-->

Teori Masyarakat Konsumsi Jeand Baudrillard : Contoh Pop Culture dalam BTS Meals

Misalnya pada tokoh sosiologi Jean Baudrillard yang menuliskan teori masyarakat konsumsi. Ia menyebut ada tiga poin penting yang dipaparkan.
Teori Masyarakat Konsumsi Jeand Baudrillard : Contoh Pop Culture dalam BTS Meals

Sosiologi Info - Teori Sosiologi menjadi pilihan alternatif dalam memandang serta memberikan perspektif pada fenomena sosial masyarakat. 

Misalnya pada tokoh sosiologi Jean Baudrillard yang menuliskan teori masyarakat konsumsi. Ia menyebut ada tiga poin penting yang dipaparkan. 

Lalu bagaimana penjelasan teori Jean Baudrillard dalam memandang contoh fenomena sosial pada Launching Menu Baru McDonald Kolaborasi Boy Band Korea Selatan BTS. Berikut ulasannya !

Penulis Artikel : Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Padang | Novran Juliandri Bhakti 

Contoh Fenomena Sosial : Launching Menu Baru McDonald Kolaborasi Boy Band Korea Selatan BTS

Hari Rabu, Tanggal 09 Juni 2021 pukul 11.00 WIB. Masyarakat Indonesia di hebohkan dengan launchingnya menu baru dari waralaba makanan terkenal yakni McDonald. McDonald Indonesia mengeluarkan menu terbarunya yang berkolaborasi dengan boy band terkenal asal Korea Selatan BTS yaitu (Bangtan Sonyeondan). 

Fenomena ini nggak bisa dianggap remeh sebelah mata, hampir di setiap kota besar Indonesia yang mempunya gerai McD, dipadati oleh ratusan bahkan ribuan orang yang ingin order menu BTS Meal tersebut. 

Semua orang berbondong-bondong, tak terkecuali para driver ojek online. Saking masifnya yang melakukan order untuk menu BTS Meal ini. Aparat negara seperti Satpol PP dan Polisi melakukan tindakan tegas terhadap kerumunan di gerai McDonald. 

Mungkin sebagian orang sangat heran fenomena ini dapat terjadi. Dengan sajian nugget, kentang goreng, cola (minuman berkarbonasi), dan saus yang harganya Rp 51.000.

Beberapa orang berebut untuk mendapatkannya, bahkan ada yang menjual makanan serta bungkus makanannya di market place dengan harga yang cukup fantastis, yaitu pada angka Rp30.000 -1.000.000.

Sebuah harga yang tidak masuk akal bagi sebagian orang, tidak make sense-nya adalah karena harga tersebut merupakan harga 2 hingga 5 kali lipat dari harga barang sebelumnya yang masih memiliki isi nugget, saos cabai, kentang goreng, dan minuman cola. 

Namun hal seperti ini sangat logis dan lumrah terjadi, bagi teman-teman kita yang berstatus fans berat BTS yaitu A.R.M.Y (Adorable Representative M.C for Youth). 

Membeli barang yang berbau BTS bukan saja mementingkan tentang kegunaan, jauh lebih dari itu ada unsur identitas, nilai, simbol, ataupun tanda bahwa mereka adalah fanboy ataupun fangirl yang loyal terhadap idol-nya. 

Tiga Poin Penting Teori Jeand Baudrillard dalam Memandang Fenomena Sosial : Launching Menu Baru McDonald Kolaborasi Boy Band Korea Selatan BTS

Jika mengkolerasikannnya dengan pendapat ahli, fenomena tersebut selaras dengan pendapat Jean Baudrillard (1929-2007). Beliau mengeluarkan sebuah teori yaitu “Teori Masyarakat Konsumsi.” Ada tiga point penting yang disampaikan oleh Baudrillard. 

Pertama, “nilai tukar tekah bergeser menjadi nilai tanda. Bukan lagi berdasarkan pada kegunaan suatu barang atau harga barang tapi berdasar nilai prestise dan makna simbolis. 

Kedua, komoditas menjadi suatu bangunan dalam hubungan sosial masyarakat. kehidupannya merupakan kumpulan kode, tanda dan objek yang berada di sekelilingnya. 

Ketiga, “komoditas menjadi kepentingan yang memediasi hubungan antar manusia.”

Dari tiga point tersebut, terpampang jelas bahwa khalayak memiliki tujuan untuk membeli barang tidak lagi berdasarkan pada nilai tukar. 

Maksud dari nilai tukar ini adalah, ketika membeli barang dengan harga (A), maka kualitas barang yang didapatkan setimpal dengan harganya, ya istilahnya seperti “ADA HARGA, ADA KUALITAS.” 

Namun dewasa ini, banyak orang yang menggunakan barang atau jasa tidak mempersoalkan nilai tukar, akan tetapi lebih mengutamakan nilai prestise, kode, simbol, dan tanda di dalamnya. 

Komoditas barang dan jasa bertransformasi menjadi hal yang berbau kepentingan gengi antar manusia. Nah hal ini terjadi juga pada A.R.M.Y (fans BTS). 

Mereka yang memburu makanan BTS Meal, alih-alih ingin menikmati sajian tersebut, mereka jauh lebih bahagia dengan nilai prestise setelah mendapatkan, mengkonsumsi, serta mengkoleksi bungkus makanan tersebut. 

Jadi sudah dijelaskan sebelumnya, menurut pendapat saya tujuan mereka yang membeli BTS Meal dan tergolong ke dalam A.R.M.Y adalah nilai prestisius dan identitas agar dapat dikatakan sebagai fans yang loyal terhadap idol K-popnya.

Mungkin beberapa khalayak banyak yang bertanya-tanya. Kenapa BTS bisa sangat terkenal dan sangat menjual branding-an yang dia bawa? 

Jadi menurut perspektif saya ada 3 point yang membuat mereka sangat meledak, dan menjadi boyband yang sangat famous, yaitu diantaranya ada Korean Wave, Pop Culture, dan Cultural Imperialism Theory. 

Ketiga point ini akan saya bahas satu persatu secara rinci. Buat yang belum tahu tentang istilah Korean wave, istilah tersebut merupakan sebuah fenomena budaya popuer yang berasal dari Korea Selatan. 

Industri Hiburan di Korea Selatan Cara Produktif Tingkatkan Perekonomian

Bergerak pada industri hiburan dan mengandalkan kemajuan teknologi sebagai perantara penyebarannya. Lebih lanjut, Korean wave lahir sebagai upaya pemerintah Korea Selatan untuk keluar dari krisis ekonomi. 

Pemerintah Korea Selatan membentuk industri hiburan untuk mencuri perhatian masyarakat dunia, K-Drama atau yang lebih lumrah dikenal dengan Drakor adalah produk industri hiburan yang pertama kali sukses.

Saya sering bertanya kepada teman-teman saya yang menyukai Drakor, mereka mengatakan “kalau alur cerita dari Drakor itu menarik, sangat mengaduk emosi, tidak monoton, kadang sulit ditebak, dan banyak pembelajaran seperti ilmu pengetahuan. 

Hal itu juga yang membedakan SINETRON Indonesia, bagi mereka SINETRON Indoensia terlalu lebay, banyak menjual kesedihan dan azab, dan alur ceritanya yang stagnan saja.” Setelah itu K-Drama sukes, menyusul K-Pop yang mendapatkan julukan “The Second Wave.” 

Jika melihat perkembangannya di Indonesia, Korean Wave mulai meledak pada tahun 2000-an. Mengutip Skripsi dari saudara Galuh Kinanthi Herhayyu Adi yang berjudul “KOREAN WAVE (Studi Tentang Pengaruh Budaya Korea Pada Penggemar K-Pop di Semarang).” 

Dijelaskan bahwa “Masyarakat Indonesia sudah mengenal Hallyu (istilah lain dari Korean Wave) sejak tahun 2000-an namun puncak perkembangan Hallyu di Indonesia terjadi pada tahun 2009 pada saat ditayangkannya drama “Boys Over Flowers” pada stasiun televisi Indonesia. 

BB Country Polling pada tahun 2010 menyatakan persepsi masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan meningkat 51% dibandingkan tahun 2008 (Yulia, 2013) (dalam Yulia, 2016 : 6) (dalam Galuh, 2019: 42).

Korean Wave juga berimbas pada pop culture atau budaya populer, yang banyak digandrungi oleh anak-anak muda. Kita sama-sama tahu, bahwa dunia barat telah lama mengekspansi dunia dengan pop culture. 

Namun Korea Selatan dapat membuktikan bahwa negara yang berasal dari timur, mampu membuat gebrakan yang dasyat untuk industri hiburan beserta pop culture-nya. 

Banyak sekali budaya Korea Selatan yang menjadi Trend di kalangan kaum muda saat ini, mungkin foto-foto ini dapat menjelaskan secara lebih detail :  

Teori Masyarakat Konsumsi Jeand Baudrillard : Contoh Pop Culture dalam BTS Meals

Sasaran dari Korean Wave bukan saja tentang film ataupun musik, namun dapat juga mempengaruhi fashion serta selera kaum Adam dalam menata rambutnya. 

Dapat kita lihat, bahwasanya pop culture adalah budaya yang sangat anak muda, ia merupakan ciri, nilai, serta identitas bagi kawula muda. Bahkan defenisi dari budaya anak muda dan perkotaan (Youth Culture and Urban) yang dikemukakan oleh (Nur, 2003: 1), yaitu :

“budaya yang dinikmati untuk bersenang-senang diantara teman sebaya, dengan menekankan pada penampilan dan gaya, dikalangan remaja atau kaum muda perkotaan.” 

Jadi jangan heran, bahwa penikmat dari budaya populer adalah kaula muda, karena mereka adalah bagian dari identitas pop culture.

Kita lanjutkan pada pembahasan Cultural Imperialism Theory atau Teori Imperelalisme Budaya. Saya mengatakan bahwa, BTS telah melakukan sebuah imperialisme budaya ke negara-negara pasarnya, tak terkecuali Indonesia. 

Dalam teori ini dijelaskan bahwa ketika terjadi sebuah peniruan dari budaya negara yang melakukan imperialisme, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negara dunia ketiga (Indonesia adalah salah satunya). 

Inilah yang ditakutkan oleh budayawan, sejarahwan, dan aktivis yang memperjuangkan kearifan lokal dan budaya Indonesia. Akibat imperialisme budaya yang dilakukan oleh negara luar, membuat masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mengenali dan mencintai budaya negara luar, ketimbang negaranya sendiri. 

Pariwisata dan destinasi-destinasi wisata alam serta budaya, adalah cara Indonesia untuk terus melawan gempuran Imperialisme budaya tersebut. Kebudayaan tradisional tetap bisa bersandingan dengan kehidupan moderniasai dewasa ini. 

Kembali pada persoalan BTS, jadi dapat diinterpretasikan bahwa Korean Wave atau Hallyu adalah senjata Korea Selatan untuk menguasai industri hiburan dan mempengaruhi Pop Culture dunia. 

Dengan dikuasainya industri hiburan tersebut, mulai dari film, fashion, food, and music membuat negara ini menjadi super power untuk melakukan Cultural Imperialism ke negara-negara pasarnya. 

BTS atau Bangtan Sonyeondan telah melakukannya, mereka bukan sekadar Boyband. Mereka adalah Boyband dengan prestasi yang luar biasa, mereka menunjukkan kepada dunia bahwa Group Boyband mampu memberikan impact serta nilai prestisus yang luar biasa.

Nah itulah sekilas cara kita untuk dapat memahami pemikiran Tokoh Sosiologi Jeand Baudrillard perihal teori masyarakat konsumsi beserta contoh fenomena sosialnya. 

Sumber referensi :

 Istiqomah, A. (2020). Ancaman Budaya Pop (Pop Culture) Terhadap Penguatan Identitas Masyarakat Urban. Jurnal Politik Walisongo, 2(1), 47–54. https://doi.org/10.21580/jpw.2020.2.1.3633

Kinanthi, G., & Adi, H. (2019). KOREAN WAVE (Studi Tentang Pengaruh Budaya Korea Pada Penggemar K-Pop di Semarang). In Skripsi.

Mira Hasti Hasmira, SH, M.Si Ike Sylvia, S.IP, M. S. (2021). BAHAN AJAR (HAND OUT) Nam. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 44–56.

Urban, R., & Keranjingan, P. (2006). Perilaku Remaja Urban Terhadap Pop Culture. Kajian Masyarakat Urban.

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !