-->

Tokoh Sosiologi Jerman Norbert Elias, Kisah Luntang Lantung Berujung Pengakuan Dunia

Tokoh Sosiologi Jerman Norbert Elias dan pemikirannya.

Tokoh Sosiologi Jerman Norbert Elias, Kisah Luntang Lantung Berujung Pengakuan Dunia

Sosiologi Info - Saya yakin kebanyakan dari kita pasti tidak tahu Tokoh Sosiologi asal Jerman yang sangat visioner dalam memberikan gagasan dan konsep terhadap Proses Sosiologi. 

Siapa tokohnya, bernama lengkap Norbert Elias, sudah pada kenal atau sudah membaca profilnya ? Kalau belum yuk baca pengalaman sejarah yang bagi saya bagus. 

Tokoh Sosiologi Jerman Norbert Elias, Kisah Luntang Lantung Berujung Pengakuan Dunia

Norbert Elias mempunyai karir yang menarik dan mengandung pelajaran. Ia menulis sebuah buku yang paling penting pada tahun 1930-an. 

Tetapi ketika itu, bukunya tidak dihiraukan orang, hingga beberapa tahun setelah terbit. Pada penghujung usianya, Elias dan hasil karyanya mulai dikenal oleh banyak orang, terutama di Inggris dan Belanda. 

Reputasinya meningkat, hasil karyanya makin mendapatkan perhatian dan karyanya mendapatkan pengakuan di seluruh dunia. 

Elias yang berumur 93 ketika itu, meninggal dunia di tahun 1990. Memang cukup lama tertunda untuk dapat menikmati pengakuan atas arti penting karyanya tersebut. Elias lahir di Breslau, Jerman tahun 1897 (Mennel, 1992). 

Ayahnya seorang pengusaha pabrik kecil dan kehidupan keluarganya cukup menyenangkan. Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga sejahtera yang membekalinya dengan kepercayaan diri kuat yang bermanfaat baginya.

Kemudian ketika karyanya tak dihargai :

Saya telah dibekali perasaan aman yang besar sejak masa kanak-kanak. Saya mempunyai perasaan aman mendasar yang besar, perasaan yang dalam menghadapi suatu persoalan akhirnya akan menghasilkan penyelesaian yang terbaik.

Rasa aman yang besar ini sudah ditanamkan orang tua kepada saya sejak kecil. Sejak kecil saya tahu apa yang ingin saya lakukan.

Saya ingin masuk universitas dan ingin melakukan riset. Saya tahu itu sejak masih muda dan saya telah melakukannya meski kadang-kadang tampaknya mustahil. 

Saya yakin sekali bahwa akhirnya karya saya akan diakui sebagai kontribusi yang berharga terhadap pengetahuan tentang kemanusiaan. (Elias, dikutip dalam Mennel, 1992: 6-7).

Elias masuk dinas militer Jerman saat Perang Dunia II, dan seusai perang ia belajar filsafat dan kedokteran di Universitas Breslau. 

Meski studi kedokterannya maju pesat tetapi akhirnya ia tinggalkan demi untuk memusatkan perhatian sepenuhnya pada studi filsafat. 

Studi kedokteran memberikannya pengertian tentang saling berhubungan antara berbagai bagian tubuh manusia dan pemahamannya itu membentuk orientasinya terhadap antar hubungan manusia; membentuk perhatiannya mengenai figurasi. 

Elias menerima gelar Ph.D. pada Januari 1924; baru kemudian ia pergi ke Heidelberg untuk belajar sosiologi. Elias tak mendapat gaji di Heidelberg, tetapi ia sangat aktif terlibat dalam kelompok studi sosiologi di Universitas Heidelberg. 

Max Weber telah meninggal tahun 1920, tetapi salon yang dipimpin isterinya Mariane masih aktif dan Elias terlibat didalamnya. Ia juga bergabung dengan saudara Weber, Alfred yang menjadi ketua jurusan sosiologi di Universitas Heidelberg.

Maupun dengan Karl Mannheim yang agak lebih maju karirnya ketimbang Elias. Kenyataannya Elias menjadi teman dan asisten tak bergaji dari Mannheim.

Ketika Mannheim ditawari jabatan di Universitas Frankfurt tahun 1930, Elias menyertainya sebagai asisten resmi yang digaji (mengenai hubungan antara kedua orang itu dan karya mereka, lihat Kilminster, 1993).

Hitler berkuasa pada Februari 1933 dan segera sesudah itu, Elias, seperti banyak sarjana Yahudi lainnya (termasuk Mannheim), diusir dari Jerman, mula-mula ia tinggal di Paris, kemudian di London (ibunya mati di dalam kamp konsentrasi Jerman tahun 1941).

Di London lah ia menulis sebagian besar karyanya tentang proses peradaban (The Civilizing Process) yang diterbitkan di Jerman tahun 1939. 

Ketika itu tak ada pasar di Jerman bagi buku-buku yang ditulis oleh sarjana Yahudi dan Elias tak pernah menerima sesenpun royalti dari bukunya yang diterbitkan itu. 

Lagi pula bukunya itu kurang mendapat penghargaan di bagian dunia lain. Baik selama perang maupun hampir satu dekade sesudahnya.

Elias hidup luntang lantung dengan keuletannya tanpa jaminan pekerjaan dan tetap menjadi orang pinggiran dalam lingkungan akademis di Inggris. 

Tetapi, tahun 1954 Elias ditawari dua jabatan akademis dan ia menerima jabatan akademis di Universitas Leicester. Demikianlah Elias memulai karir akademis formalnya di usia 57 tahun. 

Karir Elias berkembang di Leicester diiringi oleh sejumlah terbitan karyanya. Namun, Elias kecewa dengan jabatan profesornya di Leicester.

Karena ia gagal dalam usahanya untuk melembagakan pendekatan pembangunan yang didirikan sebagai alternatif terhadap jenis pendekatan statis (pendekatan Parsons dan lainnya) yang kemudian sangat unggul dalam sosiologi. 

Ia pun kecewa karena sedikit sekali mahasiswanya yang menerima pendekatannya itu. Ia terus menjadi seperti seorang yang berteriak  didalam hutan belantara. 

Bahkan di Leicester dimana mahasiswa cenderung menganggapnya sebagai orang sinting yang meneriakkan masa lalu. 

Menarik memang untuk dicatat, bahwa selama Elias bertugas di Leicester, tak satu pun bukunya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan sedikit sekali Sosiolog Inggris ketika itu yang mahir berbahasa Jerman. 

Tetapi di Benua Eropa terutama di Belanda dan Jerman, karya Elias mulai dipelajari sejak 1950-an dan 1960-an. Pada tahun 1970-an, Elias mulai mendapatkan penghargaan tak hanya dikalangan akademik, tetapi juga dikalangan publik di Eropa. 

Selama sisa masa hidupnya, Elias menerima sejumlah penghargaan penting, menerima gelar Doktor Kehormatan dan berbagai penghargaan atas hasil karyanya tersebut. 

Sumber Referensi :

Buku Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam George Ritzer - Dauglas J Goodman

Sumber Foto : 

www.apuntesderabona.com

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !