-->

Kata Durkheim : Fenomena Sosial Pandemi Virus C0vid-I9 Telah Menimbulkan Anomie di Masyarakat

Teori Emile Durkheim tentang anomie. Apa ya itu anomie, dan kaitannya dengan fenomena sosial saat pandemi wabah virus c0vid-I9 di Indonesia.
Kata Durkheim : Fenomena Sosial Pandemi Virus C0vid-I9 Telah Menimbulkan Anomie di Masyarakat
Sosiologi Info - Teori Emile Durkheim tentang anomie. Apa ya itu anomie, dan kaitannya dengan fenomena sosial saat pandemi wabah virus c0vid-I9 di Indonesia, yuk simak ulasannya berikut ini.

Fenomena sosial saat pandemi virus c0vid-I9 dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pandemi ini telah membuat perubahan sosial. Pergesearan nilai, norma, dan kebiasaan yang membuat masyarakat, mesti mengikuti pergeseran tersebut.

Mulai dari perubahan untuk terus berperilaku hidup bersih dan sehat, kebiasaan untuk menjaga jarak, melakukan kegiatan kerja, kuliah, belajar, yang serba di rumah. 

Habitus itu secara cepat membentuk perilaku baru dalam masyarakat kita, seperti kita ketahui bersama, masyarakat Indonesia sangat kental dengan jiwa sosialnya. Misalnya, berkumpul, sekadar nongkrong, atau bercengkrama dengan kerabat, maupun di tempat kantor, sekolah, kampus.

Hal itu seperti sekarang sudah langka kita lakukan, bahkan untuk beribadah saja kita tidak bisa berkerumun, atau dengan umat yang banyak, semua agama melakukan peribadahan di rumah masing-masing.

Himbau-himbaun dan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat dan daerah yang memang membuat aktivitas kita berlangsung semuanya serba di rumah. Itu pun kita tidak tahu sampai kapan akan terus bertahan dengan situasi saat ini.

Salah satu aturan dalam upaya memutus dan menghentikan laju persebaran c0vid-I9 yaitu dengan melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Penerapan ini dilakukan lebih awal di Kota Jakarta, dan menyusul beberapa kota, seperti Pekanbaru, Bogor, dan sebagainya.

Nah, beberapa poin penting dalam penerapan itu, seperti social dan physical distancing, larangan mudik atau berpergian keluar kota, selalu menerapkan protokorel kesehatan, dan dilarang berkumpul atau berkerumun, serta aturan lainnya.

Dalam pelaksanaannya di masyarakat, seperti social dan physical distancing, ada sebagian masyarakat yang kurang memahami himbaun tersebut. Malah ada yang menutup jalan dengan batako, dan berbagai kegaduhan yang ada.

Tak kalah menariknya, perihal aturan larangan mudik, yang diawal-awal cukup gesit disampaikan pemerintah, bahkan banyak rakyat yang harus memutar balik kendaraannya.

Namun, saking kreatifnya masyarakat kita agar bisa balek kampung, bahkan ada yang nekat mencari jalan tikus, menyewa travel dengan biaya mahal, bersembunyi di bagasi bus, ikut menumpang di truk sayur, dan ada mobil yang dinaikan truk derek yang ada penumpangnya.

Disinilah, perubahan atau pergeseran nilai dan norma yang begitu cepat terjadi dalam masyarakat. Dengan adanya pandemi virus, perilaku manusia harus dapat mengkuti perubahan dengan begitu cepat.

Hal inilah yang membuat masyarakat gelagapan atau kebingungan dalam penerapan nilai dan norma yang ada pada saat sekarang ini, seperti dalam pelaksanaan PSBB diberbagai kota yang ada di Indonesia.

Bahkan, yang terbaru akhirnya transportasi diizinkan kembali beroperasi, seperti penerbangan. Pada hari Kamis, (14/05/2020), masyarakat yang ramai mengantri untuk pengecekan dokumen yang dijalankan sesuai protokorel kesehatan, yaitu surat keterangan sehat dan adanya surat perjalanan dinas.

Namun, hal ini membuat sebagian warganet dan masyarakat menyanyangkan kejadian yang ramai tersebut, karena apakah sudah sesuai dengan protokorel kesehatan ? Bayangkan saja, ada sekitar  5700 penumpang yang memadati Bandara Soetta, yang dilansir dari Tirto.id

Kita tidak tahu, apakah virus itu menempel dengan kita atau tidak, dan itu yang kita wanti-wanti bersama, ketika sampai di tujuan atau kampung halamannya mereka masing-masing.

Dan masih banyak beberapa fenomena sosial yang ada pada saat sekarang, dimasa pandemi wabah virus c0vid-I9 di Indonesia. Perubahan sosial dan pergesaran perilaku serta adanya aturan yang membuat masyarakat gelagapan atau kebingungan. 

Disinilah Emile Durkheim menyampaikan tentang Anomie. Situasi yang terjadi diatas memberikan analisis yang tepat disampaikan Durkheim. Apa ya itu anomie ? Berikut simak ulasan singkatnya.

Teori Anomie Emile Durkheim. Masyarakat yang kebingunan dan gelagapan dalam menyikapi pandemi wabah virus c0vid-19, akan juga merasakan teralienasi dari lingkungan dan kehidupan sehari-harinya.

Kondisi sekarang di masyarakat, membuat tingkatan anomie itu bisa saja parah. Karena tidak adanya sebuah sistem atau aturan yang dimiliki. Untuk dapat memberikan pedoman dan acuan dasar bagi masyarakat dalam menjalankan norma dan nilai tersebut.

Perubahan situasi yang ada menimbulkan tindakan yang masyarakat lakukan dan tidak bisa memilah yang benar atau salah. Apalagi sebagian masyarakat merasa tidak puas atau kehilangan rasa percaya terhadap aturan itu sendiri. Terjadilah, Anomie. 

Menurut Emile Durkheim, Anomie diartikan sebagai suatu keadaan yang mana tidak ada lagi norma atau tanpa norma. 

Istilah ini secara umum dipahami sebagai ketiadaan norma, dan dipopulerkan oleh Durkheim dalam bukunya Le Suicide. Untuk pertama kalinya Durkheim memperkenalkan konsep anomie dalam karyanya De la division du travail social.
Kata Durkheim : Fenomena Sosial Pandemi Virus C0vid-I9 Telah Menimbulkan Anomie di Masyarakat
Durkheim tidak pernah menggunakan istilah ketiadaan norma, namun ia mendeskripsikan anomie sebagai kekacauan dan keinginan yang tak terpuaskan.

Durkheim menggunakan istilah penyakit dari yang tanpa batas, karena hasrat tanpa batas tidak akan pernah terpenuhi, melainkan hanya akan semakin intens.

Bagi Durkheim, anomie muncul secara umum dari ketidakcocokan antara standar personal atau kelompok dan standar sosial yang lebih luas, atau ketiadaan etika sosial, yang membuat deregulasi moral dan ketiadaan aspirasi yang logis. 

Coba kita lihat saat ini, bagaimana tindakan individu yang dalam penerapan PSBB, sudahkah sesuai dan terintegrasi, dengan sistem norma maupun praktik sosialnya dilapangan ?

Berbeda bukan, antara yang membuat kebijakan dan melaksanakannya sama-sama tidak menemukan ketidakcocokan, baik itu secara nilai dan norma yang seharusnya menjadi sebuah konsensus. 

Oleh karena itu, kita sebagai pembuat kebijakan dan juga antar sesama masyarakat yang menjalankan aturan, tidak adanya kesimbangan atau stimulasi. 

Dengan demikian, masyarakat yang menerapkan dan melaksanakan dengan kekakuan yang begitu mencolok, sehingga membuat kebijakan maupun tindakan yang sekecil apapun bisa menghasilkan suatu anomie dalam lingkungan masyarakat tersebut.

Kamu juga bisa membaca hubungan Anomie dengan penyimpangan sosial pemikiran dari Robert K Merton : https://www.sosiologi.info/2020/05/menurut-merton-ada-empat-tipe-perilaku-menyimpang-beserta-contohnya.html
Solusinya. Situasi yang seperti sekarang ini, masa pandemi wabah virus c0vid-I9, yang masyarakat butuhkan cuman kepastian norma dan nilai-nilai yang tidak membuat mereka bingung dalam melaksanakannya.

Oleh karena itu, penting juga menempatkan gugus tugas dalam pendampingan psikologi dan sosiolog untuk hadir di tengah masyarakat.

Tujuannya yaitu untuk memberikan pemahaman dan pendampingan secara teratur dalam menjalankan norma dan nilai-nilai yang sudah disepakati bersama, sehingga konsensus tersebut tidak membuat rakyat kebingunan.

Sumber referensi yang bisa kamu baca :
http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/view/678/393
https://id.wikipedia.org/wiki/Anomie
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-anomie/12379/3
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5015374/heboh-bandara-soetta-dipadati-penumpang-saat-corona-merajalela
https://tirto.id/penerbangan-dibuka-lagi-5700-penumpang-padati-bandara-soetta-ftlv

Sumber Foto Emile Durkheim :
https://society6.com/product/emile-durkheim_print

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !