-->

Fashion sebagai Penanda Identitas, Mulai dari Kebaya sampai Baju Kaos Politikus Muda

Menurut Baudrillard, pada dunia fashion adalah permainan penanda-penanda yang pada akhirnya menghilangkan rujukan pada dunia nyata, bahkan tidak menggiring kemanapun.
Sosiologi Info - Menurut Baudrillard, pada dunia fashion adalah permainan penanda-penanda yang pada akhirnya menghilangkan rujukan pada dunia nyata, bahkan tidak menggiring kemanapun. 

Kebebasan. Perbedaan pendapat dan cara pandang kita sebagai manusia sah dan wajar saja. Kita tidak terkekang oleh pandangan-pandangan yang mengaharuskan kita untuk mengikuti satu alur aja, atau dalam paksaan untuk mengikuti sebuah trend yang berkembang saat ini.

Setiap manusia mempuyai penilaian kecocokan, atau rasa nyaman dan aman dalam menentukan ata bersikap menurut pandangannya masing-masing. Dalam dunia fashion, sebagai bagian dari gaya hidup, kita akan mempunyai model dan bentuk yang khas.

Fashion yang kita gunakan adalah bagian dari proses perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Dan bagaimana kita membangun sebuah style yang bisa diterima oleh masyarakat. Inilah penanda identitas kita pada lingkungan masyarakat tempat kita berinteraksi. 

Apakah kita bisa diterima atau tidak dalam lingkungan masyarakat tersebut, sesuai apa tidaknya fashion yang kita pakai dalam norma-norma sosial masyarakat setempat. 

Nah, saya ada refrensi lengkap yang mungkin bisa dibaca untuk menambah pengetahun tentang fashion dalam teorinya Jean Baudrillard | YUK BACA

Atau refrensi berikut bisa juga kita baca sebagai tambahan tentang Jean Baudrillard | YUK BACA
Kebaya sebagai Penanda Identitas Indonesia. Kebaya populer dikalangan wanita Indonesia. Sukarno pernah berkata, sekitar tahun 1940 menyebut bahwa kebaya adalah busana nasional. 

Dari dulu sampai sekarang, istri presiden selalu mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi saat menghadiri acara penting kenegaraan, seperti kunjungan kenegaraan, atau acara-acara resmi lainnya.

Kebaya sudah menjadi bagian dari penanda identitas nasional bangsa Indonesia, dan juga sarat akan makna atau filosofi dari kebaya yang dipakai tersebut. 

Dikutip dari halaman website tirto.id, Puan Maharani cucu Sukarno, mengatakan bahwa kebaya bukan hanya sekadar pakaian, namun juga mempunyai makna filosofi khusus.

"Bentuknya sederhana merupakan wujud kesederhanaan masyarakat Indonesia, yang memancarkan nilai-nilai kepatuhan, kehalusan, dan perilaku wanita yang serba lembut," tutur Puan, dalam pembukaan acara Pagelaran Pesona Kebaya Nusantara akhir tahun 2016 lalu.

Puan, melanjutkan, bahwa kebaya merupakan ikon wanita Indonesia yang anggun dan berbudaya, yang selalu mengayomi, serta memberikan ketenteraman hati. Lebih lengkapnya kita bisa membaca artikel berikut ini : Tirto.id | YUK BACA

Model dan warna serta gaya cara memakai kebaya pun bisa beragam, sesuai dengan selera para istri presiden tersebut, atau dalam lingkungan masyarakat warna dan model kebaya juga menyesuaikan dengan kesukaan para wanita Indonesia.
Politisi Muda tampil Sederhana. Politisi muda akhir-akhir ini hampir selalu tayang di TV, media sosial atau dialog-dialog politik lainnya. 

Sebut saja Rian Ernest Tanudjaja. Politis muda ini dikenal semejak menjadi mantan staf ahli hukum Gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama, atau sekarang lebih kita kenal BTP.
Jelang Pilpres dan Pileg 17 April 2019 mendatang, nama Rian Ernest kian dikenal oleh masyarakat. Apalagi dia juga mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI yang diusulkan oleh Parta Solidaritas Indonesia (PSI) dapil DKI Jakarta I.

Politisi muda yang tak kalah dengan Rian Ernest adalah seorang mantan aktivis kampus pada masanya, yang dipercayai menjadi Ketua BEM Universitas Indonesia waktu itu. Sosok muda dengan penuh ide dan gagasan ialah Faldo Maldini.
Faldo sudah memutuskan menjadi calon anggota DPR RI dapil Kabupaten Bogor diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN) pada Maret 2018 lalu. Sekarang Faldo juga menjadi Jubir dari Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. 

Nah, kedua tokoh muda ini adalah salah satu contoh dari beberapa tokoh muda dalam politik Indonesia. Kedua tokoh ini sering menggunakan baju kaos polos dalam kegiatan sehari-harinya, namun ada juga memakai baju kemeja, ataupun jaket partainya masing-masing. 

Kedua politikus ini ingin membangun sebuah penanda identitas bagi dirinya. Dengan sering menggunakan baju kaos, dan cenderung lebih simple dan nyaman dilihat, baik Rian ataupun Faldo ingin menyampaikan bahwa mereka sebagai politikus muda yang sederhana dan tampil merakyat. 

Pakaian yang dikenakan oleh kedua politikus muda diatas bagian dari simbol komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan sebuah kepribadian kepada publik tentang kedua tokoh tersebut.

Seperti yang dikutip oleh Idi Subandi Ibrahim: Thomas Carlyle mengatakan “Pakaian adalah perlambang jiwa”. Masih menurut Idi : “Pakaian tak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia.” (Sumber : Jurnal | YUK BACA)

Seperti dikutip pada halaman website tempo.co, Motivator Merry Riana mengaku suka dengan pakaian. 

Ia pun yakin bahwa cara berpakaian orang itu bisa membawa kesuksesan seseorang. "Ada banyak hubungan antara fashion dan kesuksesan," kata Merry pada Senin, 21 April 2014, di Plaza Bapindo, Jakarta. (Sumber : Tempo | YUK BACA)

Kita yakin bahwa secara psikologis fashion atau model dan warna baju yang kita pakai adalah sebuah cerminan diri kita. Simbolik dari sebuah penanda identitas yang di postingan dalam ranah publik, seperti iklan, media sosial, ataupun pada saat hadir di talkshow atau mimbar bebas. 

Inilah salah satu cara bagaimana fashion menjadi sebuah penanda identitas seseorang. Dari proses ini, fashion sebagai penanda akan menjadi hal yang baru di lingkungan masyarakat, apakah bisa diterima atau tidak penanda identitas tersebut.

Jean Baudrillard. Dominasi kode. Baudrillard juga menyelidiki masalah fashion yang berkaitan dengan konsepnya tentang dominasi kode. Menurut Baudrillard, yang kita lihat pada dunia fashion adalah permainan penanda-penanda yang pada akhirnya menghilangkan rujukan pada dunia nyata, bahkan tidak menggiring kemanapun (Baudrillard, 1993).

Fashion sebagai penanda, dengan membuat atau menciptakan kode-kode tertentu, disinilah artinya fashion diciptakan bukan berdasarkan determinasinya sendiri, akan tetapi dari model itu sendiri. 

Menurut Baudrillard, fashion adalah satu tahapan akhir dari bentuk komoditas. Fashion sekarang juga tidak memiliki nilai dan moralitas. Fashion mengikuti cara yang disebut oleh postmodern dengan pastiche (campuran), yaitu menciptakan fashion baru dengan memperluas dan mengkombinasikan dari fashion-fashion yang sudah ada sebelumnya (Baudrillard, 1993).

Fashion adalah lambang, dan sebagai bentuk tanda-tanda yang ringan. Dalam buku Postmodernisme yang ditulis oleh Dr Akhyar Yusuf Lubis, menuliskan bahwa fashion adalah wilayah yang bermain dengan kebaikan, kejahatan, rasionalitas, dan irasionalitas, juga sebagai bentuk perlawanan tanpa ideologi dan tanpa tujuan.

Dominasi kode yang dibuat dalam tanda-tanda tersebut telah membuat dunia baru yaitu dunia ilusi, bukan lagi berada pada dunia nyata. 

Dalam modernitas atau kebudayaan modern fashion menjadi faktor penting dalam menentukan identitas seseorang, yang menentukan seseorang dikenal dan diterima (Kellner, 2010 : 361).

Seperti dalam penjelasan diatas tentang fashion, seperti misalnya fashion yang dibangun oleh politikus muda yang tanpa sederhana dengan baju kaosnya, atau ibu negara dengan memakai baju kebaya pada acara-cara resmi kenegaraan, yang mempunyai dominasi kode terhadap publik yang melihatnya. 

Fashion bermian dalam menentukan model, gaya, dan warna atau citra yang dibangun dengan itu akan menciptakan identitas seseorang tersebut. 

Nah, dari sinilah dapat kita ambil bahwa fashion bermain dalam tataran menciptakan dominasi kode, misalnya dalam hal ini menentukan model, gaya, warna, dan citra yang ingin dibangun oleh seseorang. 

Dengan demikian, ketika kita melihat seseorang dengan fashion maka kita akan mempunyai nilai tersendiri terhadap orang tersebut. Oleh karena itu, mari kita menciptakan fashion kita dengan dominasi kode yang kita buat. 

(Sumber Bacaan : Buku Postmodernisme oleh Dr Akhyar Yusuf Lubis)

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !