-->

4 Problematika Perempuan Single Parent : Faktor Penyebab dan Contohnya

Apa saja permasalahan atau problematika yang dihadapi oleh perempuan (wanita) single parent. Berikut pengertian, faktor penyebab, dan contohnya.

4 Problematika Perempuan Single Parent : Faktor Penyebab dan Contohnya

Sosiologi Info - Apa saja permasalahan atau problematika yang dihadapi oleh perempuan single parent, mau tahu ?

Berikut ini ulasan dan penjelasan mengenai single parent, keluarga, faktor penyebab, dan contoh kasusnya di masyarakat.

Penulis : Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Riau | Oni Andriani Putri

Sekilas Memahami Problematika Perempuan Single Parent

Permasalahan yang di hadapi oleh perempuan single parent dalam kehidupan pribadi, sosial, keluarga, pekerjaan, maupun agama. 

Sikap profesional seorang single parent sangat diperlukan bagi seorang anak. Namun tidak dapat di pungkiri bahwa tidak sedikit masalah yang akan di jumpai ketika menjadi seorang single parent. 

Seorang perempuan yang menjadi seorang single parent tidak hanya akan memberikan pengasuhan dalam kehidupan rumah tangganya. 

Tetap juga memberikan nafkah  bagi keluarganya. Oleh karena itu bisa saja terjadi konfilk peran jika salah satup eran yang dilakukan dengan baik tetapi salah satu peran diabaikan.

Oleh karena kedua peran tersebut harus dilakukan secara seimbang karena sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian. 

Peran perempuan saat ini tidak lagi hanya sebagai seorang yang bekerja dalam ranah domestik sajap. Tetapi saat ini telah berkembang juga menjadi seseorang yang juga bekerja dalam ranah publik. 

Perubahan peran menjadi ganda ini tentu menjadi problematika yang cukup serius yang di alami oleh seluruh perempuan single parent.

Memahami Arti Keluarga

Keluarga merupakan sekelompok individu yang terdiri dari suami, istri, dan anak yang hidup bersama dengan berbagi suka dan duka, serta pengalaman guna mencapai tujuan bersama yaitu bahagia. (Prayitno., 2006.)

Fenomena yang kita hadapi saat ini adalah semakin banyaknya keluarga yang tidak lengkap seperti anak tanpa ayah atau ibu. 

Fenomena seperti yang telah penulis sebutkan disebabkan oleh banyak faktor, seperti perceraian, kematian pasangan, kehamilan diluar nikah maupun keengganan menikah dan memutuskan untuk mengadopsi anak. 

Sejatinya tidak ada perempuan yang mau menjadi single parent. Namun demikian, hal itu bukanlah sebuah keinginan, melainkan sebuah pilihan hidup yang di desak oleh kondisi sangat genting. 

Tentu ini tidak mudah bagi mereka. Jika seorang ibu tidak kuat maka akan berdampak buruk bagi anak-anaknya. Pengertian single parent secara umum adalah orang tua tunggal. (Lailiyah., 2013.)

Single parent mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan pasangan. Perceraian adalah satu di antara banyaknya penyebab single parent. Kehidupan perempuan single parent saat ini yaitu dalm konteks beban ganda. 

Temuan penelitian (Zalona., 2011.), menunjukkan bahwa sebagai orang tua tunggal, ibu janda mengalami berbagai masalah dalam menjalankan fungsinya sebagai orang tua bagi anak-anaknya.

Peran perempuan single parent saat ini tidak lagi hanya bekerja dalam ranah domestik saja, tetapi sekarang berubah menjadi seseorang yang juga bekerja dalam ranah publik.

Perubahan yang terjadi pada seorang single parent yang awalnya menjadi seorang ibu dan istri. Kini berubah menjadi ibu sekaligus ayah.

Yang tak hanya mendidik, merawat, mengasuh anaknya tapi juga harus menafkahi keluarga tak menyurutkan semangat perempuan single parent.

Mereka terus berupaya melanjutkan dan memperbaiki hidupnya untuk kembali membangun keluarga secara harmonis. 

Peran perempuan single parent sebagai kepala keluarga sangatlah penting, dimana ia akan melakukan tugas gandanya sebagai kepala keluarga.

Yang punya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan ia sendiri serta kebutuhan anak-anaknya dan juga harus berperan sebagai seorang ibu yang mendidik anak-anaknya, sekaligus juga melakukan pekerjaan domestik.

Tanggung jawab yang dimiliki oleh Perempuan single parent sangat besar. Selain keharusan untuk menyekolahkan anak-anak dan memenuhi kebutuhannya.

Mereka juga bertanggung jawab dalam menanamkan perilaku serta etika anak menjadi lebih baik. Menurut (B.Hurlock., 1980.) mereka yang sudah janda akan mengalami permasalahan ekonomi yang jauh berkurang dari pada saat bersama pasangan.

Kemudian bagi mereka yang ekonominya rendah maka tidak mau mengikuti perkumpulan-perkumpulan sosial sebagaimana wanita yang mempunyai pasangan. 

Selanjutnya pada masalah seksual, beberapa perempuan single parent memenuhi kebutuhan seksual. Dengan memiliki hubungan gelap dengan laki-laki lain dan ada yang menikah lagi, sedangkan sebagian lain tetap berlarut dalam keadaan tertekan.

Mereka tidak lagi ada keinginan untuk menikah lagi meskipun mereka mengalami kesulitan dalam membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. 

Alasannya adalah karena masih kuat untuk menafkahi anak-anak dan keputusan menikah lagi adalah keputusan yang sulit karena perlunya pertimbangan dari anak-anak. 

Selain itu para perempuan single parent merasa jika di usia yang sudah tua menikah untuk yang kedua kalinya itu bukan hal yang lumrah terutama bagi kaum wanita dimata masyarakat. 

Sejatinya setiap permasalahan itu dicari penyelesaiannya. Permasalahan tidak mungkin dibiarkan terus sampai berlarut-larut, karena akan menyebabkan kehidupan sehari-hari terganggu dan terkesan tidak efektif.

Dalam menghadapi permasalahan, individu pada yang dapat mengatasi permasalahannya sendiri dan ada juga yang membutuhkan bantuan orang lain. 

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana problematika yang di hadapi oleh perempuan single parent, simak pada pembahasan berikutnya.

Ada Enam Pengelompokan Keluarga

Masing-masing orang mendefinisikan keluarga dengan beragam definisi. (Friedman, 2010.) mengartikan keluarga sebagai sekumpulan individu yang di ikat oleh hubungan perkawinan.

Adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social.

Dari individu-individu yang ada di dalamnya yang terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama. 

Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. 

Dari kedua pengertian tersebut, keduanya memiliki persamaan arti dimana dalam keluarga terdapat pikatan perkawinan yang tinggal bersama dalam satu tempat tinggal dengan menjalankan peran masing-masing serta keterikatan emosional.

Pengelompokan keluarga menurut (Suprajitno., 2003.) ada 6, yaitu:

1. Dyadic Family (keluarga bentukan kembali), merupakan keluarga yang terbentuk setelah perceraian atau kematian pasangannya.

2. Single Parent Family (orang tua tunggal), merupakan keluarga yang hanya terdiri dari suami atau istri saja.

3. The Unmarried Teenage Mother (ibu dengan anak tanpa perkawinan)

4. The Single Adult Living Alone (orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah)

5. The Non-Marital Heterosexual Cohabiting Family (keluarga dengan anak tanpa pernikahan)

6. Gaypand Lesbian Family (keluarga yang di bentuk oleh pasangan se-jenis kelamin)

Memahami Penjelasan Pengertian Single Parent

Keluarga pada umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Fenomena yang kita hadapi saat ini adalah semakin banyaknya keluarga yang tidak lengkap seperti anak tanpa ayah atau ibu.

Mereka yang hidup sendiri tanpa pasangan ini disebut dengan single parent. (Harmani., 2012.) mengartikan single parent sebagai keluarga dengan orang tua tunggal, terdiri dari ayah saja atau ibu saja. 

Beberapa penyebab seorang perempuan menjadi single parent, yaitu:

1. Perceraian

(Cohen., 1992.) menyatakan bahwa perceraian terjadi karena dua individu tersebut memiliki kepribadian serta latar belakang berbeda.

Yang seharusnya dengan perbedaan itu mereka bersatu, namun mereka tidak bisa melakukan hal tersebut. Endingnya, perceraian menjadi jalan terakhir bagi kedua individu tersebut.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan.

Bahwa “beberapa penyebab perceraian, diantaranya salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kempuannya……”

2. Kematian

Selain akibat perceraian, seorang perempuan bisa saja menjadi single parent ketika suaminya meninggal. Baik meninggal karena kecelakaan, sakit yang telah lama di derita, dan lain sebagainya. 

Fenomena ini tentu menjadi problematika yang cukup serius bagi seorang perempuan. Namun, perlu diketahui bahwa  anak juga jauh lebih merasakan penderitaan ini. 

Istri yang di tinggal suami akan otomatis menjalankan peran ganda. Dalam konteks ini, jika sang ibu tidak mampu memberika waktu atau.

Tidak memperlakukan anak seperti teman sebayanya maka anak bisa merasa kurang kasih sayang, tidak mendapa perhatian, terpojokkan, dan muncul sifat-sifat tidak senang lainnya. 

Problematika Yang di Hadapi Perempuan Single Parent

Seorang single parent, baik ia seorang laki-laki (suami/ayah) maupun perempuan (istri/ibu) tetap akan merasa berat jika menyandang status sebagai single parent ini. 

Karena mereka yang biasanya melakukan segala hal secara bersama, kini karena dituntut oleh keadaan harus melakukannya sendiri. Terlebih lagi seorang perempuan. 

Mereka yang semula tulang rusuk harus menjadi tulang punggung. Maknanya, tugas perempuan tidak lagi hanya pada ranah domestik, melainkan juga berperan pada ranah publik guna memenuhi kebutuhan keluarga. 

Untuk mengetahui lebih lanjut apa saja problematika yang di hadapi perempuan single parent, berikut akan penulis uraikan.

1. Peran Ganda Perempuan Single Parent

Seorang perempuan single parent, yang sebelumnya hanya berperan sebagai ibu bagi anak-anaknya, namun karena status ini harus bisa menghandle dua beban sekaligus, yaitu peran sebagai ibu juga sebagai ayah.  

Mereka yang biasanya berkutat pada kasur, sumur, dapur saja, sekarang harus berperan pada ranah publik juga guna memenuhi kebutuhan keluarga. 

Meskipun anak tetap mendapat nafkah dari sang ayah, namun tetap saja tidak cukup rasanya bagi seorang perempuan. 

Karena mantan suami tersebut hanya memberi jatah untuk anak, tidak lagi untuk sang ibu. Bagi perempuan yang sudah terbiasa bergelut dengan ranah publik, mungkinphalpini akan menjadi halpyang biasa saja. 

Meskipun demikian, ini tidak berlaku bagi mereka yang selama menjadi istri hanya menghandalkan uang dari suami saja. 

Peranpgandapyangpharus dilakukan olehpseorang perempuan singlepparent selanjutnya ialah perihalppengasuhan. 

Temuan penelitian (M.Dagun., 2002.) pertumbuhan seorang anak yang tidak mandapatkan peran asuh dari ayah, maka pertumbuhan anak tersebut di ibaratkan seperti pincang. 

Anak-anak ini cenderung memiliki intelegensi yang rendah serta rendahnya kemampuan untuk bersosialisasi. 

Terlebih jika pada anak laki-laki, sifat maskulinnya bisa saja menjadi luntur, meski sudah mendapat pengasuhan maksimal dari ibunya. 

Namun setiap orang memiliki kodrat masing-masing. Sama halnya dengan seorang ibu. meski ia sudah memberikan pola asuh yang maksimal.

Tetapi ada beberapa hal yang memang sudah kodratnya harus di lakukan oleh ayah dari anak tersebut. Satu diantaranya yaitu terkait dengan sifat maskulin. 

Seperti yang telah kita ketahui, perempuan hanya memiliki sedikit maskulinasi. Sehingga ketika seorang ibu merawat dan mengasuh anak laki-laki.

Maka hanya sedikit maskulinasi yang anak dapatkan. Padahal seharusnya dalam konteks ini ayah yang berperang penting.

2. Emosi yang Tidak Terkontrol

Tidak ada yang senang dengan status single parent ini. Terlebih jika di awal-awal kejadian. Mereka para perempuan khususnya cenderung sulit bahkan tidak menerima keadaan. 

Belum lagi ketika sudah terbiasa dengan beban gandanya, akan muncul rasa ketidakpuasan diri yang akan semakin memicu emosional. 

Contohnya  ibu A sebagai single parent bekerja sebagai ART. Sebelum berangkat bekerja, beliau harus menyiapkan segala persiapan anaknya untuk ke sekolah. 

Selanjutnya jika sudah pulang bekerja dengan kondisi lelah, beliau juga wajib menyiapkan makanan untuk anak-anak. 

Dari sini sudah terlihat beban ganda yang di tanggung ibu A. Karena kondisi lelah akibat bekerja seharian, ibu A mengalami rasa depresi, cemas, mudah tersinggung, dan perasaan tidak enak lainnya. 

Hal seperti ini tentu sangat berdampak pada sang anak. Seharusnya sepulang ibu bekerja anak mendapat kasih sayang justru mendapat luapan emosi. 

3. Turunnya Kualitas Kesehatan

Mengasuh anak seorang diri tanpa pasangan bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Akibat beban ganda yang dialami perempuan single parent.

Tidak menutup kemungkinan akan menurunnya kualitas kesehatan. Kewajiban untuk mengurus rumah tangga dan mencari nafkah membuat seorang perempuan single parent lebih merasa kelelahan. 

Beban ganda yang di tanggung perempuan single parent juga bisa menyebabkan perubahan pola makan. 

Mereka yang semula terpenuhi gizinya karena tidak kerja berat, namun karena kondisi ini tidak lagi terpikirkan oleh mereka mengenai kecukupan gizi tersebut. 

Bisa makan saja sudah sangat cukup bagi mereka para perempuan single parent. 

4. Kesulitan Me-Manajemen Waktu

Kesekian kalinya peran ganda menjadi sumber masalah. Akibat peran ganda yang dijalankan oleh perempuan single parent membuat mereka sulit untuk mengatur dan membagi waktu. 

Bergelut di ranah publik sudah menjadi keharusan untuk memenuhi kebutuhan. Namun ranah domestik tidak juga bisa ia tinggalkan. 

Di sisi lain anak juga butuhpperhatianpdanpkasihpsayangpyangplebih darinya. Selain perhatian, anak juga butuh pengawasan untuk menghindari hal-hal negatif. 

Hal-hal inilah yang membuat seorang perempuan single parent sulit untuk mengatur serta membagi waktu. 

Mereka para single mother ini juga perlu yang namanya Me Time. Alasan di perlukan Me Time ini ialah guna merefresh pikiran mereka, mencegah rasa depresi. 

Itu yang seharusnya di perlukan. Namun faktanya, tidak ada lagi waktu untuk Me Time bagi mereka. Untuk melakukan hal-hal yang wajib saja mereka kesulitan, apalagi untuk melakukan Me Time yang merupakan kebutuhan tersier ini. 

Nah itulah sekilas mengenai penjelasan Problematika Perempuan Single Parent : Faktor Penyebab dan Contohnya.

Sumber Referensi :

B.Hurlock., E. (1980.). Psikologi Perkembangan. Jakarta.: Erlangga.

Cohen., B. J. (1992.). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta.: PT. Rineka Cipta.

Friedman, M. (2010.). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan Praktek. Jakarta.: EGC.

Harmani., Y. (2012.). Teori Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.: Deepublisher.

Lailiyah., Z. (2013.). Perjuangan Hidup Single Parent. Sosiologi Islam., 90.

M.Dagun., S. (2002.). Psikologi Keluarga. Jakarta.: PT. Rineka Cipta.

Prayitno., E. (2006.). Psikologi Dewasa. Padang.: Angkasa Raya.

Rika, D. M., & Risdayati. (2013.). Peran Perempuan Single Parent dalam Menjalankan Fungsi Keluarga (Studi di Perumahan Widya Graha II Kelurahan Delima Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru). Psikologi Pendidikan dan Perkembangan., 9.

Suprajitno. (2003.). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta.: EGC.

Zalona., F. F. (2011.). Masalah-Masalah yang di Hadapi Ibu Janda Sebagai Orang Tua Tunggal di Kelurahan Bukit Surungan Padang Panjang. Padang.: Pustaka UNP

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !