Politisi Muda yang Bertarung dalam Pesta Demokrasi Harus Menjadi Aktor Sosial, Bukan Politisi Spanduk
Aktor sosial adalah orang yang ikhlas dan konsisten mendesain gerakan-gerakan sosial pemerdayaan masyarakatnya. Selalu datang menawarkan solusi-solusi alternative terhadap pemecahan masalah sosial masyarakat, dan aktor sosial tidak pernah absen disaat rakyat membutuhkan pemikirannya. Dengan ikhlas membantu masyarakat, tanpa ada target-target lainnya.
“Pengangkatan
tokoh-tokoh politik adalah suatu transformasi seleksi terhadap anggota-anggota
masyarakat dari berbagai sub-kultur, keagamaan, status, kelas, dan atas dasar
isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan
mereka pada peranan-peranan khusus dalam sistem politik,” (Lester G Seligman)
Apakah anda
seorang politisi yang hendak maju pada pertarungan politik, baik pemilihan
calon legislative dan bahkan pemilihan bupati, walikota, gubernur serta
presiden ? Amin, semoga anda adalah orang yang sedang berjuang dijalan politik
untuk menyuarakan suara dan kepentingan masyarakat.
Tahun politik
2018 dan 2019 mungkin menjadi pertarungan kaum muda yang baru mencoba berjuang
di jalur politik bersama dengan partai yang mereka percaya. Akhir-akhir ini
memang semakin sadar kaum muda untuk terlibat dalam pemilihan legislatif, yakni
pemilihan menjadi anggota DPRD, DPR, DPD RI, atau bahkan di tingkat provinsi,
walikota, atau bupati.
Pertarungan
politik pada pemilihan umum 2019 mungkin menjadi contoh khususnya anak muda
yang akan ikut menjadi calon legislator muda. Berikut ada beberapa tokoh muda
yang akan maju dalam pemilihan umum pada tahun 2019.
Gadis Bunga
Cynintia. Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Riau (UIR). Umurnya baru 19 tahun. Bunga Sapaan akrabnya. Ia adalah warga Kecamatan
Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.
Maju sebagai
Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) termuda yang akan ikut memeriahkan Pemilihan
Legislatif (Pileg) 2019. Ia mendaftar dan mengembalikan formulir resmi pada
Senin (23/4/2018) sebagai Bacaleg untuk DPRD Kota Pekanbaru daerah pemilihan
(dapil) III, Tenayan Raya-Sail. Maju bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Benar,
saya akan maju di Pemilihan Calon Legislatif di tahun 2019 nantinya. Saya
berharap dukungan dan doa dari semua masyarakat, khususnya para anak muda. Kita
buktikan kalau anak muda mampu untuk berbakti bagi masyarakat lewat jalur
politik," kata Bunga, seperti dikutip pada halaman Tribunpekanbaru.
Ia lahir pada 7 Agustus 1998. Muda bukan.
Sulawesi Utara
(Sulut). Billy Lombok, Dicky Makagansa, dan Rasky Mokodompit merupakan para
legislator yang sudah di kenal oleh masyarakat. Mereka akan menjadi wakil
rakyat pada pemilihan legislative (pileg) 2019.
“Mereka membawa angina
segar bagi politik Sulawesi Utara (Sulut). Dengan visi dan misi yang baru,
semangat baru, diharapkan mereka mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang
diwakili,” ungkap Dr Johny Lengkong, Pengamat Politik dari Fisipol Univeristas
Sam Ratulangi (Unsrat).
Lombok adalah
legislator Partai Demokrat dengan dapil Minsel-Mitra untuk DPRD Sulut. Ia
tampil meyakinkan pada pemilihan umum 2014 lalu. Suaranya signifikan.
Mokodompit.
Kairir politiknya memang masih muda. Ia menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai
Golkar DPRD Sulut. Ia pun akan maju kembali pada Pileg 2019 dari Dapil Bolmong
Raya.
Bisa jadi 2019
adalah awal pertarungan politik anak muda. Coba kita lihat, bagaimana partai
baru yang akan bertarung dalam pemilihan umum 2019, sebagian dari mereka adalah
anak muda yang memilih perjuangan lewat jalur politik, sebut saja Partai
Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, atau Partai Perindo, yang kita
lihat banyak tokoh-tokoh muda yang mengambil peran sebagai mesin politik baru.
Sangat bersyukur. Kita melihat fenomena diatas, bahwa
anak muda mulai menunjukkan keseriusan mereka dengan terlibat dalam politik,
dan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
Kamu bisa baca beritanya link berikut :
7 Fakta PSI Partainya Anak Muda yang Lolos Verifikasi Peserta Pemilu 2019 [Preview ##eye##]
Mengenal
Partai Garuda, Partai yang Digerakkan Millennials [Preview ##eye##]
Perindo
Dorong Percepatan Kesejahteraan Indonesia Lewat Anak Muda [Preview ##eye##]
Keterlibatan anak muda, memang menjadi
menarik. Apalagi dalam dunia politik, bagaimana keras dan bisakah mereka (anak
muda) tetap berpegang teguh pada nilai-nilai idealisme mereka dalam
memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Namun, sebelum jauh kita berbeicara
mengenai perjuangan dalam menjadi pelayan rakyat, ada satu hal yang menarik
untuk kita cermati, yaitu bagaimana proses agar mereka terpilih sebagai wakil
rakyat di tingkat DPRD, DPR, DPD RI, dalam perebutan kursi tersebut.
“Menjadi seorang pemimpin sangat mirip
dengan berinvestasi dengan sukses dalam pasar saham. Jika anda mengharapkan
kaya dalam sehari, anda takkan berhasil,” John C Maxwell.
Mereka harus
memahami bagaimana strategi investasi politik yang baik. Ya, harus begitu
karena pasar demokrasi adalah suara Tuhan. “Suara rakyat adalah suara Tuhan”.
Selain itu juga, pasar demokrasi mengikut perkembangan budaya (kebiasaan
pemilih), yang meliputi tingkat emosi, etika dan komunikasi yang baik dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.
Selanjutnya, tanpa kita sadari disana
terjadinya proses pencerdasan secara alami pemilih, dari pemilih pragmatis
menjadi pemilih kalkulatif. Dan yang paling adalah setumpuk modal yang harus
dipersiapkan oleh mereka yang akan bertarung dalam pesta demokrasi. (Berpolitik
dengan Biaya Murah, Ruslan Ismail Mage).
Itulah yang
harus dipahami oleh politisi muda yang akan bertarung pada pesta demokrasi 2019
atau dimasa mendatang (pesta demokrasi tersebut). Jangan sampai seorang
politisi mengelabui pasar demokrasi. Teori Machiavelli, “Politisi (penguasa)
harus pintar hidup dalam kepura-puraan”. Pura-pura empati, bermoral, sopan,
santun, pintar, bersih, dan berbudi luhur. Politisi biasanya mengadopsi
beberapa karakter diatas sebagai cara dalam meraih kemenangan saat pesat
demokrasi dilaksanakan.
Oleh karena itu,
seorang politisi muda harus cerdas dan mempunyai intelektual yang bagus dalam
merebut suara rakyat, jangan sampai mengeluarkan modal yang besar, namun tidak
terpilih saat pesta demokrasi berlangsung.
Sebagai seorang
politisi muda, tentunya sudah memahami betul investasi dalam istilah ekonomi,
kita kenal dengan investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan
investasi jangka panjang. Namun, dalam dunia politik, kita cukup memahami dua
saja, yaitu investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang.
Investasi yang
dilakukan adalah suatu proses panjang untuk mencari dan menyebar pengaruh di
tengah masyarakat dalam rangka mendapatkan dukungan publik di bursa demokrasi. Sudah
dipastikan bahwa siapa yang telah memenangkan suara rakyat maka ia akan memenangkan
pesta demokrasi tersebut. Pada tahapan investasi, baik jangka pendek dan jangka
panjang, berikut adalah kiat sukses dalam berinvestasi dalam industry politik.
Investasi jangka pendek. Investasi ini dilakukan secara mendadak oleh
politisi yang mau ikut bertarung dalam perebutan kekuasaan tanpa harus
mengeluarkan keringat. Dukungannya datang karena ada faktor pengaruh modal dari
komunitas, yang tanpa mereka memiliki jaringan sosial. Muncul secara tiba-tiba.
Berapapun modal yang ia punya akan tetap habis dalam pelaksanaannya dalam pesta
demokrasi, ya untung-untung terpilih, kalau tidak ya rugi, karena modal yang
sudah di investasikan lumayan besar.
Munculnya yang
mendadak, membuat masyarakat kaget, dan tidak terlalu mengetahui secara
mendalam karakter calon politisi tersebut. Inilah yang akan muncul hanya
politisi spanduk. Balik kepada teori yang dikemukakan oleh Machiavelli, setiap
penguasa (politisi) harus pintar, “hidup dalam kepura-puraan.” Pura-pura
empati-simpati, bermoral, santun, sopan, bersih dan berbudi luhur.
Coba lihat saja
disekiling kita, ketika hendak memasuki tahun politik atau pesta demokrasi,
makan akan berlomba-lomba politisi memberikan pelayanan kepada masyarakat,
misal saja memberikan ambulan gratis, menyumbang, sering berkenjung ke rumah
warga dan tempat ibadah, memberikan santunan kepada anak yatim, dan fenomena
lain yang kerap dilakukan oleh politisi tersebut.
Wajar saja,
politisi spanduk bertebaran dimana-mana, seperti pada sudut-sudut kota,
persimpangan jalan, pusat keramaian, dan sepanjang jalan di pasang pada
pepohonan, sah saja karena modal yang ia punya pun cukup banyak.
Namun, apa yang
terjadi, bahwa proses pergeseran pemilih di Indonesia, memberikan kegagalan
pada politisi spanduk. Mereka tidak menyadari bahwa masyarakat tengah
merindukan dan menginginkan politisi yang merakyat, dan dapat memberikan
pengaruh kepada rakyat banyak. Tidak sekadar datang pada saat momen pesta
demokrasi saja.
Populer, memang
benar. Karena pengaruh spanduk yang terpampang. Namun, popularitas yang ada
tidak menjadi jaminan akan dipilih oleh suara Tuhan/suara rakyat. Begitulah
dampak yang didapat dari investasi politik jangka pendek, sangat merugikan
bukan, berhati-hatilah jangan menjadi politisi spanduk.
Semoga saja para
politisi muda tidak melakukan hal yang sama dalam pertarungan pesta demokrasi
di Tahun Politik 2019 atau pada tahun
mendatangnya. Ingat jangan menjadi politisi spanduk. Lalu bagaimana dengan
investasi jangka panjang ? Berikut ulasan singkatnya.
Investasi jangka
panjang. Investasi ini sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari sebelum pesta demokrasi
itu akan berlangsung. Minimal 3-5 tahun sebelum puncak perhelatan pemilihan
umum pada 2019 dimulai, sudah mempersiapkan dengan baik.
Begitu juga
dengan persiapannya jangan terlalu di ekspos ke luar, cukup internal saja yang
mengetahui langkah-langkah itu, karena jika sampai lawan politik mengetahuinya
bisa menjadi serangan politik lawan kepada kita.
Berbicara investasi
jangka panjang dalam politik, apa sebenarnya yang kita dapat atau keuntungannya
? Lain hal dengan investasi jangka pendek, maka keuntungan yang didapat akan
kecil. Berikut adalah keuntungan dari investasi jangka panjang.
Pertama adalah
tidak membutuhkan modal yang banyak. Investasi ini bisa dilakukan dengan
orang-orang terdekat yang bisa dipercaya, untuk dapat membantu dalam hal
memperkenalkan calon politisi pada acara atau momen tertentu yang dapat
mempengaruhi opini publik tentang sosok politisi tersebut. Ya, memperkenalkan
karakter dan ketokohan yang secara sistematis dari si calon politisi tersebut.
Kedua
adalah pasar pesta demokrasi tidak akan dikagetkan oleh kehadiran kita (politisi),
karena masyarakat sudah mengetahui kita sejak awal sebelum kita mencalonkan
diri.
Investasi jangka
panjang ini, akan menghadirkan seorang politisi yang siap menjadi aktor sosial.
Jika aktor sosial dalam investasi jangka pendek hanya akan muncul pada panggung
kampanye saja, tapi dalam investasi jangka panjang akan melahirkan aktor yang
tidak hanya berada diatas panggung kampanye, namun langsung turun dan menjadi
aktor sosial yang peduli kepada masyarakat.
Begitu juga
dengan, modal yang lebih kecil, karena untuk menjadi aktor sosial yang
diperlukan hanyalah keihklasan dan konsistensi, mereka tidak membangun sebuah
pencitraan, seperti halnya investasi jangka pendek.
Aktor sosial
adalah orang yang ikhlas dan konsisten mendesain gerakan-gerakan sosial
pemerdayaan masyarakatnya. Selalu datang menawarkan solusi-solusi alternative terhadap
pemecahan masalah sosial masyarakat, dan aktor sosial tidak pernah absen disaat
rakyat membutuhkan pemikirannya. Dengan ikhlas membantu masyarakat, tanpa ada
target-target lainnya.
Filosofi aktor
sosial adalah menjadi pelayanan kemanusiaan dan esensinya itu adalah tugas
negara bersama aparaturnya untuk melayani rakyat. Namun, itulah berbanding
terbalik dalam fakta politik di lapangan, nama rakyat hanya dieksploitasi untuk
kepentingan politik saja.
Memang, semua
politisi berbicara untuk rakyat, dan untuk kepentingan masyarakat, bukan
kepentingan elit. Tapi, tahap implementasinya berbeda sangat jauh. Coba lihat,
bagaimana politisi yang terjerat kasus korupsi, kasus pelanggaran hukum, dan
masih banyak kasus lain yang menjerat politisi kita, yang kata-katanya untuk
kepentingan rakyat, ternyata nol besar.
Oleh karena itu,
jadilah aktor sosial yang mempunya jiwa kepemimpinan yang visoner serta
memiliki pandangan jauh kearah kemajuan dalam merencanakan pembangunan
nasional, atau pembangunan daerah.
Tidak menjadikan
diri sebagai pemimpin spanduk, berinvestasi jangka pendek saja. Bangunlah investasi
jangka panjang dengan baik, seperti membangun personal branding diri para calon
politisi dengan tidak berpura-pura. Itulah aktor sosial yang sesungguhnya.
Sipil Institut menyebutnya sebagai seorang desainer yang merenacang pola
pemecahan masalah, seorang arsitek yang merekontruksi kerangka pemerdayaan
potensi masyarakat.
Dengan demikian,
kepada para politisi muda yang akan bertarung pada pemilihan legislative (pileg)
di tahun 2019, bangunlah personal branding dengan baik, sehingga dapat menjadi
aktor sosial yang tidak berpura-pura, dan tidak menjadi politisi spanduk dengan
investasi jangka pendek yang dilakukan. Berinvestasilah dengan jangka panjang,
agar lahir menjadi aktor sosial, mempunyai visi dan misi visioner untuk
kesejahteraan masyarakat.
(Sumber refrensi
: Berpolitik dengan Biaya Murah (Solusi Menjegah Politisi Korupsi) oleh Ruslan Ismail
Mage, 2013)