-->

Ada 6 Cara Membangun Optimisme Masyarakat

Bagaimana cara membangun optimisme masyarakat saat pandemi c0vid-I9 di Indonesia ? Ya bisa kita lihat dari identitas bangsa, sosio-kultural, sikap gotong royong, solidaritas sosial, dan kesadaran kolektif.
Ada 6 Cara Membangun Optimisme Masyarakat di Saat Pandemi C0vid-I9
Sosiologi Info - Bagaimana cara membangun optimisme masyarakat saat pandemi c0vid-I9 di Indonesia ? Ya bisa kita lihat dari identitas bangsa, sikap konkrit dan jelas pemerintah, membangun solidaritas sosial dan kesadaran kolektif, dan lainnya. Yuk simak ulasannya berikut ini.

Fenomena sosial dalam masyarakat contohnya. Apakah benar disaat pandemi seperti sekarang, masyarakat sudah memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah ? 

Ntah...lah ya, saya juga tidak tahu. Selama pandemi c0vid-I9, kita banyak mendengar, melihat, dan membaca berbagai berita yang ada. 

Mulai dari tidak maksimalnya penyaluran bansos, adanya penolakan penerima bansos, dan mulai beroperasi kembali transportasi umum, yang awalnya tidak diperbolehkan mengangkut penumpang.

Larangan mudik yang dilakukan pemerintah juga tidak jelas, malah pusat perbelanjaan dibuka lagi menjelang beberapa hari lebaran. Sementara, tempat ibadah masyarakat dilarang untuk melakukan aktivitas ibadah bersama.

Ada banyak respon yang membuat masyarakat geram, muak, dan jengkel kepada pemerintah, kita patut menduga seakan masyarakat tak lagi percaya terhadap himbauan dari pemerintah, seperti penerapan PSBB.

Bahkan di Kota Dumai, Provinsi Riau, masyarakat menolak penerapan PSBB. Dilansari dari Kompas.com, penolakan itu dilakukan pada hari Senin, (18/5), malam atau hari pertama pelaksanaan PSBB.

Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) dan beberapa warga sama-sama melakukan aksi penolakan tersebut tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Dumai.

Sumber berita : https://regional.kompas.com/read/2020/05/20/03000081/viral-video-pkl-dan-warga-tolak-psbb-kota-dumai-ini-alasannya

Saya juga sempat melihat video yang viral ini di media sosial facebook, sempat kaget juga, dan sempat menanyakan kejadian itu ke beberapa orang yang saya kenal di Dumai.

Takutnya kan hoax, ternyata memang benar adanya aksi penolakan dari PKL dan beberapa warga Kota Dumai.

Nah, dari beberapa kasus yang terjadi sejak awal kasus positif pada awal Maret, memang membuat gejolak yang terjadi dalam masyarakat kita.

Sampai pada saat ini, ketegangan dan tekanan psikologis warga perlu diperhatikan dan dilakukan pendamping secara bertahap, agar tidak terjadi sesuatu hal yang buruk, seperti stres, buhuh diri, dan penyimpangan sosial lainnya.

Lalu, bagaimana bisa kita sebagai para pelayan rakyat di pemerintah dan para elit politik memberikan rasa optimisme kepada konstituennya di saat pandemi sekarang ? yuk simak ulasan berikut ini.

Identitas Bangsa Indonesia. Apa sebenarnya yang menjadi identitas nasional kita ? Sebuah pertanyaan yang juga saya ingin mengetahui sampai sejauh mana para elit memperjuangkan identitas nasional, serta menerapkannya.

Menurut kamu, gimana, apakah identitas nasional sudah diterapkan dengan baik oleh para elit dan masyarakat sebagai konstituennya ?

Maybe...bisa jadi ya, bisa jadi juga tidak. Menurut saya, seakan redup dan hilang dari peradaban nilai-nilai dan norma yang menjadi dasar awal berdirinya bangsa ini. 

Apa sih identitas nasional ? Kalau versi saya, identitas nasional itu adalah pondasi dasar yang ada pada masyarakat, mulai dari nilai-nilai adat, budaya, serta berbagai norma-norma yang menjadi konsensus bersama.

Menurut Kaelan, identitas   nasional   pada   hakikatnya   adalah manisfestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan  satu  bangsa  (nation), dengan  ciri-ciri  khas,  dan  dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. 

Sumber bacaan : http://eprints.uad.ac.id/9433/1/IDENTITAS%20NASIONAL%20Dwi.pdf

Kawan-kawan bisa membaca lebih lengkap diatas tentang identitas nasional itu sendiri. Karena saya tidak akan membahas lebih jauh, saya hanya akan fokus pada penyampaian inti artikel ini saja.

Pandemi wabah virus c0vid-I9 membuat masyarakat kita harus bisa cepat beradaptasi dengan suasana baru, berperilaku bersih dan sehat, mengonsumsi makanan bergizi dan bervitamin, menjaga jarak, serta berbagai hal lainnya.

Upaya-upaya nyata dilakukan pemerintah dalam memutus dan mencegah penularan virus ini, kita patut juga ikut menyukseskan langkah tersebut.

Saya juga berpikir, dari awal penerapannya, kita terlalu fokus pada aspek administrasi saja, bermain di tataran hukum, yang mengesampingkan sosio-kultural bangsa Indonesia.

Identiknya masyarakat kita, yang majemuk, berbagai budaya, etnis, adat, serta keyakinan yang seharusnya pendekatan menggunakan cara-cara lokal budaya. 

Identitas budaya lokal yang ada di Bali. Salah contoh yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali, ini yang saya dengar dari kawan saya yang tinggal disana, dan beberapa informasi yang saya baca di berita.

Penerapan PSBB atau apalah namanya, di Bali bisa menjadi contoh, bagaimana pendekatan secara adat kepada masyarakat disana dalam menyampaikan himbauan-himbauan dari pemerintah berjalan baik.

Semua aspek masyarakat turut mendukung berjalannya himbauan untuk social dan physical distancing. Saling membahu antar desa adat setiap banjar, serta pemerintah dan masyarakat juga sigap dalam menyikapi wabah ini.

Bisa kamu bayangkan, secara logika saja, kalau kita lihat arus perpindahan orang di Bali, apalagi sektor wisata yang banyaknya wisatawan mancanegara yang datang kesana.

Jika, tidak sigap dan cermat dalam menjalankan aturan yang berlaku yang sudah pasti bakal membludak korban yang positif dan meninggal, serta akan terjadinya kekacauan  dan ketegangan antar masyarakat dan pemerintah.

Sumber referensi bacaan yang bisa kamu baca :

https://www.nusabali.com/berita/70656/hadapi-covid-19-secara-sekala-dan-niskala
https://baliexpress.jawapos.com/read/2020/04/07/187583/jangan-kutuk-virusnya-tapi-pahami-cara-mengatasi-corona
https://baliexpress.jawapos.com/read/2020/05/08/193211/tiga-keris-disatukan-di-gunung-seraya-putus-covid-19-secara-niskala
https://denpasar.kompas.com/read/2020/03/16/14420611/bali-siaga-virus-corona-ini-5-langkah-pencegahan-yang-dilakukan
https://www.liputan6.com/regional/read/4202113/5-langkah-pemprov-bali-menangani-wabah-corona

Identitas budaya lokal yang ada di Bali bisa menjadi contoh nyata, bagaimana pentingnya pendekatan secara sosio-kultural. Sukses dan tidak suksesnya pelaksanaan PSBB bisa dilihat dari respon pemerintah dan masyarakatnya.

Teman saya cerita, bahwa setiap desa adat itu ada pecalangnya yang mengawasi dan mengecek orang yang keluar masuk di daerah tersebut.

Jadi, kecil kemungkinan untuk bisa leluasa bergerak mobile bagi warga yang lain daerah, karena mereka tak boleh masuk. 

Ada juga warga yang saling membantu dalam memberikan warga lainnya bantuan untuk bertahan hidup disana, saat tidak bekerja seperti sekarang.

Apalagi sektor wisata yang lumpuh total disana, kawan saya juga bilang dia akan di PHK akhir bulan ini (Mei), dan beberapa rekan juga sudah di PHK bulan lalu.

Sampai disini kebayang yah, bagaimana pentingnya identitas bangsa dalam menerapkan pelaksanaan dan menyikapi pencegahan pandemi wabah virus c0vid-I9.

Saya kira setiap daerah punya identitas adat dan budaya yang masing-masing punya ciri khas tersendiri, mungkin saja itu bisa diterapkan.

Sesuai dengan judul artikel, bagaimana cara membangun optimisme dalam masyarakat saat pandemi seperti sekarang ini ? 

Nah, setelah saya amati dan cermati, ada beberapa cara yang bisa diperbaiki oleh pemerintah, dan masyarakat dalam upaya mencegah penyebaran dan melaksanakan ajakan tersebut.

Berikut ada 6 cara yang menurut saya bisa membuat masyarakat optimis saat masa-masa pandemi virus, yaitu :

Pertama, kebijakan dari pemerintah yang konkrit dan jelas. Diawal-awal penerapan PSBB misalnya di Jakarta, tarik menarik kebijakan dan aturan yang membuat masyarakat bingung, seperti tentang ojol yang tidak boleh bawa penumpang, terus diperbolehkan.

Dan berbagai kebijakan pemerintah baik daerah dan pusat yang tidak sinkron, terus ada pula orang yang berkumpul saat perpisahan di M*D, dan yang baru-baru ini masyarakat bingung dengan pemberlakuan kembali transportasi umum.

Padahal ada aturan dan himbauan untuk larangan mudik. Kemudian, Pusat perbelanjaan yang dibuka lagi untuk masyarakat, dan berbagai hal kebijakan yang mebuat rakyat bingung.

Hal inilah yang juga menghambat dan membuat rakyat tidak percaya dan tidak mau lagi mendengarkan himbauan dari pemerintah, yang membuat terjadinya anomie.

Kamu bisa baca tentang Anomie disini : https://www.sosiologi.info/2020/05/teori-emile-durkheim-tentang-anomie-kaitannya-dengan-fenomena-sosial.html


Kedua, menerapkan pencegahan berbasis budaya lokal yang ada di daerah masing-masing. Kenapa ini penting ?

Ya, seperti penademi virus ini yang sudah membuat ketakutan dan kekhawatiran yang berdampak kepada psikologis masyarakat.

Misalnya ada yang bahwa menolak pelaksanaan PSBB, penolakan pemakaman jenazah diawal-awal, pemberlakuan social dan physical distancing yang masih ada sebagian warga tidak memahami dengan baik.

Oleh karenanya, ada yang sampai menutup akses jalan dengan semen batu bata, dan berbagai cara-cara yang kurangnya pemahaman warga.

Seharusnya, ini bisa diatasi, jika sedari awal kita menerapkannya dengan menggunakan pendekatan berbasis budaya lokal masing-masing.

Misalnya di daerah Provinsi Bali yang mana menjadi perhatian kita dalam menyikapi wabah virus ini dengan sigap, antara pemerintah daerah, pemuka adat, tokoh masyarakat, dan warga umum ikut berperan aktif dalam memberikan pemahaman dan pencegahan c0vid-I9.

Dengan demikian, anomie itu tak terjadi dengan begitu parah dalam lingkungan masyarakat disana. Mungkin bisa kita contoh kedepannya dalam menggunakan pendekatan berbasis budaya lokal, untuk berbagai hal bencana sosial.

Ketiga, pendekatan secara sosio-kultural, bukan malah fokus pada pendekatan kebijakan adminstratif/hukum saja. Jika cara kedua dilaksanakan, untuk selanjutnya cara ketiga ini juga mesti mengikuti cara-cara yang tidak fokus saja pada sanksi administrasi atau hukum.

Kadang kita mesti bijak dalam membuat peraturan yang berbasis hukum, karena bagaimana pun yang akan melaksanakannya itu rakyat kebanyakan.

Lalu, kita juga melihat, bagaimana karakteristik masyarakat kita dalam pemahamannya terhadap hukum, sehingga aturan yang dibuat juga bisa dipahami dengan cermat.

Jangan sampai membuat masyarakat melawan, menolak, dan membangkang atas aturan yang tidak pro terhadap masyarakat itu sendiri.

Keempat, mengajak masyarakat berkolaborasi untuk bergotong royong membantu pencegahan penyebaran c0vid-I9.  Salah satu identitas nasional yang terkadang kita lupakan setiap mengambil keputusan, yaitu gotong royong dan musyawarah mufakat.

Identitas ini yang sebenarnya menjadi adab dan marwah mendasar rakyat Indonesia, sehingga cara ini dapat memberikan kedekatan antara pemerintah dan rakyatnya.

Dengan demikian, bersama bertumpu rumus dalam menentukan berbagai kebijakan yang mengedepankan asas gotong royong dan musyawarah mufakat.

Kelima, membangun solidaritas sosial dalam masyarakat. Apa sih arti dari solidaritas sosial ? Kalau menurut saya, kekuatan bersama antar semua elemen masyarakat dalam mengedepankan tujuan bersama atau konsensus.

Dilansir dari Kajianpustaka.com, Solidaritas sosial adalah perasaan emosional dan moral yang terbentuk pada hubungan antar individu atau kelompok berdasarkan rasa saling percaya, kesamaan tujuan dan cita-cita, serta adanya kesetiakawanan dan rasa sepenanggungan.

Dengan demikian, solidaritas mempunyai pengaruh besar dalam membangun kesadaran bersama antar seluruh elemen masyarakat.

Apalagi seperti sekarang ini, begitu pentingnya solidaritas sosial itu dalam menyikapi pandemi virus di lingkungan masyarakat yang majemuk seperti Indonesia.

Kata Durkheim, solidaritas itu ada dua, yaitu solidaritas mekanik dan organik, untuk lengkapnya kamu bisa membaca disini : https://www.sosiologi.info/2018/06/kesadaran-kolektif-masyarakat-indonesia-melaksanakan-nilai-nilai-pancasila.html

Keenam, membangun kesadaran kolektif dalam masyarakat. Nilai- nilai dan norma yang ada pada masyarakat, dilaksanakan dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

Sebagai individu yang berada dalam anggota masyarakat, kesadaran dalam menerapkan nilai dan norma yang sudah menjadi konsensus atau kesepakatan bersama.

Nah, nilai-nilai kemasyarakatan itulah yang kata Durkheim sebagai kesadaran kolektif (collective conciousness). Kesadaran ini berada diluar individu, tetapi memiliki daya pemaksa yang kuat terhadap individu yang ikut dalam anggota masyarakat.

Terwujudnya Optimisme di Lingkungan Masyarakat saat Pandemi Virus. Kita bertanya-tanya, sampaikan akan hidup disaat pandemi wabah virus masih belum berakhir ? Akankah masyarakat optimis terhadap kinerja pemerintah dan wakil rakyatnya ?

Kalau saja, cara-cara yang diatas dilaksanakan, mungkin bisa jadi masyarakat akan optimis, tenaga kesehatan juga optimis, para relawan juga optimis dalam menuntaskan penyebaran virus ini.

Oleh karena itu, masih ada waktu untuk berbenah, biarpun anggaran sudah habis pada saat penerapan PSBB, pasti ada cara dan solusinya untuk membangkitkan optimisme masyarakat disaat pandemi virus seperti sekarang.

Adakah cara dan solusi lainnya ? Jika ada saran dan ide mengenai cara-cara yang efektif dalam menyikapi berbagai bencana dan fenomena sosial, silahkan kawan kawan komentar di kolom komentar yah.

Jangan segan, malu dan takut untuk menyampaikan ide melalui tulisan komentar, karena itu bagian dari gagasan yang dapat memberikan pengaruh pada kebebasan yang mencerdaskan peradaban.

Sumber referensi lainnya yang bisa kamu baca :
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/20bb958d430cc7d21ef6c2b58d14da41.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/221122-konfigurasi-identitas-nasional-nasionali.pdf
https://www.kajianpustaka.com/2018/03/pengertian-jenis-dan-bentuk-solidaritas-sosial.html

Sumber foto :
https://dinabas.com/pakaian-adat-bali/
https://baabun.com/kebudayaan-bali/

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !