengapa demikian? Sebab, lembaga tersebut dimiliki bersama-sama dengan orang lain. 

Ia hidup dan berkembang berkat pengakuan kolektif dan dimiliki secara bersama-sama.

Sosialisasi dihasilkan dalam diri individu, bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam realitas objektif sudah melebur dalam diri subjektif. 

Tidak semua tahapan sosialisasi berhasil dilewati individu. Sebab, tak jarang ada individu yang gagal dalam sosialisasi. 

Berger berpendapat bahwa tidak ada sosialisasi yang sifatnya sempurna. 

Kegagalan dalam sosialisasi terjadi karena tidak ada kesesuaian nilai dalam sosialisasi primer dengan nilai-nilai yang terdapat dalam sosialisasi sekunder. 

Hal ini jelas bahwa nilai kedua sosialiasai tidak sama. Sosialiasi primer dialami oleh individu dengan ciri-ciri sebagai berikut:

A. Identifikasi orang brpengaruh (significant others) sebagai perantara kenyataan.
B. Abstraksi (kesadaran) tinggi peranan, bahasa.
C. Kuatnya internalisasi

Adapun ciri-ciri sosialisasi sekunder sebagai berikut:

A. Proses memperoleh pengetahuan sesuai peran spesifik yang dimiliki
B. Isinya adalah perangkat kelembagaan yang dilegitimasi
C. Orang sebagai fungsionaris kelembagaan
D. Formalitas, anonimitas, tidak kuat dalam kesadaran.

Berger berpendapat bahwa untuk meneliti seputar manusia sebagai produsen (pencipta) konfigurasi tersebut, penting untuk dilakukan konsep eksternalisasi. 

Eksternalisasi merupakan usaha pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. 

Oleh karena itu, dalam eksternalisasi menciptakan bentuk kebudayaan yang bersifat fisik maupun non-fisik itu. 

Menurut Berger, eksternalisasi merupakan proses dimana manusia yang tersosialisasitidak sempurna secara bersama-sama membentuk makna itu.

Melalui tahapan eksternalisasi inilah sifat struktur sosial menjadi terbuka secara luas. Banyak hal yang terjadi di sekitar kita yang sebenarnya tidak langsung terjadi begitu saja.

Tetapi harus melewati proses yang cukup panjang yang harus melewati proses sejarah, inilah realitas objektif.

Demikianlah pembahasan dan ulasan mengenai topik tentang Teori Konstruksi Sosial Peter L Berger : Profil, Perspektif, Contohnya.

Penulis Artikel : Hussein Ruslan Rafsanjani, Mahasiswa Prodi/Jurusan Sosiologi, FISIP Universitas Riau

Sumber Referensi sosiologi.info:

Hjelm, T. (2019). Rethinking the theoretical base of Peter L. Berger’s sociology of religion: Social construction, power, and discourse. Critical Research on Religion, 7(3), 223–236. https://doi.org/10.1177/2050303219874392

Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran (Sebuah Telaah Teoretis Terhadap Konstruksi Realitas Peter L. Berger). Penelitian Dan Pengembangan Komunikasi Dan Informatika, 5(3), 11–23.

Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Society, 4(1), 15–22. https://doi.org/10.33019/society.v4i1.32

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !