-->

Awal Kuliah Resah, Mahasiswi Asal Lampung : Akhirnya Nyaman dan Mencintai Sosiologi, Ini Penyebabnya !

Awal Kuliah Resah, Mahasiswi asal Lampung, Ema : Akhirnya Nyaman dan Mencintai Sosiologi, Ini Penyebabnya !
Awal Kuliah Resah, Mahasiswi Asal Lampung : Akhirnya Nyaman dan Mencintai Sosiologi, Ini Penyebabnya !

Sosiologi Info - Awal kuliah di Jurusan Sosiologi berjalan dengan lancar, namun seiringnya waktu, memasuki semester satu menuju semester dua, tiga, maka kegelisahan itu muncul.

Ternyata tidak hanya Comte, Gillin, saja yang menjadi tokoh sosiologi, masih banyak lagi tokoh-tokoh penting yang harus dipelajari. 

"Untuk pertama kalinya saya menyadari bahwa Sosiologi lebih dari sekedar ilmu sosial dan masyarakat yang saya pahami sebelumnya karena ada begitu banyak makna dan isi-isi didalam sosial," ungkap Ema Parwanti

Cerita Pengalaman Selama Kuliah di Jurusan Sosiologi. Jurusan Sosiologi merupakan jurusan yang tergolong dalam ilmu sosial, itu hanya satu-satunya alasan untuk mengetahui Sosiologi. 

Dengan terbatasnya pengetahuan tentang sosiologi semasa SMA dan saya sekarang justru menjadi Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama. 

Sebelumnya tidak pernah terbayang untuk kuliah di Jurusan Sosiologi karena Sosiologi selalu berada di daftar belakang saat pendaftaran SNMPTN, SBMPTN dan SPAN-TKIN, setelah pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Kewarganegaraan. 

Saya pikir Jurusan Sosiologi yang saya masukkan di daftar sama saja dengan jurusan pendidikan dan tidak ada bedanya. 

Setelah masuk menjadi mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, awalnya sempat kecewa karena tidak bisa masuk jurusan impian saya Pendidikan Bahasa Inggris. 

Bahkan sempat lupa kalau saya memasukkan Sosiologi di pilihan ketiga saat membuka link pengumuman. Dan sempat berpikir salah jurusan, masih berpikir juga kalau Sosiologi Agama sama dengan jurusan yang saya pilih yaitu berbasik pendidikan. 

Dan ternyata salah karena Sosiologi Murni dan Sosiologi Pendidikan itu berbeda, terlebih Sosiologi Agama jurusan saya yang termasuk golongan Sosiologi Murni bukan pendidikan.

Belum lagi karena ada penambahan agama. Sempat ingin menolak karena ketidak sesuaian dengan apa yang saya harapkan namun juga tidak mau membuang-buang kesempatan setelah penolakan SNMPTN. 

Karena alasan lain dan sebagainya juga saya tidak mengikuti SBMPTN meski telah mendaftarkan diri, dan mau tidak mau berusaha menerima dengan lapang dada karena masih berfikir.

Bahwa Sosiologi yang saya pilih adalah pendidikan serta didukung oleh kurangnya pemahaman semasa SMA dan sekedar ikut-ikutan teman dalam pendaftaran. 

Dan pengalaman saya Semester 1 masih merasa baik-baik saja, karena mata kuliah masih menjurus kedasar-dasar agama belum ada satupun mata kuliah yang berbau sosiologi. 

Semester 2 mulai sedikit runyam setelah mengenal sosiologi lewat mata kuliah pengantar sosiologi yang masih terbilang tidak jauh dengan sosiologi semasa SMA.

Semester awal mengenal tokoh-tokoh sosiologi. Ternyata ada tiga mata kuliah filsafat yang membuat terkejut karena ada keterkaitannya dengan Sosiologi. Belum lagi karena itu pertama kalinya mendengar kata filsafat yang benar-benar kosa kata asing setelah masuk perguruan tinggi belum lagi penjelasan-penjelasan di dalammnya yang rumit 

Dan semester 3 merupakan masa yang saya rasa mulai mengguncang pemikiran.  Semuanya diluar ekspetasi, tokoh sosiologi ternyata bukan hanya Aguste Comte.

Gillin dan Gillin saja seperti yang sering tertulis di lembar ujian semasa SMA tapi ternyata ada banyak  yang baru diketahui saat semester 3. 

Seolah mata kuliah teori-teori sosial yang begitu menampar saya begitu banyak pemikiran tokoh-tokoh besar yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi seperti Emile Durkheim, Karl Marx, Max Weber dan lain-lain yang lagi-lagi baru diketahui. 

Belum juga dengan materi dari buku-buku terjemahan Doyle Paul Jhonson jilid 1 dan 2, Buku George Ritzer, Pip Jones dan masih banyak lagi yang menyulitkan saya untuk memahami, serta juga pengaruh persepsi terhadap Dosen Killer yang mengampu.  

Terbukti saja karena setiap presentasi teori-teori sosial saat pertemuan kelas membuat siapa saja yang mendapat giliran merasakan panas dingin untuk tampil sebagai pemateri tidak.

Terkecuali saya meski belum mendapat giliran menjadi pemateri namun setiap pertemuan selalu membuat saya ikut merasa resah dan gelisah.

Dilarang copy paste, presentasi tidak membaca, tidak gagu saat menjelaskan  maupun segala seesuatu yang menjadi kekurangan dalam presentasi meski dosen lain di maklumi. 

Harus benar-benar keluar dari pemikiran sendiri dengan menggunakan bahasa sendiri apa yang tertulis didalam makalah, itu yang menjadi salah satu beban dalam hidup saya saat semester 3. 

Belum lagi teman satu kelompok yang telah menyerahkan semua beban berat itu secara terang-terangan, dan saya juga tidak bisa memaksa. 

Terbersit dalam benak saya, bagaimana caranya mengerjakan tugas dengan materi Max Weber dan masalah Rasionalitas nya  dengan baik supaya bapak Dosen tidak terus mengkomplain kesalahan seperti sebelum-sebelumnya. 

Dengan  segala kerumitan memahami susunan bahasa buku terjemahan Doyle Paul Jhonson yang membuat jengah karena harus kembali mencari pengertian lain dari kata yang saya tidak pahami meski telah diterjemahkan. 

Dan saya merasa bodoh sekali, namun usaha tidak pernah berkhianat saat tidak ada complain melainkan adanya pertanyaan-pertanyaan bagaimana proses mengerjakan.

Untuk pertama kalinya saya menyadari bahwa Sosiologi lebih dari sekedar ilmu sosial dan masyarakat yang saya pahami sebelumnya karena ada begitu banyak makna dan isi-isi didalam sosial.

Masyarakat yang luas dan itu menjadi daya tarik tersendiri karena mengkaji apa yang orang banyak lakukan, akan tetapi banyak orang juga yang tidak menyadari kalau hidup dan berinteraksi dalam masyarakat ada ilmu yang mengkaji. 

Dan ini menjadi titik tolak ukur bahwa Sosiologi tidak semudah apa yang di bayangkan, namun juga tidak serumit seperti penjelasan di buku-buku terjemahan.

Itu membuat saya sedikit demi sedikit mencintai Sosiologi karena saya fikir apa yang nantinya saya kerjakan dan saya lakukan setidaknya membuat saya merasa nyaman sebab saya mencintai apa yang sedang saya kerjakan dan saya lakukan. Sekian cerita saya Terimakasih.

Penulis : Ema Parwanti | Jurusan Sosiologi Agama | UIN Raden Intan Lampung

Sumber foto : Dokumentasi Ema Parwanti/Istimewa

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !