-->

Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer : Profil, Perspektif, Contohnya

Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer : Profil, Perspektif, Contohnya
Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer : Profil, Perspektif, Contohnya

Sosiologi Info – Sobat pasti sudah tidak asing dengan teori interaksionisme simbolik kan? Nah menurut tokoh atau ahli Herbert Blumer memberikan pandangannya.

Dimana teori interaksi simbolik Herbert Blumer ini, yang ternyata melanjutkan studi yang pernah dilakukan oleh George Herbert Mead (1863 – 1931). 

Blumer juga ternyata menganut mazhab Chicago yang meyakini bahwa studi manusia tidak bisa dilakukan seperti penelitian dengan benda mati.

Ingin tahu kelanjutan latar belakang, contohnya dan yang lainnya? So, mari simak terus penjelasan materi berikut ini.

Sejarah Perkembangan Interaksionisme Simbolik

Sudah pada tahu bagaimana sih sebenarnya sejarah dari perkembangan teori interaksionisme simbolik yang ada ?

Nah mau tahu kan, mari simak dibawah ini beberapa mazhab dari perkembangan teori interaksionisme simbolik tersebut, yaitu :

Pertama, Mazhab Chicago

Pada awal perkembangannya, interaksionisme simbolik berasal dari dua aliran, Pertama, mazhab Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer (1962), Blumer meneruskan penelitian yang awalnya dilakukan oleh George Herbert Mead (1863 – 1931). 

Blumer berpendapat bahwa penelitian manusia tidak bisa dilakukan layaknya penelitian pada benda mati. 

Menurutnya, seorang peneliti harus memiliki perhatian pada pokok materi, terjun langsung pada pengalamannya, dan berusaha untuk memahami nilai dari tiap orang. 

Blumer melakukan pendekatan ilmiah dengan cara melalui Riwayat hidup, otobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews. 

Ia juga menghindari pendekatan kuantitatif dan statistik, tetapi ia lebih menekankan akan pentingnya pada pengamatan sendiri. 

Berikutnya, tradisi Chicago berpandangan manusia sebagai makhluk yang kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak tentu atau yang tak dapat diprediksi.

Individu dan masyarakat, dilihat sebagai suatu proses, bukan sebagai struktur untuk membekukan proses atau menghilangkan intisari hubungan sosial. 

Kedua Mazhab Lowa

Kedua, mazhab Iowa yang memiliki lebih dari satu pendekatan ilmiah. Tokohnya disini adalah Manford Kuhn.

Kuhn terkenal dengan karyanya yaitu Twenty Statement Self-Attitude Test atau yang lebih dikenal dengan teknik pengukuran menggunakan konsep pengujian sikap diri melalui dua puluh pertanyaan.

Pertanyaan tersebut bersifat konsensual dan sub konsensual. 

Pertanyaan dikatakan konsensual jika ia mengandung identifikasi kelas dan golongan; dikatakan subkonsensual jika ia mengandung identifikasi yang mengarah ke kualitas tertentu. 

Kuhn juga berusaha menjelaskan tentang konsep diri (self) untuk menjadi lebih konkret. 

Gagasan lainnya ialah tentang perencanaan tindakan (plan of action) yaitu sikap seseorang terhadap objek, hal ini dikarenakan perencanaan diarahkan oleh sikap.

Yaitu pernyataan verbal yang menunjukkan nilai tujuan tindakan maka tingkah laku dapat diukur. 

Konsep diri ini juga memiliki keterkaitan dengan tindakan individu terhadap diri meliputi: identitas, tujuan, ideologi, evaluasi diri serta hal yang tidak disukai.

Makna juga tidak terjadi dalam sekali, ia selalu saja temporer dan kemungkinan besar berubah-ubah. 

Makna memiliki peran penting dalam kehidupan sosial, sebab ia menjadi dasar interaksi sosial dan mengarahkan tindakan kita pada orang lain. 

Akibatnya, ia juga bisa membentuk sifat interaksi tersebut, apakah bersahabat, bertentangan, atau kompetitif. 

Makna juga akan menjadi sumber bencana atau konflik, ketika suatu kelompok menganggap makna itu ‘biasa’ dan kelompok lain menganggap makna itu sakral’, bahkan ekstrem sekali pun dimaknai sebagai representasi harga diri.

Oleh karena itu, sebuah makna di dalam masyarakat mestinya dipahami secara subjektif. 

Bahkan, jika ingin mencapai keteraturan, masing-masing pihak harus berempati atas masing-masing makna subjektif tersebut.

Gagasan Herbert Blumer banyak meneliti tentang makna sebagai bagian dunia interaksionisme simbolik.

Profil atau Biografi Herbert Blumer

Herbert Blumer lahir pada tanggal 7 Maret 1900, di St. Louis, Missouri. Mengawali karirnya di jurusan Sosiologi Universitas Chicago tahun 1927 – 1952. 

Blumer adalah mahasiswa dari George Herbert Mead, yang juga mengajar di Universitas Chicago. Setelah Mead meninggal, Blumer banyak meneruskan penelitian gurunya tersebut.

Tak heran jika gagasan Blumer banyak dipengaruhi oleh tradisi keilmuan yang telah digagas oleh gurunya tersebut.

Bukan waktu yang sebentar bagi Blumer untuk mengembangkan kembali gagasan Mead yaitu sampai 25 tahun lamanya.

Yang menarik disini adalah selama era Chicago, Blumer selain aktif pada bidang akademik, dia juga sempat menekuni bidang sepak bola profesional.

Sebagai mediator dalam perselisihan buruh, dan mewawancarai tokoh antagonis pada sebuah gangster. 

Penghargaan tertinggi selama kariernya adalah pada saat menjadi redaktur dari American Jurnal of Sociological Association (ASA) pada tahun 1956.

Perlu dicatat bahwa sumbangan penting dari Blumer adalah ketekunannya dalam mengembangkan pendekatan/perspektif interaksionisme simbolik dalam ranah sosiologi Amerika. Beberapa penulis menyebutkan bahwa yang menciptakan istilah interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) adalah Blumer. 

Ia mengembangkan beberapa konsep penting disini seperti penafsiran (interpretation), struktur dan proses, dan metodologi.

Kajian tentang interaksi yang diantarai penafsiran dan simbol terasa menjadi lebih hidup.

Sosiolog Yang Mempengaruhi

Sosiolog/Ilmuwan yang mempengaruhi pemikiran Blumer terbagi ke dalam dua kelompok., hal ini dikarenakan Blumer.

Dibesarkan dalam corak Mazhab Chicago (Chicago School), corak keilmuannya tidak bisa terlepas dari tokoh-tokoh yang muncul disana. 

Maka dari itu, corak pemikiran Blumer tidak bisa terlepas dari tokoh seperti: George Herbert Mead, Robert Ezra Park, dan William Isaac Thomas. 

Semuanya termasuk generasi yang memulai perjalanannya sebelum Blumer dan telah menancapkan pemikiran bagi Sosiologi Chicago yang bersifat pragmatis dan menjauhi pendekatan yang bersifat historis ideologis.

Gagasan Blumer mulai tampak ketika ia mengembangkan penelitian tentang makna (meaning) yang pada awalnya merupakan pengembagan lebih lanjut dari gagasan simbol yang digagas oleh Mead. 

Tidak sempurna ketika membahas realitas sosial hanya berhenti pada simbol, justru yang tak boleh kita lupakan bagaimana setelah kita mengetahui makna-makna (meaning) yang terdapat di dalamnya. 

Hal ini akan menjadi semakin jelas dan lengkap jika kita bisa menggali dan menafsirkan pergerakan dari makna-makna yang dimiliki manusia tersebut. 

Sebab, makna bukan hal yang bersifat statis, melainkan dinamis dan cenderung berubah-ubah.

Sementara itu, pemikiran filsuf John Dewey juga turut mempengaruhi gagasan Blumer. Dewey menolak penyelidikan filsafat untuk kepastian dan apa yang ia sebut sebagai,

“teori pengetahuan penonton”, gagasan bahwa memperlihatkan pada penggabungan masing-masing gagasan yang disana terdapat sesuatu berkaitan dalam realitas. 

Dewey berpendapat bahwa kehidupan manusia dipahami secara baik dalam hubungannya dengan lingkungan mereka dan didukung oleh perubahan filsafat praktis.

Gagasan penting Dewey yang digunakan Blumer adalah ketika menjelaskan tentang interaksi dinamis di antara manusia sebagai organisme biologis pada dunia lingkungan. 

Selanjutnya tujuan pemikiran adalah penyesuaian antara manusia dan lingkungan.

Para tokoh diatas sepakat menggunakan nama interaksionisme simbolik untuk menjelaskan suatu tindakan bersama.

Pada akhirnya nanti akan membentuk struktur sosial atau kelompok-kelompok masyarakat lain melalui interaksi yang khas. 

Teori interaksionisme simbolik berasumsi bahwa individu-individu melalui aksi dan interaksinya yang komunikatif dengan memanfaatkan simbol – simbol bahasa serta isyarat lainnya yang akan membentuk masyarakat.

Arti Makna

Blumer menjelaskan 3 (tiga) gagasan yang tak kalah penting yaitu: arti penting makna pada tindakan sosial, sumber-sumber makna, dan peran makna dalam penafsiran. 

Dari tiga premis tersebut, bisa dibagi ke dalam 3 penjelasan, yaitu: manusia bertindak atas sesuatu pada dasar makna yang dimiliki benda tersebut. 

Di sini dapat ditarik kesimpulan yaitu kesadaran merupakan elemen kunci dari tindakan bermakna  apa pun yang berkaitan.

Dengan kesadaran merupakan sesuatu yang individu sedang memberi petunjuk untuk dirinya, seperti detak jam, ketukan pintu, wajah teman, teguran dari teman, dan sebuah pengakuan bahwa ia jahat.

Untuk menandai sesuatu dan melepaskan diri dari rekayasa, selain melindungi, agar bisa memberikan sebuah makna. 

Pada kasus lain, banyaknya tindakan tidak terhitung, seperti apakah minor berdandan untuk dirinya atau major seperti mengorganisasi diri demi karier professional, individu.

Sedang menunjuk objek yang berbeda untuk dirinya, memberikan makna objek-objek itu, menilai kesesuaian pada tindakan mereka.

Dan membuat kesimpulan berdasarkan penilaian. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau tindakan dasar simbol.

Wallace dan Wolf (Wibowo, 2016) mengemukakan contoh yang bisa menggambarkannya. 

Dalam studi tentang suasana kematian (the situation of dying), peneliti mengamati strategi-strategi perawat untuk menghindari pikiran berikutnya.

Tentang suasana kematian. Juga, menghindari shift malam yang mana biasanya banyak pasien meninggal. 

Mereka kerap mengambil waktu liburan atau jatuh sakit pada waktu krusial.

Mereka menjelaskan strategi penghindaran sebagai berikut; 

“Perawat menemukan peristiwa kematian yang mengganggu; ancaman untuk keteraturan sentimental dari ruangan kematian meningkatkan jumlah kematian dan sejumlah perawat harus mengakui itu.” 

Melalui wawancara dengan perawat, peneliti menemukan makna suasana kematian yang mereka miliki. 

Karena mereka mendefinisikan ini sebagai pengganggu, beberapa perawat bertindak atas suasana kematian dengan menghindarinya jika semuanya mungkin.

Makna merupakan Sesuatu Yang Datang Dari Interaksi Sosial, Individu Memiliki Teman

Makna adalah produk sosial; diciptakan karena belum ada sebelumnya, dan tidak bersifat ada begitu saja. 

“Makna dari sesuatu untuk seseorang muncul dari cara orang lain bertindak pada pihak lain dengan memperhatikan sesuatu. 

Tindakan mereka berjalan untuk mendefinisikan sesuatu bagi orang lain.” oleh sebab itu, interaksi sosial butuh banyak waktu untuk mencapai keserasian dan persatuan. 

Hal ini berkaitan antara aktivitas kehidupan manusia dengan simbol-simbol karena memang kehidupan manusia salah satunya berada dalam lingkungan simbolik. 

Sebagai contoh, alat pemukul pada atlit base ball tidak sama maknanya dengan senjata suku kerdil (pigmy tribe) di Afrika, yang mana suku ini belum pernah melihat pertandingan base ball sebelumnya. 

Kesimpulannya, melalui interaksi dengan pihak lain dalam budaya mereka, individu belajar penggunaan peralatan dengan sangat berbeda. 

peralatan kebudayaan dan makna-makna yang terkandung didalamnya, keduanya muncul dari interaksi dengan orang lain di masyarakat.

Komunikasi dan simbol merupakan hal yang berkaitan dalam prinsip-prinsip komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Mulyana (Anam, 2017) mengenai komunikasi merupakan suatu proses simbolik.

Lambing atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan suatu kelompok. 

Lambing sendiri terdapat kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan makna objeknya disepakati bersama. Lambing adalah bagian dari salah satu tanda. 

Tanda dan bjek saling berkaitan yang dapat direpresentasikan oleh ikon dan indeks, tetapi ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. 

Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) menyerupai apa yang direpresentasikannya.

Pemahaman mengenai simbol-simbol dalam suatu proses komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting, karena menyebabkan komunikasi itu berlangsung efektif.

Perdebatan Fungsionalisme Struktural dengan Interaksionisme Simbolik

Layaknya Mead, Blumer memandang bahwa manusia sebagai objek yang aktif, berjuang, dan makhluk yang menyesuaikan. 

Blumer juga memandang perbedaan drastis antara konsep Mead tentang masyarakat dan konsep sosiologi yang menjangkau wilayah yang lebih luas atas hal ini sebagai sebuah struktur. 

Berbeda dengan Mead, Blumer tidak menolak keberadaan struktur, seperti peran sosial, posisi sosial, keteraturan tingkatan, organisasi birokrasi, hubungan antar lembaga, hubungan otoritas yang tidak sama, dan hobi. 

Ketika kaum interaksionisme simbolik berpendapat tentang struktur, mereka tidak mengartikannya lebih luas sebagai kultur. 

Terlebih, struktur yang dimaksud disini adalah sebagai sesuatu yang lebih fleksibel “peran interaktif”merupakan garis.

Yang masuk akal dari karakteristik tindakan dan menyatakan perasaan dari kepribadian khusus yang terjadi untuk menjangkau posisi yang sudah ada.

Hal yang menjadi masalah disini adalah fokus kajian interaksionisme simbolik menuntut penafsiran yang baru. 

Ketika pandangan lain cenderung menjauh, menghindar atau menyatakan tanpa menggali lebih jauh. Blumer berpendapat dengan menyebutkan contoh kasus dari beberapa situasi. 

Contohnya, ia menyatakan situasi yang lucu di mana perasaan memainkan peran yang penting, situasi yang lucu dimana perasaan memainkan peran yang penting; atau bahkan situasi yang sangat formal dan personal. 

Blumer melihat bahwa struktur kebudayaan dan struktur sosial bersifat mengikat, hal ini membuat Blumer memilih untuk fokus pada proses dalam analisisnya. 

Ia tidak mau menyerah mengenalkan bahwa tidak ada kemampuan analisis struktural yang bisa menjelaskan sesuatu berkaitan dengan situasi yang problematis.

Seperti yang ia katakana dalam penggunaan variabel pola (pattern variable)-nya Parsons untuk memberikan beberapa asumsi terkait tingkatan interaksi diri.

Tetapi Blumer melihatnya sebagai bentuk interaksi diri yang sangat membatasi.

Nah, itulah sekilas pemapran mengenai Herbert Blumer tentang Arti Penting Makna, Ilmuwan Yang Mempengaruhi dan Perdebatan Antara Fungsionalisme Struktural dan Interaksionisme Simbolik.

Demikianlah pembahasan dan penjelasan lengkap mengenai topik materi tentang Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer : Profil, Perspektif, Contohnya.

Penulis Artikel : Hussein Ruslαn Rαfsαnjαni, Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Riau

Sumber Referensi Sosiologi.Info:

Anam, N. S. (2017). Pemaknaan Persaudaraan (Studi Tentang Pemaknaan Persaudaraan dalam Pencak Silat di UKM Universitas Airlangga Surabaya. 1–20.

Wibowo, I. S. (2016). ANALISIS INTERAKSIONISME SIMBOLIK KELOMPOK MASYARAKAT DI KAWASAN WARUNG REMANG-REMANG DENGAN KEBERADAAN MASJID AL-AQOBAH (Studi Kasus Di Desa Jatirejo Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang). 12.

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !