-->

Contoh Permasalahan Sosial Sanitasi di Masyarakat

Contoh Permasalahan Sosial Sanitasi di Masyarakat
Contoh Permasalahan Sosial Sanitasi di Masyarakat

Tentunya berbagai contoh permasalahan sosial di kehidupan masyarakat. Misalnya perihal sanitasi yang sering menjadi problem perilaku hidup sehat.

Lalu bagaimana kita melihat fenomena sosial tersebut dalam pandangan Alfred Schutz ? Oleh karena itu, pada artikel ini akan di bahas.

Berbicara mengenai sanitasi, tentu ini bukanlah suatu hal baru bagi masyarakat. Sosialisasi perilaku hidup bersih sudah di galakkan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Namun, Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menyatakan bahwa Sumatera Barat menempati urutan ketiga terbawah dengan sanitasi terburuk.

Sosiologi.info – Sebanyak 23% persen masyarakat masih melakukan praktik buang air sembarangan. Berbagai macam pro dan kontra terhadap pembangunan sanitasi bersih.

Padahal pembangunan itu demi memperbaiki kualitas hidup masyarakat gencar dilakukan baik melalui kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

Kemudian, kerja sama dengan pakar, akademisi, LSM, serta berdiskusi dengan institusi lokal juga turut dilakukan.

Jika implementasi kebijakan telah di lakukan, lalu kenapa program sanitasi belum membuahkan hasil yang maksimal ?

Menjadi Monumen Cipta Karya

Memperbaiki permasalahan sanitasi sebelumnya merupakan salah satu visi dari Millenium Development Goal’s (MDG’s) demi mengentaskan permasalahan sosial secara global.

Namun, ternyata Indonesia gagal dalam memenuhi target MDG’s dikarenakan 38% masyarakat Indonesia masih bermasalah dengan sanitasi.

Ada beberapa permasalahan yang cukup serius dalam menyelesaikan masalah sanitasi di Indonesia sendiri.

Hal ini di sebabkan karena Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat pluralitas yang tinggi serta berbagai macam budaya yang menaunginya.

Pada program yang telah di jalankan sebelumnya, pemerintah serta pihak terkait telah mengeluarkan biaya yang besar untuk memenuhi sarana.

Dan prasarana sanitasi khususnya membuat jamban agar masyarakat tidak lagi Buang Air Besar Sembarangan (BABS).

Pembangunan tersebut menjadi gagal jika hanya difokuskan kepada pembangunan materil tanpa diiringi oleh pembangunan immateril.

Perilaku buang air besar tidak hanya berkaitan dengan perilaku biologis. Ini telah menjadi isu sosial yang menarik untuk di kaji.

Jika di hubungkan dengan faktor kultural dari masyarakat itu sendiri.

Masyarakat selama ini yang mempraktekan kebiasaan buang air di sungai atau di “parak” menganggap buang air di jamban sebagai hal yang asing untuk dilakukan.

Pada akhirnya, kakus yang telah di sediakan dengan harapan agar perilaku buang air masyarakat bisa berubah malah hanya tinggal monumen cipta karya yang di tinggalkan oleh masyarakat.

Setelah program selesai, masyarakat kembali untuk melakukan perilaku sebelumnya. Tidak hanya jarang di gunakan, MCK yang telah di buat juga tidak di rawat dengan baik.

Pandangan Alfred Schutz

Menurut Alfred Schutz mengenai fenomenologi, masyarakat belum memaknai buang air di jamban sebagai pengetahuan yang di dasari atas pengalamannya.

Selanjutnya masyarakat masih menganggap bahwa buang air di sungai lebih baik dan wajar ketimbang di jamban.

Perilaku buang air tidaklah pengalaman eksternal, namun ia adalah pengalaman individu dan menjadi arena realitas kehidupan individu yang membentuk menjadi sebuah pengetahuan.

Agar sanitasi berhasil dan tidak lagi sekedar menjadi monument cipta karya, perlu di bangun pengetahuan mendasar untuk mengarustamakan perilaku hidup bersih.

Memang bagi masyarakat yang berdampak tidak pada hari ini, namun pada jangka panjang kehidupan masyarakat itu sendiri.

Wajar jika program sanitasi yang telah di upayakan masih belum berhasil secara sempurna.

Hal ini di sebabkan karena internalisasi pengetahuan memang membutuhkan waktu yang cukup lama.

Apalagi masyarakat telah di bekali oleh pengalaman ketika buang air sembarangan, ia masih sehat dan tidak pernah terserang penyakit.

Partisipasi Masyarakat sebagai Pilar Utama

Setelah evaluasi dari berbagai macam program sanitasi.

Sanitas Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang di luncurkan pada tahun 2008 seakan mendapat angin segar dalam mengentaskan permasalahan perilaku hidup bersih.

STBM di nilai paling mampu untuk memicu keberhasilan masalah sanitasi di masyarakat.

STBM menjadi acuan nasional untuk program sanitasi berbasis masyarakat sejak lahirnya Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008.

Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis masyarakat yang memiliki 6 strategi yaitu: penciptaan lingkungan yang kondusif.

Kemudian, peningkatan kebutuhan sanitasi, peningkatan penyediaan sanitasi, pengelolaan pengetahuan, pembiayaan, dan evaluasi.

Ada satu hal yang mendasar dari pelaksanaan metode STBM yang membedakannya dengan program sebelumnya, yakni pengadaan unsur partisipasi masyarakat.

Masyarakat harus di nilai sebagai subyek dari pembangunan. Masyarakat menjadi cita-cita keberhasilan tertinggi keberhasilan pembangunan karena ini telah tertuang kedalam cita-cita SDG’s dalam mewujudukan keberlanjutan dari pembangunan.

Indonesia juga memiliki nilai-nilai luhur pancasila yang menyatakan bahwa permusyawaratan menjadi bagian untuk mencapai pembangunan bangsa.

Hadirnya masyarakat dalam upaya perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi dari program membuat terciptanya masyarakat yang berdaya.

Sarana yang diberikan di rancang, dibuat, dan dipelihara oleh masyarakat itu sendiri. Artinya, kondisi ini akan menciptakan sense of belonging (rasa memiliki) dari masyarakat.

Implementasinya

Mengimplementasikan sanitasi total berbasis masyarakat memang bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, program STBM yang di jalankan di beberapa daerah ada yang masih belum berhasil.

Metode ini tidak instan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pembangunan fisik sejatinya juga harus di iringi dengan pembangunan kapasitas manusia yang memiliki periodisasi.

Dan tahapan yang terstruktur untuk menginternalisasi sanitasi sebagai langkah utama dalam upaya penyelamatan masyarakat itu sendiri dari bahaya kesehatan seperti penyakit dan kematian.

Sejatinya, program peningkatan kualitas hidup masyarakat seperti sanitasi ini merupakan langkah yang cukup baik dalam mencapai keseimbangan kehidupan masyarakat.

Tidak perlu program yang besar dalam mengatasi permasalahan ini.

Namun, pendampingan serta sosialisasi yang di lakukan harusnya memang benar-benar sesuai dengan jati diri masyarakat lokal itu sendiri.

Pelaksanaan STBM harus di kaji secara mendalam dan di iringi dengan nilai dan budaya lokal yang bisa mendorong upaya STBM dapat terealisasikan.

Sehingga setelah program pemberdayaan selesai, masyarakat masih tetap merawat dan menjadikan itu sebagai kebiasaan yang telah terpolarisasi dari antar generasi.

Akhirnya itulah pembahasan Contoh Permasalahan Sosial Sanitasi di Masyarakat dan Pandangan Alfred Schutz di dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis : Indah Sari Rahmaini

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !