-->

Cara Mengatasi Konflik, 3 Faktor Penyebab dan Contohnya

Bagaimana ya cara mengatasi konflik di masyarakat. Berikut ini 3 Faktor Penyebab dan Contoh Fenomena Sosialnya.
Cara Mengatasi Konflik, Berikut 3 Faktor Penyebab dan Contoh Fenomena Sosialnya
Sosiologi Info - Memahami konflik yang terjadi dalam masyarakat memang cukup menarik. Kita juga mencari tahu bagaimana cara untuk mengatasi agar konflik tidak terjadi. 

Begitu juga kita berusaha untuk memahami contoh konflik, apa saja faktor-faktor penyebabnya dan cara mengatasinya. Mau tahu ? Berikut ulasannya.

Penulis Artikel : Rafly Caesario | Mahasiswa Sosiologi Universitas Indonesia (UI)

Hai pembaca setia Sosiologi Info dimana pun berada. Saya mau berbagi artikel nih seputar konflik yang saya dapatkan saat pembelajaran di kampus. Mau tahu bagaimana ceritanya ? Yuk baca guys.

Nah pada Kamis, 10 Juni 2021, ada materi kuliah Konflik dan Resolusi Konflik ini membahas mengenai penanganan konflik yang diuraikan ke dalam pengalaman dari Mba Debby dan Mas Imam selaku Dosen Sosiologi UI. Ia menceritakan materi pembelajaran yang ketika itu menangani suatu konflik sosial. 

Solusi dan cara bagaimana mengatasi konflik (tawuran) yang terjadi dengan mendirikan komunitas sosial

Pada sesi pertama dibawakan oleh Mba Debby. Sesi ini menjabarkan secara mendalam mengenai adanya pendirian Sekolah Komunitas : Aku, Kamu, dan Kita sebagai program pemberdayaan komunitas di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. 

Pendiriannya di inisasi melalui Program CEGS UI pada 2013 yang melibatkan beberapa Dosen Sosiologi UI. Sekolah Komunitas ini dijadikan sebagai sebuah upaya untuk menghadirkan “transformasi” dari adanya konflik yang telah membelenggu Kecamatan Johar Baru.

Sekolah Komunitas memiliki dua tujuan utama yaitu :

Pertama, untuk mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas, dan

Kedua, berupaya mengubah kekuatan negatif dari tawuran menjadi kekuatan sosial dan politik yang bersifat positif. 

Perwujudan dari tujuan tersebut dilakukan dengan cara mengubah kultur tawuran menjadi kultur produktif.

Misalnya seperti mewadahi ekonomi kreatif, pengembangan seni, dan menguatkan jaringan sosial. Dalam praktinya, Sekolah Komunitas berisikan beragam fasilitas seperti klinik musik, panggung musik, eksplorasi musik, dan lainnya. 

Nah itu lah yang dimanfaatkan oleh warga Johar Baru khususnya para anak muda. Kultur “nongkrong” yang melekat pada diri anak muda Johar Baru membuat fasilitas yang ada digandrungi oleh mereka dan hal ini berdampak positif bagi mereka. 

Dampak yang ada misalnya kegiatan mereka menjadi positif dan bahkan mereka mampu menghasilkan karya seperti mural, menampilkan grup musik di acara seminar, dan lainnya. 

Adanya pendirian Sekolah Komunitas ini sebenarnya dilandasi adanya intensitas tawuran yang tinggi di Johar Baru. 

Ada tiga faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya konflik (tawuran)

Apa saja ya yang menjadi faktor-faktor penyebab masyarakat atau anak muda/pelajar tawuran ? Nah setidaknya ada tiga penyebab atau faktornya, yaitu sebagai berikut : 

Pertama, faktor struktural. Faktor struktural yang menyebabkan terjadinya tawuran di Johar Baru misalnya seperti kepadatan penduduk.

Kemudian, sedikitnya akses pendidikan, ruang publik untuk menyalurkan hobi, ruang publik untuk remaja serta bermain anak. 

Selanjutnya, terbatas untuk akses pekerjaan sehingga sebagian warga Johar Baru diharuskan menekuni “bad jobs” (pengamen, PSK, kurir narkoba, peserta demo). 

Kedua, faktor kultural. Faktor kulturan yang menyebabkan terjadinya tawuran misalnya seperti budaya nongkrong ataupun budaya berafiliasi dengan kelompok nongkrong/geng. 

Hal ini seringkali berujung kepada budaya kekerasan yakni tawuran yang disebabkan oleh adanya persaingan dan ketegangan antar kelompok nongkrong. 

Ketiga, faktor prosesual. Faktor prosesual yang dapat menyebabkan tawuran antara lain terbatasnya ruang publik yang menunjang kegiatan anak muda.

Kemudian, terbatasnya ruang publik bagi anak muda di dalam berpartisipasi untuk pembangunan, serta relasi yang tidak baik antara anak muda dengan tokoh masyarakat di Johar Baru.

Konflik yang terjadi dalam masyarakat sebagai contoh fenomena sosial

Kita juga sudah mendapatkan contoh konflik yang terjadi yaitu tawuran di Johar Baru diatas. Setelah sesi pertama yang dibawakan Mba Debby berakhir, terdapat sesi kedua yang dibawakan oleh Mas Imam. 

Pada sesi ini dijabarkan mengenai lingkup konflik yang bersifat makro. Konflik yang dibahas adalah mengenai konflik komunal yang terjadi di Ambon. 

Konflik ini terjadi selepas momen tersingkirnya Soeharto dari pucuk kepemimpinan yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari mahasiswa serta aktivis lainnya. 

Keadaan negara yang saat itu sedang berantakan tampaknya secara langsung melahirkan konflik yang ada di Ambon. “Peredaman” kebebasan mengekspresikan agama pada era Soeharto juga memperkuat konflik yang terjadi Ambon. 

Konflik Ambon dinilai sebagai konflik yang berbasis agama. Pada realitanya, konflik yang terjadi bersinggungan erat dengan kedua agama yaitu Islam dan Kristen.

Cara mengatasinya dengan melakukan langkah-langkah menciptakan integrasi sosial

Konflik Ambon memberikan dampak yang besar bagi keseimbangan kehidupan sosial masyarakat Ambon. 

Mas Imam menceritakan bahwa banyak warga yang menjadi korban penggusuran bahkan kekerasan. Hal ini pula yang pada akhirnya menggerakan terciptanya sebuah kampanye peredam kebencian. 

Kampanye tersebut diupayakan sebagai salah satu bentuk penanganan konflik di Ambon. Spesifikasi kegiatan kampanye memuat pembuatan spanduk berisikan pesan kedamaian, pemberian peralatan sekolah, serta alat olahraga yang juga membawa pesan kedamaian.

Metode penanganan konflik seperti di atas merupakan wujud sederhana dari langkah-langkan menciptakan integrasi sosial. 

Transformasi konflik yang ditawarkan juga tidak memerlukan pemikiran yang berkelindan tetapi menekankan kepada kesederhanaan dan pemaknaan sosial. 

Metode tersebut setidaknya lahir dari pola pikir penanganan konflik yang berupa transformasi kebencian menjadi kasih-sayang, transformasi ketidakharmonisas sosial menjadi keharmonisan sosial, serta transformasi ketimpangan struktural menjadi keadilan struktural.

Sudut pandang baru, konflik itu bagaimana mewujudkan kepekaan jiwa dan hati,  “quasi mediator” 

Pada akhirnya, kedua sesi kuliah ini memberikan pandangan baru bagi penulis. Penulis merasa bahwa konflik sosial bukanlah sebagai sesuatu yang harus ditakuti tetapi harus dihadapi dengan kepekaan jiwa dan juga hati. 

Proses penanganan suatu konflik sosial pun tidak hanya dilakukan melalui mediasi, arbitrasi, ataupun rekonsiliasi semata tetapi juga kepada “membangun sumber daya manusia” yang terlibat di dalam sebuah konflik sosial. 

Selain itu, penulis juga memandang bahwa pendekatan hukum seperti pengadilan tidak selalu memberikan jawaban yang memuaskan kepada pihak yang berkonflik. 

Dalam sebuah konflik sosial, sangat diperlukan “quasi mediator” yang bersembunyi di balik manusia-manusia yang peka dan peduli dengan sesama. 

Sumber foto : 
https://beritacenter.com/news-220103-remaja-yang-tawuran-digunduli-polisi.html

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !