-->

Peran Modal Budaya dalam Pendidikan : Teori Pierre Bourdieu, Contohnya

Peran Modal Budaya dalam Pendidikan : Teori Pierre Bourdieu, Contohnya
Peran Modal Budaya dalam Pendidikan : Teori Pierre Bourdieu

Sosiologi Info - Sudah pernah membaca pemikiran dan pemahaman dari Teori Pierre Bourdieu ? Nah kalau belum mari simak. 

Penjelasan dan ulasan serta pembahasan mengenai peran modal budaya dalam pendidikan, dan beserta contohnya, yuk baca.

Sekilas Memahami Pendidikan 

Salah satu tiket untuk ke masa depan yang lebih cerah, hari esok akan lebih baik jika dipersiapkan sejak dini dan hari ini. 

Pendidikan merupakan bentuk proses investasi yang sangat berharga untuk mewujudkan sebuah Negara menjadi lebih baik kedepannya.

Dengan cara mempertahankan keberhasilan pendidikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) nya.

Yang terletak pada praktik-praktik penyelenggaran pendidikan. Pendidikan itu hak bersama tanpa terkecuali yang harus diselenggarakan oleh suatu Negara.

Namun kenyataannya yang terjadi sekarang ini tidak sedemikian rupa oleh Negara, yang mana pendidikan sekarang menjadi suatu arena.

Atau setting yang hanya berlandaskan pada suatu kepentingan tertentu, misalnya seperti: Kepentingan pihak penguasa.

Baik di dalam arena politik maupun arena ekonominya dan lain-lain, sehingga seharusnya Pendidikan itu tetap harus memegang teguh pada Undang-Undang.

Agar memiliki pegangan yang kuat untuk menyamaratakan hak Pendidikan bagi seluruh anak di Indonesia seperti yang telah dijabarkan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang bahwasanya sebagai berikut:

“Setiap suatu warga negara berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam meningkatkan sebuah mutu Pendidikan hingga sampai sepanjang hayatnya tanpa terkecuali siapapun itu, Pendidikan dasar wajib ada di setiap warga negara yang berusia 7 tahun sampai dengan 15 tahun dan setiap suatu warga negara berhak untuk bertanggung jawab dalam keberlangsungan penyelenggaraan Pendidikan demi masa depan yang cerah.” 

Sektor Pendidikan sangat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM), namun tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan.

Masih ada proses dalam memperolehnya dengan kurun waktu yang sangat lama serta tentunya membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, mendukung, lengkap, dan maju.

Karena pada dasarnya perubahan itu akan selalu terjadi terus menerus dan dengan cara yang berbeda untuk mempertahankannya.

Padahal pendidikan bermakna sebagai pembebasan setiap individu dari keterbelakangan, penindasan, ketidaktahuan yang tidak dimengerti.

Suatu usaha bentuk sadar dan terencana untuk mewujudkan potensi yang ada di setiap individu, dan lain sebagainya.

Namun Pendidikan berbanding terbalik dari yang diharapkan selama ini oleh Indonesia. 

Anak Pinggir Jalan

Sama halnya dengan anak marginal, bahwasanya mereka sama-sama membutuhkan Pendidikan layak walaupun tidak mempunyai cukup dana.

Anak-anak hanya membutuhkan tempat untuk mendapatkan sebuah pengetahuan pendidikan, pengembangan bakat mereka, keterampilan dalam membaca dan menulis, serta lainnya.

Mereka biasanya harus bekerja belum pada waktunya yang terbilang harus mendapatkan Pendidikan wajib.

Kenyataannya mereka harus tetap membantu perekonomian keluarga dengan cara bekerja dan mau tidak mau memutuskan untuk berhenti dalam menuntut ilmu demi keberlangsungan kehidupan sehari-harinya. 

Sehingga alasan saya sangat tertarik untuk menganalisis sebuah fenomena atau masalah sosial ini, dikarenakan ini cerita fakta.

Ketika saya melewati jalan di Kertajaya Surabaya, ada seorang anak kecil yang mengaji hanya beralaskan sandal sambil menunggu ibunya berjualan koran.

Dan kebetulan saya tinggal di Waru Sidoarjo dan di Rungkut Surabaya (yang terbilang di daerah Perkotaan), bukan hanya di jalan Kertajaya saja, di daerah pemukiman kumuh.

Pemukiman dekat rel kereta api mayoritas di perkotaan banyak sekali anak-anak di pinggir jalan yang terbilang waktunya sehari-hari digunakan untuk mereka bekerja.

Seperti anak kecil yang mengamen di pinggir jalan, yang meminta-minta di warung kopi atau cafe, yang biro jasa paying di mall ketika turun hujan atau terik yang panas.

Berjualan air putih, tisu, dan lain sebagainya, apalagi bagaimana pendidikan yang terjadi di pedesaan pelosok yang tidak memiliki sarana dan prasarana sangat memadai.

Akan terbilang sangat miris sekali, ini menunjukkan jelas bahwasanya Pendidikan di Indonesia mengalami ancaman yang sangat besar.

Karena sebagian pendidikan hanya dijadikan ajang kepentingan oleh pihak penguasa berkepentingan untuk mendapatkan uang dengan cara apapun.

Seharusnya anak di usia tersebut masih sekolah, namun karena tidak adanya biaya dari keluarga, perekonomian yang rendah.

Mengharuskan mereka untuk turun ke jalanan mencari pekerjaan sesuai yang mereka bisa lakukan demi melanjutkan perekonomian kehidupan sehari-harinya.

Nah disini seharusnya ada solusi dari Pemerintah untuk memfasilitasi anak yang kurang mampu seperti ini untuk dapat tetap dalam melanjutkan sekolah.

Demi masa depan Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusianya (SDM) tanpa mengharuskan anak tersebut memiliki uang terlebih dahulu.

Atau singkatnya seperti melakukan sebuah perubahan pada sistem Pendidikannya agar sama rata tanpa ada pembeda.

Sehingga disini saya ingin sekali mengaitkan fenomena atau masalah sosial yang ada di lingkungan sekitar saya ini dengan salah satu tokoh Sosiologi Postmodern yang bernama Pierre Bourdieu. 

“Beberapa konsep terkenal dari Pierre Bourdieu” 

Dalam melihat fenomena semacam ini, Pierre Bourdieu sebagai seorang filsuf Perancis membahas pandangan terkenalnya, yakni struktur dominasi ekonomi dan dominasi simbolik.

Bahwasanya ada sebuah ketindasan didalamnya, dimana Pendidikan selalu dijadikan sebagai ajang arena politik dan ekonomi.

Untuk beberapa kelas kepentingan yang hanya memiliki modal, Pierre Bourdieu memiliki 4 konsep penting tentang modal, seperti: 

1.) Modal sosial, 

2.) Modal ekonomi, 

3.) Modal budaya, dan yang terakhir adalah 

4.) Modal simbolik, yang mana semua itu menghasilkan produk habitus dalam sistem pendidikannya, khususnya yang ada di Indonesia saat ini.

Padahal produk habitus itu terjadi karena adanya sebuah proses terhadap berbagai komponen-komponen yang ada di dalam sistem pendidikan tersebut.

Yang bertujuan untuk menuju sebuah perubahan yang lebih baik lagi untuk kedepannya, kenyataannya pendidikan mengalami perubahan yang terjadi.

Karena adanya pemangku kekuasaan yang memiliki modal saja (kekuasaan/otoritas), dan stratifikasi sosial yang tinggi.

Padahal dengan adanya Pendidikan merupakan salah satu harapan nyata yang dapat meningkatkan mutu kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Demi Indonesia yang lebih baik lagi untuk kedepannya, sehingga Pemerintah itu harus dapat mengatasinya dengan cara memberikan sebuah kesadaran.

Bahwa pendidikan semacam itu tidak bisa dijadikan kebiasaan untuk para pemangku kepentingan yang memiliki modal besar.

Seluruh anak Indonesia tidak memiliki perbedaan dalam segi Pendidikan, baik dari kalangan kelas atas, menengah, hingga kelas bawah.

Pendidikan tetap harus disamaratakan secara baik dan layak tanpa adanya pembeda anak tersebut siapa dan darimana asalnya.

Semua itu dilakukan demi menciptakan kualitas per individu yang lebih baik lagi untuk keberhasilan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia kedepannya. 

Modal budaya menurut Pierre Bourdieu adalah konsep mendasar yang berbeda dengan modal ekonomi.

Modal budaya itu ada di dalam suatu ilmu-ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu, seperti: 

Kualitas individu, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya, dimana ketiga hal tersebut adalah satu kesatuan yang sangat kuat dengan kualitas.

Dan kuantitas mutu Pendidikan di Indonesia, namun sayangnya potret Pendidikan di Indonesia sangatlah memprihatinkan bagi yang tidak mendapatkan Pendidikan.

Pierre Bourdieu juga mengatakan yang bahwasanya Jika seorang individu ingin mendapatkan suatu pengakuan di lingkungan yang baik di dalam bermasyarakat.

Maka dari itu setiap individu harus memperbaiki kualitas dan kuantitas dirinya terlebih dahulu lebih tinggi, sehingga jelas dengan Pendidikan individu itu dihargai oleh orang lain.

Pierre Bourdieu sangat mengaitkan Pendidikan dan kualitas individu sebagai modal budaya, karena jika kita memiliki kualitas yang baik akan berdampak ke kita untuk kedepannya.

Baik mencari pekerjaan, mencari peluang masa depan yang cerah, karena kita memiliki nilai lebih luas untuk masyarakat sekitar (posisi yang dominan dalam sebuah arena), dan lain sebagainya.

Namun tidak untuk Pendidikan bagi individu yang tidak mempunyai modal yang cukup, akan terbelenggu tertindas terbelakang dan lain sebagainya.

Inilah potret nyata Pendidikan yang terjadi sekarang ini di Indonesia, terlihat sekali adanya stratifikasi sosial atas kelas atas dan kelas bawah.

Kelas bawah menjadi merasa tidak memiliki peluang dari kelas atas yang memiliki semuanya dengan cara mudah. 

Jika dikaitkan dengan habitus, dimana arena dan habitus adalah 2 kesatuan yang berbeda penjelasannya.

Habitus lebih kepada pengalaman individu dan proses sosialnya dari waktu ke waktu, yang secara tidak sadar (spontan), tidak dinamis.

Sehingga habitus individu satu dengan individu lain akan berbeda, jika sama berarti mereka menduduki suatu posisi yang sama dalam dunia sosialnya.

Semisal dikaitkan dengan Pendidikan anak pinggir jalan contohnya: Jika pemerintah benar-benar mendirikan taman cerdas.

Atau taman prestasi atau taman belajar ataupun perpustakaan di kemudian hari, yang awalnya hanya untuk Pendidikan anak pinggir jalan (anak termarjinalkan).

Namun kenyataannya taman tersebut dapat memberikan ruang dan kesempatan bagi seluruh masyarakat tanpa harus masyarakat tersebut tidak mampu terlebih dahulu.

Jadi maksudnya taman itu digunakan secara umum oleh masyarakat untuk tempat dalam mengembangkan sebuah Pendidikan.

Bisa pendidikan melalui sebuah pelatihan, seminar, sosialisasi, pembelajaran seni, pembelajaran karakter, dan lain sebagainya.

Tidak harus Pendidikan itu selalu belajar mata pelajaran, dengan cara lain yang bermanfaat pun Pendidikan dapat terlaksana dengan baik.

Asalkan setiap individu memiliki semangat kuat dalam menempuh Pendidikan, karena Pendidikan ada formal dan informal.

Dan Pemerintah disisi lain juga memberikan kontribusi nyatanya seperti: Memberikan beasiswa, saling mendukung dan lain sebagainya. 

Serta arena adalah suatu ruang atau setting atau lapangan yang terstruktur dengan aturan beragam fungsinya yang khas dalam sebuah dunia sosial.

Maksudnya adalah jika Pemerintah mempunyai solusi mendirikan taman prestasi atau taman cerdas atau taman belajar ataupun perpustakaan kecil-kecilan.

Itu dapat menjadi sebuah arena yang bermanfaat bagi yang membutuhkannya khususnya anak marginal (anak yang tidak mempunyai banyak perekonomian, tetapi semangat dalam menempuh pendidikan).

Seperti: dalam mengakses bakat mereka, membaca, menulis, dan lain sebagainya dalam suatu tempat yang telah disediakan tersebut.

Jika di Surabaya ada Kampoeng Ilmu di Jalan Semarang, seharusnya bisa dimanfaatkan lebih baik dan bijak lagi oleh Pemerintahnya.

Agar Kampoeng Ilmu tersebut tidak hanya memperjualbelikan buku bekas, namun juga dapat bermanfaat bagi anak-anak marginal.

Yang ingin membaca secara gratis tanpa harus membayarnya ditambah dengan sarana dan prasarana yang mendukung.  

Kesimpulan 

Dimana potret Pendidikan yang terjadi di Indonesia sangatlah miris dan memprihatinkan, apalagi yang tidak mempunyai kekuasaan dan uang, akan tertinggal.

Apalagi di daerah perkotaan, Pendidikan di perkotaan terbilang maju dengan prasarana teknologi yang memadai, baik sinyal, komputer, dan lain sebagainya sangat mendukung.

Namun tidak untuk anak-anak yang tertinggal, bahwa terlihat sekali adanya sebuah ketimpangan ketidakadilan pendidikan yang benar-benar nyata adanya.

Mereka sama sekali tidak mendapatkan Pendidikan yang layak pada umumnya seperti anak-anak lainnya, mereka harus harus putus sekolah, menganggur.

Bahkan ditambah dengan usia masih belum waktunya sudah harus turun ke jalanan bekerja demi mendapatkan uang.

Dalam mencukupi perekonomian keluarganya untuk kehidupan sehari-harinya, padahal dengan adanya Pendidikan yang sama rata akan memiliki banyak dampak,

Seperti: Pendidikan dalam mendapatkan peran sosialnya ketika ditambah individu tersebut memiliki soft skill atau keterampilan dan hardskill.

Pendidikan sebagai suatu alat sosialisasi dari individu satu dengan individu lainnya, dan lain sebagainya.

Siapa sangka itulah potret Pendidikan sesungguhnya di negara kita di Indonesia, ironis sekali jika Pendidikan selalu dikaitkan dengan modal kekuasaan dan kelas yang ada. 

Jika ini tidak ada kelanjutannya maka Pendidikan bagi anak yang kurang beruntung akan terus terabaikan sampai kapan pun itu.

Tentunya lambat laun Pendidikan di Indonesia semakin menurun, sehingga disini Pemerintah harus memberikan kontribusi perhatian lebih.

Untuk anak pinggir jalan di daerah perkotaan maupun di pedesaan pelosok, bahwa Pendidikan itu sama saja tidak dapat dibedakan dari segi apapun.

Bisa dengan cara mendirikan taman prestasi atau taman cerdas bagi yang mengalami persoalan putus sekolah sebab akibat perekonomian keluarga.

Atau dengan cara lain sebagainya, sehingga dengan adanya peran serta dari Pemerintah tanpa disadari menjadikan suatu aset penting setiap daerah atau perkotaan.

Untuk mengembangkan sistem Pendidikan di Indonesia demi keberhasilan sumber daya manusia (SDM) di masa depannya untuk mengatasi krisis dan problematika bangsa.

Dan Pendidikan tidak selalu harus mendapatkan modal simboliknya berupa ijazah, sertifikat, piala, dan lain sebagainya, melainkan bagaimana pendidikan tersebut.

Bisa timbal balik bermanfaat kedepannya bagi diri sendiri, lingkungan masyarakat, bahkan bagi Negara, karena jika setiap individu tidak mempunyai keinginan.

Untuk memiliki banyak ilmu maka merugilah dikemudian hari, karena Pendidikan pada hakikatnya sangat penting untuk wadah masa depan kelak.

Mewujudkan individu yang berkualitas dan menjadi faktor penentu dalam kehidupan bermasyarakat yang efisien dan efektif. 

Nah itulah sekilas penjelasan dan ulasan serta pembahasan mengenai Peran Modal Budaya dalam Pendidikan : Teori Pierre Bourdieu.

Penulis Artikel : 

Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura, Lailatul Djannah

Sumber Referensi : 

Agnes, Z. A. (2018, Maret-April). Peran Taman Cerdas Jebres terhadap Pendidikan Anak Marginal di Surakarta (Studi Kasus Taman Cerdas di Jebres). Kumpulan Artikel Komunitas Braindilog Sociology.

Rahayu, W. (2017, April 21). Dinamika Komodifikasi Pendidikan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan Indonesia: Refleksi Pemikiran Pierre Bourdieu. Kumpulan Artikel Komunitas Braindilog Sociology.

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !