-->

Perilaku Korupsi dalam Perspektif Sosiologi : Teori dan Contoh Fenomenanya

Ulasan kali ini saya jadi ingat tokoh sosiologi Pierre Bourdieu beserta pemikirannya tentang Habitus x Modal + Ranah/Arena = Praktik.

Perilaku Korupsi dalam Perspektif Sosiologi : Teori dan Contoh Fenomenanya

Sosiologi Info - Perilaku korupsi menjadi menarik untuk kita bahas terutama menggunakan perspektif Sosiologi. Ulasan kali ini saya jadi ingat tokoh sosiologi Pierre Bourdieu beserta pemikirannya tentang Habitus x Modal + Ranah/Arena = Praktik. 

Nah berikut ini ulasan singkat yang coba saya berikan kepada sahabat sosiologi di Indonesia, yuk baca dengan seksama !

Contoh Fenomena Korupsi di Indonesia. Baru-baru ini kita berduka, dua menteri Presiden Jokowi menjadi tersangka kasus korupsi, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, dan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. 

Kedua menteri ini terjerat kasus korupsi, dimana Menteri KKP terkait dengan perizinan ekspor benih lobster, sedangkan Menteri Sosial terkait dengan bantuan sosial Covid-19. 

Terbaru, pada Kamis, 10 Desember 2020 KPK menahan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan, Johan Anuar terkait atas dugaan korupsi pengadaan tanah pemakaman umum (TPU) di Kabupaten OKU.

Contoh tiga kasus korupsi yang baru-baru ini ditahan oleh KPK menarik untuk dapat kita ulas dalam menggunakan perspektif sosiologi.

Nah, coba kita lihat jumlah kasus korupsi dengan keterlibatan orang didalam memuluskan langkah-langkah korupsi. 

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch ( ICW) mencatat tren penindakan kasus korupsi mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2018 sebanyak 454 kasus, dan pada tahun 2019 hanya 271 kasus. 

Dikutip dari Kompas.com, dari paparan ICW, terdapat 271 kasus korupsi yang ditangani pada 2019 dengan total 580 tersangka.

Adapun jumlah kerugian negara mencapai Rp 8,04 triliun. Kasus korupsi yang dicatat oleh ICW adalah kasus yang disidik oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian selama 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2019. 

KPK tercatat menangani 62 kasus dengan 155 tersangka, Kejaksaan menangani 109 kasus dengan 216 tersangka, dan Kepolisian menangani 100 kasus dengan 209 tersangka. 

Data ICW menunjukkan, kasus korupsi bermodus suap masih dominan dengan jumlah kasus sebanyak 51 kasus dan total nilai suap mencapai Rp 169,5 miliar, serta adanya nilai pencucian uang mencapai Rp 46 miliar.

Selain suap, modus korupsi yang ditemukan ICW adalah mark up sebanyak 41 kasus, penyalahgunaan anggaran 39 kasus, penggelapan 35 kasus, penyalahgunaan wewenang 30 kasus.

Kemudian, proyek fiktif 22 kasus, laporan fiktif 22 kasus, pungutan liar 11 kasus, gratifikasi 7 kasus, pemerasan 7 kasus, pemotongan 5 kasus, dan mark-down 1 kasus. 

Modus yang nilainya korupsinya paling tinggi adalah modus penyalahgunaan anggaran dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp 1,4 triliun.

Nah, itulah data jumlah kasus korupsi yang melibatkan orang banyak. Lalu bagaimana perspektif sosiologi melihat kasus korupsi ? Berikut ulasannya.

Perilaku Korupsi, Tokoh Sosiologi dan Pemikirannya. Contoh kasus korupsi diatas, dapat kita lihat bahwa tindakan korupsi tidaklah dilakukan seorang diri. Ada kecenderungan, perilaku korupsi yang dilakukan penjabat dan elit politik dilakukan oleh banyak orang atau kelompok yang ada.

Nah, dari sini kita bisa melihat adanya sumber-sumber modal yang dimiliki seseorang agar bisa melangsungkan niat busuknya yaitu korupsi. 

Mengutip George Junus Aditjondro yang mengatakan bahwa “Korupsi tak mungkin dilakukan seorang diri”. Dengan adanya sumber modal, perilaku seseorang untuk korupsi semakin besar, karena memiliki koneksi atau jaringan/network. 

Memiliki kepercayaan sesama jaringan yang ada, serta adanya hubungan timbal balik yang saling menguntugkan pihak-pihak yang terlibat korupsi. Coba kita baca sekilas mengenai arti kata korupsi. 

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa

- Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya

- Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya

- Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Pierre Bourdieu dalam pemikirannya menjelaskan konsep  (Habitus x Modal) + Ranah = Praktek. Adanya perilaku yang sudah menjadi kebiasaan para penjabat untuk melakukan perilaku menyimpang, perilaku melawan nilai dan norma dalam masyarakat, yaitu perilaku busuk disebut korupsi. 

Perilaku korupsi ini seakan menjadi hal yang biasa karena memang dari dulu apalagi eranya orde baru yang sudah mendarah daging sampai sekarang perilaku korupsi melibatkan elit politik yang juga saling melindungi. 

Disinilah efek jera itu tidak ada, sehingga penjabat yang korupsi tidak akan takut dengan hukuman yang tidak memberikan efek jera bagi para koruptor.

Perilaku korupsi inilah yang sudah menjadi kebiasaan atau Habitus yang mendarah daging, sehingga tidak bisa hilangkan, karena sistem jaringan yang sudah terbentuk dan saling melindungi antar jaringan tersebut. 

Menurut Bourdieu, agen-agen sosial baik pada masyarakat tradisional dan modern bukanlah agen yang bersikap sebagai mesin (automata) yang bergerak seperti jam. Pada praktik ritual atau relasi sosial, individu-individu menjalankan prinsip-prinsip (sosial-budaya) yang terbatinkan dan menjadi habitus.

Habitus adalah pembatinan nilai-nilai sosial-budaya yang beragam dan rasa permainan yang melahirkan berbagai macam bentuk gerakan yang disesuaikan dengan permainan yang sedang dilakukan.

Habitus adalah pembatinan nilai-nilai sosial-budaya yang beragam dan rasa permainan yang melahirkan berbagai macam bentuk gerakan yang disesuaikan dengan permainan yang sedang dilakukan.  

Nah, disinilah pada perilaku korupsi kita melihat adanya habitus yang terbentuk, sesuai dengan permainan yang sedang dilakukan oleh individu maupun secara kelompok. Habitus adalah struktur kognitif pelaku korupsi, terlebih pelaku utamanya. 

Modal. Menurut, Bourdieu, modal adalah sekumpulan sumber kekuatan dan kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan. Istilah modal ini dikaitkan erat dengan hubungan-hubungan kekuatan dan kekuasaan dalam masyarakat itu sendiri.  

Ia merincikan sumber modal itu ada empat yaitu : modal sosial, modal ekonomi, modal budaya, dan modal simbolik. 

Modal sosial atau jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu atau kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. 

Nah, disinilah modal sosial yang bisa kita lihat pada jaringan pelaku korupsi, dimana banyak aktor yang terlibat dan melakukan kesepakatan dalam aktivitas busuk tersebut. 

Modal ekonomi meliputi alat-alat produksi, seperti, mesin, tanah, buruh, dan materi (pendapatan dan benda-benda), serta modal uang. 

Modal ekonomi sekaligus juga berarti modal yang secara langsung bisa ditukar bisa didaku atau dipatenkan sebagai hak milik individu. 

Nah, disinilah perilaku korupsi bisa kita lihat bagaimana adanya kemampuan finansial untuk si pelaku korupsi dalam memberikan suap kepada pihak lain, yang bertujuan untuk melancarkan niat jahatnya. 

Modal budaya/kultural, Modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. 

Modal budaya mengimplisitkan suatu proses pembelajaran sehingga tidak bisa begitu saja diberikan kepada orang lain.

Nah, pada kasus korupsi yang sudah kita singgung perihal perilaku korupsi yang sudah menjadi hal yang biasa atau lumrah oleh orang, sehingga tindakan korupsi yang ada sudah menjadi rahasia umum, karena mental yang tidak ada. 

Modal simbolik adalah segala bentuk prestise, status, otoritas dan legitimasi yang terakumulasi. Pada kasus korupsi kita akan melihat bahwa seseorang yang melakukan korupsi mempunyai kedudukan atau status yang tinggi.

Status sosial yang dimiliki inilah bagi pelaku korupsi yang mana dimanfaatkan untuk dapat melegitimasi tindakannya, karena adanya power yang dimiliki pelaku korupsi tersebut.

Ranah/Arena, dalam pemikiran Bordiue, seseorang harus dapat memahami ranah atau dimana lingkungan atau medan yang mereka hadapi, baik secara individu maupun dalam cakupan kelompok mereka.

Menurut, Bourdieu, ranah didefinisikan sebagai sebuah jaringan atau konfigurasi, hubungan-hubungan akjektif antarberbagai posisi.

Arena atau disebut juga Field yaitu medan, arena atau ranah merupakan ruang sebagai tempat para aktor/agen sosial saling bersaing untuk mendapatkan berbagai sumber daya material ataupun kekuatan (power) simbolis. 

Nah, pada kasus perilaku seseorang yang melakukan korupsi, dimana ranah mereka yaitu tempat dimana berlangsungnya permainan modal-modal yang dilakukan oleh jaringan-jaringan atau hubungan dari berbagai posisi/jabatan seseorang tersebut. 

Dengan adanya perilaku "habitus/kebiasaan" yang sudah mendarah daging sehingga tindakan korupsi menjadi perilaku yang lumrah. 

Didukung dengan adanya sumber-sumber modal bagi para pelaku korupsi, serta pahamnya pelaku korupsi yang ikut menyukseskan niat jahatnya, yaitu dengan memahami ranah/arena mereka secara maksimal. 

Disinilah keberhasilan pelaku baik secara kolektif, atas dasar adanya jaringan/hubungan antar posisi jabatan, sehingga memuluskan langkah pelaku korupsi dalam melangsungkan tindakan kotornya, yang mana merugikan negara dan masyarakat.

Oleh karena itu, perlu dan pentingnya tindakan hukuman yang tegas, bisa saja diberlakukannya hukuman mati bagi para koruptor di Indonesia, atau bisa saja kita sepakat bila ada penjabat atau elit sosial yang korupsi dimiskinan keluarganya.

Dengan cara inilah, mungkin kita akan dapat menciptkan perilaku habitus yang baik untuk dapat mendorongkan dan melakukan pencegahan korupsi. Nah, itulah sekilas ulasan singkatnya.

Sumber Referensi :  1 | 2 | |

Akhyar Yusuf Lubis. 2016. Postmodernisme (Teori dan Metode). Jakarta : Rajawali Pers

Kukuh Yudha Karnanta. "Paradigma Teori Arena Produksi Kultural Sastra : Kajian terhadap Pemikiran Pierre Bourdieu". Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

Sumber Foto : 
Kemensos RI
https://kaltimtoday.co

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !