-->

Teori Sosiologi Kritis Herbert Marcuse dan Contohnya

Teori Sosiologi Kritis Herbert Marcuse dan Contohnya
Teori Sosiologi Kritis Herbert Marcuse dan Contohnya

Sosiologi Info - Sudah pernah membaca teori sosiologi kritis Herbert Mercuse ? Kalau belum coba deh baca analisa dari artikel berikut ini.

Biar lebih paham, ada juga contoh yang bisa kita lihat di lingkungan kehidupan sehari hari masyarakat terbaru di masa pandemi Covid-19. Yuk baca.

Mengenal Globalisasi  

Globalisasi bisa terjadi karena sebab akibat dari ekspansi pasar kapitalis (budaya pasar) yang sangat bermunculan kuat di berbagai bidang kehidupan sehari-hari.

Yang melahirkan perubahan-perubahan baru (revolusi) terhadap masyarakat untuk memiliki perilaku gaya hidup baru dan dimana kondisi pasar menjadi global dalam berkonsumsi.

Globalisasi biasanya dimulai dan ditandai dengan kemajuan infrastruktur teknologi, telekomunikasi, transportasi yang memadai, dan ditambah dengan adanya sebuah internet.

Yang menyebabkan semua proses globalisasi semakin menjadi cepat di seluruh dunia tanpa terkecuali, sudah tidak ada lagi pembatas ruang dan waktu.

Serta semakin mendorong manusia untuk menjadi manusia yang ketergantungan terhadap aktivitas ekonomi atau bisa dikatakan manusia.

Sudah masuk kedalam perubahan-perubahannya, karena manusia menganggap dengan adanya globalisasi ini semua menjadi mudah, efisien.

Memiliki kontrol yang jelas, rasionalisasi, dan lain sebagainya, sehingga disini terjadilah perubahan baik sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, agama dan lain sebagainya.

Dan konsumsi bisa dikatakan berlebihan karena pada dasarnya nilai semua mata uang terletak pada objeknya. 

Memahami Kapitalisme 

Para kaum kapitalis terus mencari peluang dari kelemahan masyarakat konsumen, demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan cara memproduksi secara massal.

Ditambah dengan globalisasi yang semakin tinggi dan kuat di era masyarakat modern saat ini, terutama pada perilaku konsumtif di kehidupan sehari-hari.

Khususnya para remaja yang masih muda-muda, globalisasi bukan hanya memberikan perubahan (revolusi) untuk kedepannya yang berdampak positif.

Namun juga memberikan perubahan gaya hidup yang melahirkan perubahan sosial meliputi pola interaksi sosial dan pola ekonomi.

Tanpa disadari sekarang kebahagiaan seseorang dinilai dari kebutuhannya, diukur dari apa yang mereka miliki selama ini, dan ini sekarang sudah menjadi sebuah budaya.

Budaya tradisional secara perlahan mulai sirna dan digantikan dengan pengaruh gaya hidup global di era masyarakat modern.

Yang semakin berkembang dan  berusaha untuk menyamaratakan selera. 

Pandemi Covid 19 (Corona)

Tatanan ekonomi di masa pandemi covid19 (corona) terbilang lagi turun menurunnya dalam perekonomian beberapa bulan yang lalu karena wabah global ini.

Namun perilaku konsumtif ini tetap sama walaupun sedang dilanda musibah, kapitalisme dan globalisasi mampu bertahan.

Karena mereka bisa masuk ke pangsa pasar dan mengetahui benar masyarakat akan terdominasi seperti apa.

Sehingga mereka mencari celah untuk masuk kedalamnya dan mempengaruhi mereka, sehingga tidak memutus kemungkinan jika ada masa pandemi ini.

Masyarakat modern berhenti dalam berkonsumsi, semakin maraknya online shop (pemesanan online) semakin mudahnya untuk masyarakat.

Dalam membeli tanpa harus berpikir panjang, ditambah dengan adanya globalisasi (teknologi) dari dalam rumah pun masyarakat sudah bisa untuk membeli.

Dan hanya menunggu barang sampai dirumah, baik makanan, minuman, barang branded, barang biasa saja, semua sudah mudah untuk dibeli.

Alasan saya sangat tertarik untuk menganalisis sebuah fenomena atau masalah sosial ini, dikarenakan ini cerita fakta dan.

Kebetulan saya tinggal di Waru Sidoarjo dan di Rungkut Surabaya (yang terbilang di daerah Perkotaan), mayoritas teman-teman saya berperilaku konsumtif.

Dari sebelum adanya Covid-19 hingga adanya Covid-19 tetap sama saja tidak ada pembeda apapun gaya hidup (lifestyle) nya.

Padahal mereka bukan seorang wanita karir atau bekerja, sama dengan saya hanya mahasiswa biasa yang tidak memiliki penghasilan tetap.

Hanya bergantung pada bulanan dari orang tua, sehingga disini saya ingin sekali mengaitkan fenomena atau masalah sosial.

Yang ada di lingkungan sekitar saya ini dengan salah satu tokoh Sosiologi Kritis yang bernama Herbert Marcuse. 

“One Dimensional Man” 

Di era masyarakat modern saat ini semua hal selalu berkaitan dengan pola konsumsi yang tidak dapat dikontrol sebab akibat dari adanya globalisasi (teknologi).

Dan pangsa pasar kapitalisme, produk kapitalis menjadi dominan dan tindakan ekonomi bukan karena didorong oleh kebutuhan saja melainkan tradisi.

Dan emosi yang berorientasi pada satu orang. Kapitalisme disini muncul untuk menguasai masyarakat dengan memperoleh hasil yang sebanyak mungkin.

Dan budaya konsumsi ditandai oleh nafsu pengeluaran yang tidak penting untuk kesenangan semata dan hasrat demi menunjukkan posisi status sosial.

Agar terlihat lebih unggul yang menjadikannya tanpa sadar itu berperilaku boros demi untuk menjadi terkenal dan dipandang oleh orang lain.

Dengan adanya perkembangan ini seharusnya semakin seseorang rasional semakin pula memperhitungkan fungsinya dalam membeli.

Karena pada dasarnya membeli itu sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi bukan keinginan semu yang dimanjakan.

Demi menunjukkan status sosial/simbol/citra diri/identitas diri/makna/tanda di hadapan orang lain, atau hanya sekedar menampakkan emosi sesaat.

Agar terlihat lebih unggul di kalangan masyarakat karena mengikuti suatu trend, namun semua itu bisa terjadi juga karena lingkungannya yang mendukung.

Seperti halnya di Perkotaan, apalagi di masa pandemi covid19 (corona) semua diskon-diskonan, dari barang branded seperti HM, PullBear, SportStation, Uniqlo.

Kemudian barang yang ada di shopee, lazada dan lain-lain semua menjadikan anak zaman sekarang membeli tidak cukup hanya satu dan tidak cukup hanya melihat sekedar fungsinya.

Dimana seharusnya anak muda zaman sekarang lebih memaksimalkan atau memprioritaskan kebutuhan yang benar-benar dibutuhkannya daripada harus berlomba-lomba.

Membeli hal yang seharusnya tidak dibeli, walaupun orangtua mereka mampu untuk membelikannya.

Namun setidaknya sebagai anak muda yang bijak harus lebih bisa mementingkan kebutuhan yang benar-benar dibutuhkannya. 

Herbert Marcuse mengatakan yang bahwasanya masyarakat modern sudah menjadi masyarakat satu dimensi karena masyarakat hanya berkiblat.

Pada satu dimensi saja yang diarahkan kepada satu tujuan belaka, dimana  menimbulkan pengontrolan baru secara halus dan bebas.

Hanya dengan media massa, media sosial, televisi, iklan, promosi, pameran, dan lain sebagainya, masyarakat modern sudah tidak sadar bahwa mereka.

Sedang ditawarkan dalam satu sistem dominasi dan kontrol sosial, yang membuat masyarakat kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri untuk berfikir kritis, tertindas.

Menjadi tidak rasional dalam keseluruhannya, sesuatu yang tidak penting menjadi kewajiban penting yang harus diprioritaskan.

Mereka tidak tahu apa yang melandasi mereka dalam membeli bahkan menggunakannya, mereka membeli bukan dari lubuk hatinya.

Melainkan agar dilihat oleh orang lain, dan menampilkan citra yang timbul dari sesuatu yang dibeli tersebut. 

Sama dengan  Remaja konsumtif, baik itu ada pandemi covid19 (corona) maupun tidak ada pandemi covid19 (corona) tidak memutus kemungkinan mereka untuk berhenti.

Dalam berkonsumtif, semua menjadi komoditi yang diperjualbelikan, hal sederhananya: Kuliah membutuhkan pakaian yang rapi untuk dikenakan.

Mayoritas dari para remaja tersebut tidak hanya mempunyai 1 dalam pakaian, dari warna gelap terang merk murah merk mahal semuanya harus  dipunyai.

Itu hanya dari aspek pakaian, contoh sederhana lainnya yang lagi trend adalah Masker, awalnya masker hanya digunakan untuk dapat mencegah penyebaran covid19 (corona).

Sekarang para remaja berbondong-bondong memperebutkan masker duckbill, masker KN95 karena terlihat lebih menarik untuk digunakan.

Walaupun masker 1x pakai itu dijual Rp. 5000-7000 per pcsnya, contoh yang lainnya Handphone atau Laptop.

Dulu handphone atau laptop hanya sekedar untuk telepon, sms, mengerjakan tugas, dan lain sebagainya, sekarang Handphone atau Laptop sudah tidak dimiliki 1 melainkan 2.

Bahkan lebih untuk fungsi yang berbeda dan ditambah jika ada logo Apple sudah dianggapnya orang tersebut mampu dalam semua hal.

Sehingga disini para remaja lebih baik membeli bekas demi mendapatkan logo daripada hanya sekedar membeli hp atau laptop china seperti Vivo, Oppo, Huawei, Asus, Lenovo, dan lain sebagaianya.

Contoh sederhana lainnya sudah mudah untuk ditemui di lingkungan sehari-hari baik dibidang kesehatan, pendidikan, agama, fashion, kecantikan, dan lain sebagainya.

Semua sekarang dibelinya hanya sekedar menampakkan jati diri agar dipandang  lebih istimewa daripada yang lainnya.

Baik lapisan masyarakat dari atas, menengah, bawah, tua, muda, selalu ingin menampakan jati dirinya di khalayak umum tanpa terkecuali. 

Pada dasarnya disini seseorang mengkonsumsi suatu objek tertentu bukan untuk sekedar kebutuhannya melainkan didorong demi kode tanda.

Bahwa individu tersebut mampu membeli komoditas tersebut, seperti kode tanda barang yang digunakan para artis yang masih remaja baik dari ujung rambut.

Hingga ujung kaki, tas sepatu pakaian dibelinya dengan harga jutaan bahkan miliar namun semua itu fungsinya tetap sama seperti pada umumnya.

Sehingga disini maksudnya adalah menampakkan kesan pertama kepada orang lain melalui kode tanda tersebut (identitas diri).

Saat ini konsumsi semakin bertumbuh menjadi suatu hal yang penting, yang mana lebih mementingkan hasrat keinginan daripada kebutuhan yang sesungguhnya.

Disinilah dampak dari masyarakat konsumtif itu timbul, yaitu tiada hentinya untuk memikirkan apa yang belum mereka miliki.

Selalu tidak bisa jika tidak membelinya, mengikuti sebuah tren atau yang sedang booming, semua itu dilakukan para kaum kapitalis untuk mencari peluang dan.

Celah dari kelemahan masyarakat konsumen, demi mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sehingga disini Herbert Marcuse ingin sekali.

Membebaskan kepalsuan-kepalsuan yang ada pada masyarakat modern, memperkuat mental, karena sudah waktunya manusia diberikan suatu kesadaran.

Agar tidak selalu tunduk dalam kemajuan semua ini dengan cara menentukan sikap kuat dan konsisten secara perlahan. 

Kesimpulan 

Perkembangan kapitalisme dan globalisasi makin tinggi di era masyarakat modern saat ini, terutama pada perilaku konsumtif di kehidupan sehari-hari khususnya para remaja.

Yang masih labil akan dirinya sendiri, seseorang berperilaku konsumtif karena menganggap jika seseorang menjadi konsumtif sesuai perkembangan.

Yang sedang trend menjadikannya dipandang lebih oleh orang lain, globalisasi bukan hanya memberikan perubahan (revolusi) untuk kedepannya.

Namun juga memberikan perubahan gaya hidup yang melahirkan perubahan sosial meliputi pola interaksi sosial dan pola ekonomi. 

Karena munculnya globalisasi budaya tradisional mulai sirna dan digantikan dengan pengaruh gaya hidup global di era masyarakat modern.

Pola pikir masyarakat modern sudah salah dalam memanfaatkan kemajuan yang telah disediakan oleh  Globalisasi dan Kapitalisme.

Seharusnya di masa pandemi covid19 (corona) saat ini perilaku masyarakat modern khususnya remaja tidak mudah terjebak dalam kesadaran palsu.

Dimana remaja harus bisa menyikapinya dengan antisipasi, karena jika tidak diantisipasi dengan benar-benar, ada resiko-resiko yang akan datang dikemudian hari.

Dalam perkembangan ekonomi global, karena pada dasarnya globalisasi dan kapitalisme adalah suatu satu kesatuan yang membentuk budaya konsumtif.

Jadi seluruh manusia sebagai makhluk sosial tanpa sadar telah terdoktrin oleh globalisasi dan kapitalisme yang menyebabkan kebutuhan pemuasan mereka.

Hanya sesuai kebutuhan semu (kebutuhan palsu) hanya didasarkan pada hasrat semata (agar tidak gengsi), seperti hanya memberikan simbol, tanda, menampakkan jati diri dan lain sebagainya.

Karena pada masyarakat kapitalis semua proses produksi menjadi massal dan konsumsi bukan lagi karena kebutuhan melainkan hasrat yang melahirkan budaya perilaku berkonsumtif tersebut.

Berbeda halnya terhadap masyarakat tradisional yang hanya mengkonsumsi karena kebutuhan saja. 

Remaja baik bekerja, mahasiswi, mahasiswa, sebagai penerus bangsa seharusnya dapat memberikan kontribusi yang nyata.

Untuk memajukan perekonomian di Indonesia yang sangat terpuruk ini, dengan cara berwirausaha, umkm, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya globalisasi dan kapitalisme dijadikan kekuatan untuk memajukan Indonesia lebih baik lagi kedepannya, bukan masyarakat menjadi terpengaruh oleh kemajuan ini.

Konsumtif semacam ini sudah merubah segalanya, sudah waktunya untuk masyarakat tidak selalu mengkonsumsi. 

Remaja konsumtif selalu merasakan apa yang dimilikinya ketinggalan zaman dan selalu ingin memperbarui lagi dengan cara membeli produk-produk terbaru.

Untuk menunjukkan gaya hidupnya ke hadapan publik khususnya teman-temannya, dengan itu tanpa sadar kita sedang mengoleksi barang-barang yang dibuat oleh kaum kapitalis.

Dengan dipromosikan oleh kecanggihan dari globalisasi, sehingga disini masyarakat khususnya para remaja harus.

Bisa memberhentikan perilaku negatif itu agar selalu berusaha mengkonsumsi sesuai fungsi dari barang tersebut. 

Nah itulah sekilas penjelasan dan ulasan mengenai pembahasan topik tentang Teori Sosiologi Kritis Herbert Marcuse dan Contohnya.

Penulis Artikel :

Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura, Lailatul Djannah

Sumber Referensi :

Buku 

Suyanto, D. B. (2014). Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta: KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.

Jurnal

Anggriawan Dwi Saputra & Refti Handini Listyani, S. M. (2017). Masyarakat Konsumsi Jasa Tato Pada Masyarakat Kota Surabaya. Paradogma, 1-11.

Darmaji, A. (2013). Herbert Marcuse tentang Masyarakat Satu Dimensi. journal.uinjkt, 515-526.

Solikatun, D. T. (2015). Perilaku Konsumsi Kopi Sebaga Budaya Masyarakat Konsumsi . Analisa Sosiologi, 60-74.

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !