-->

Gagasan Amitai Etzioni : Teori Komunitarianisme, Organisasi, Komunitas

Gagasan Amitai Etzioni : Teori Komunitarianisme, Organisasi, Komunitas
Gagasan Amitai Etzioni : Teori Komunitarianisme, Organisasi, Komunitas

Sosiologi Info – Melalui gagasan Amitai Etzioni kali ini kita akan mempelajari bagaimana Nurani seseorang kita muncul dalam kehidupan bermasyarakat. 

Inilah yang akhirya menjadi fokus dalam pemikiran Amitai Etzioni. 

Kehiduoan brmasyarakat yang demikian kompleksnya justru menjadi penghambat dalam diri kita untuk mendengarkan orang lain.

Ingin tau bagaimana kelanjutannya? Simak artikel dalam perspektif tokoh Amitai Etzioni : teori dan biografinya, dibawah ini.

Sekilas Perspektif dan Gagasan Amitai Etzioni

Pemikiran Amitai Etzioni menjadi salah satu gagasan yang relevan untuk menganalisis mengenai komunitas dan institusi sosial baik pada tingkat mikro ataupun meso. 

Jika dilihat pada tingkat mikro, kehidupan sosial seperti memberikan sebuah fondasi bagaimana suatu sistem sosial masyarakat.

Memerlukan sebuah “jiwa” atau narasi cerita dari suara moral yang dibentuk dalam kehidupan relasional (I-Thou). 

Jika tidak adanya fondasi seperti yang telah disebutkan diatas.

Maka masyarakat akan mengalami kerapuhan dan akan berdampak secara signifikan terhadap institusi sosial ekonomi dan politik. 

Biografi dan Profil Amitai Etzioni

Amitai Etzioni merupakan sosiolog yang mempunyai darah campuran Amerika Serikat dan Jerman yang lahir pada tahun 1929. 

Karyanya yang berjudul My Brother’s Keeper menceritakan tentang kehidupan personalnya sebagai murid dari filsuf eksistensialis. 

Martin Buber yaitu seorang filsuf eksistensialis yang turut mempengaruhi pemikiran Etzioni, menjelaskan bahwa manusia sebagai subjek (I-Thou) bukan sekedar objek (I-It). 

Disini moral menjadi pendorong untuk bersikap kontributif terhadap sesama individu sebagai subjek (I-Thou) yang menjadi intisari dalam pemikirannya. 

Etzioni mengkritik sikap individualis masyarakat barat yang semakin kental, dan dia mewarisi semangat sebagai seorang komunitarian. 

Dengan mengupas bagaimana seorang individu seharusnya bersikap proaktif dalam berkomunitas, Etzioni menjelaskan berbagai konsep sosiologis.

Seperti “suara moral” (the moral voice), komunitarianisme, kewajiban moral, serta partisipasi individu dalam kegiatan volunteristik

Hal yang terpenting menurut Etzioni adalah mengembalikan konsep-konsep yang dapat memperkuat komunitas osial dalam bentuk perkumpulan sosial-budaya dan kegamaan. 

Seorang individu akan akan merasa nyaman berada di tengah komunitasnya apabila keberadaannya sebagai seorang manusia (subjek) dapat diterima. 

Mengingat, setiap manusia adalah makhluk sosial dan saling membutuhkan satu sama lain, disini sosiolog berperan.

Dalam mengarahkan institusi sosial serta melestarikan suara moral dalam kesadaran Nurani masyarakat.

Etzioni dalam pemikirannya mengajarkan kita untuk bagaimana menjalankan peran dalam keluarga ataupun di tengah kehidupan bermasyarakat.

Untuk dapat membentuk inetgrasi sosial dan solidaritas di tengah gempuran arus modernisasi atau pun globalisas yang semakin tak terbendung. 

Etzioni ingin mengajarkan kembali bahwa institusi sosial  keluarga dan komunitas personal masih menjadi sesuatu yang sangat penting untuk membangun persatuan yang semakin autentik. 

Tanpa komunitas dan relasi sosial, kehidupan bermasyrakat akan menjadi hampa dan tak bermakna.
Teori Pemikiran Amitai Etzioni Tentang Komunitarianisme

Komunitarianisme merupakan sebuah gagasan yang dicetuskan oleh Amitai Etzioni dengan mengedepankan makna tanggung jawab dalam konteks kehidupan berkomunitas. 

Etzioni memiliki pemikiran yang serupa dengan Ferdinand Tonnies dalam mengartikan makna komunitas yaitu sebuah kelompok sosial yang memiliki ikatan intim (gemeinschaft). 

Komunitarianisme adalah usaha untuk membangun “intimasi” di tengah kehidupan bermasyarakat. 

Untuk membangun “intimasi” tersebut dibutuhkan sarana dengan membangun suara moral di dalam individu melalui kegiatan sosial yang dapat membangun ikatan sosial (Badeni, 2013).

Makna komunitarianisme yang digagas oleh Etzioni sangat berbeda dengan komunisme dan komunialisme yang digagas oleh Karl Marx. 

Jika Karl Marx mencetuskan komunisme sebagai gambaran utopia mengenai kehidupan bermasyarakat tanpa kelas.

Komunalisme adalah gambaran masyrakat yang dikendalikan secara otoriter oleh kelas elit, namun makna komunitarianisme disini adalah dorongan moral untuk membangun kebersamaan. 

Gambaran masyarakat yang tidak dikendalikan oleh elit ataupun tanpa elite tidak akan menjadi masyarakat yang ideal, tanpa ikatan moral yang membangun sebuah komunitas bersama. 

Komunitarianisme berupaya mendorong masyarakat untuk tetap menjaga kehangatan ikatan sosial, rasa kebersamaan, serta gotong royong lintas kelas dan kelompok sosial. 

Melalui komunitarianisme terdapat keinginan untuk membangun sebuah The sense of belonging. 

Pemerintahan yang terlalu kaku seperti totalitarianism dinilai dapat menekan “suara moral”, sedangkan kehidupan liberalisme yang terlalu longgar dapat melunturkan suara moral. 

Dalam hal ini, komunitarianisme berupaya untuk mencari “jalan tengah” yang dapat membangun kehangatan relasi antarindividu dan antarkelompok secara seimbang.

Awal mula tercetusnya pemikiran ini berawal dari pengaruh Bubr. 

Buber mengkritisi gaya hidup masyarakat modern yang semakin apatis terhadap kondisi sosial di sekitarnya, sehingga individu semakin terisolasi satu sama lain. 

Di tengah gaya hidup yang semakin individualis, tercipta sebuah pemikiran bahwa hak individulah yang menjadi fokus utama dalam kehidupan bermasyarakat. 

Menurut Ferdinand Tonnies, bahwa seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern.

Kesadaran kolektif masyarakat dalam kehidupan berkomunitas menjadi semakin luntur dari paguyuban (gemeinschaft) dan berubah menjadi patembayan (gesselschaft). 

Berbeda dengan Tonnies, Simmel berpendapat bahwa lunturnya kesadaran kolektif masyarakat modern sebagai bentuk tragedy budaya atau objektivikasi budaya. 

Robert Putnam sebagi sosiolog modern juga memberikan penjelesan mengenai fenomena ini yaitu Putnam melihat.

Bahwa kehidupan yang menjadi semakin individualis telah mengikis modal sosial, yaitu kapasitas individu untuk berpartisipasi di tengah kehidupan komunal.

Melalui berbagai macam pemikrian sosiolog tersebut, Etzioni kemudian mencetuskan konsep komunitarianisme.

Sebagai bentuk kritik terhadap liberalisme Barat yang lebih mementingkan hak individu dan melupakan kepentingan kolektif. 

Mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut Etzioni, masyarakat barat sudah terbiasa dengan ideologi liberalismenya dan sudah larut dalam proses individualisasi.

Yang lebih mementingkan hak individu dibandingkan dengan kewajiban moral yang seharusnya menjadi kewajiban bagi setiap masyarakat. 

Pada dasarnya, setiap individu memiliki hak dan kewajiban untuk dijalani, atau lebih tepatnya diberikan hak sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada sesama manusia. 

Lemahnya ikatan moral kepada individu dan kelompok sosial menjadi tantangan di tengah masyarakat barat yang terlalu menekankan sisi kebebasan dibandingkan empati (Nurochim & Nurochim, 2020).

Seiring dengan berkembangnya zaman, hal ini juga menuntut institusi sosial  yang hadir di tengah masyarakat untuk semakin modern dan canggih.

Seperti layanan jasa, terapi psikologis atau bantuan finansial juga sudah tersedia begitu saja dan semakin mudah di aksses untuk semua kalangan. 

Sehingga dorongan moral untuk mendukung sesama individu semakin lemah. Hal ini kemudian menimbulkan persepsi di tengah masyarakat sebagai berikut, 

“Ahh…biarkan saja dia, lagi pula di zaman yang sudah modern ini banyak layanan sosial yang mudah diakses untuk membantu dia, sehingga saya tidak perlu repot-repot membantu dia. Masih banyak urusan yang perlu saya selesaikan, biarkan saja itu menjadi tugas pihak yang berwenang.” 

Individu tidak lagi membentuk prioritas untuk bersikap etis, sikap konformis atau apatis yang terbentuk dari proses sosial seperti itu.

Teori Organisasi dan Komunitas oleh Amitai Etzioni

Etzioni mengembangkan gagasan Weberian dan Parsonian dalam konteks sosiologi organisasi. 
Hal ini dapat dibedakan dalam tiga bentuk organisasi berdasarkan keterlibatan dan kepatuhan.

Tiga bentuk tersebut adalah:

(1) sistem kepatuhan paksaan; 

(2) Sistem kepatuhan utilitarian, contohnya perusahaan bisnis yang memiliki pekerja yang memiliki keterlibatan kalkulatif.

Patuh terhadap organisasi karena dihargai secara materi sebagai contoh pekrja di kantor; 

(3) Sistem kepatuhan normatif, contoh biarawati yang terlibat dalam organisasi karena mendapatkan penghargaan secara simbolik.

Sebagai contoh pelayanan terhadap agama dan pengabdian masyarakat, pelayanan karena perintah Tuhan, seperti majelis pengajian, dewan gereja.

Kunci dari pemikiran komunitarianisme yang digagas oleh Etzioni adalah terbangunnya empati di dalam kesadaran kolektif individu.

Dan kelompok sosial serta menjadi elemen penting yang memunculkan kesadaran moral. 

Berbeda dengan pemikiran sosiolog klasik seperti Durkheim yang menjelaskan bahwa kesadaran kolektif adalah dorongan untuk membangun solidaritas sosial.

Dan Weber yang menjelaskan bahwa adanya sebuah makna nilai di balik tindakan sosial. 

Etzioni akan berpendapat bahwa adanya kesadaran dan nilai moral di balik tindakan komunitarian adalah sebuah keinginan untuk menginklusi, 

“Sang Asing” (The Stranger) dalam kehidupan bermasyarakat. 

Etzioni memberikan gambaran komunitarian tentang masyarakat dengan membagi hubungan antar tiga institusi sosial,

Sebagai “jalan ketiga” (the third away) sebagai bentuk uoaya membangun integrasi sosial, yaitu negara (state), pasar (market), dan komunitas (community). 

Dalam hal ini, negara digambarkan sebagai institusi politik sebagai perumus kebijakan formal. Pasar adalah institusi ekonomi yang mendistribusikan sumber daya. 

Komunitas adalah institusi sosial yang menjadi pusat pembentukan “suara moral” di tengah masyarakat. 

Institusi politik negara dan institusi ekonomi pasar lebih banyak bergerak pada tingkat makro-negara (nasional) dan meso-perusahaan (institusional). 

Namun, institusi sosial komunitas, seperti keluarga, agama, panti asuhan, dan juga ragam kelompok-kelompok paguyuban (gemeinschaft).

kelompok paguyuban (gemeinschaft) adalah pusat terbentuknya identitas dan terjalinnya relasi intim antarindividu dan kelompok sosial pada tingkat mikro. 

Menurut Etzioni, dibutuhkan keseimbangan antara ketiga institusi ini. Suatu masyarakat yang telah mempunyai sistem politik dan ekonomi cukup canggih mungkin saja bisa mendapatkan julukan sebagai “negara maju”. 

Namun, jika tidak memiliki komunitas yang sehat, modal sosial (trust) dan kapasitas untuk menjalin hubungan sosial akan menjadi semakin lemah. 

Di situlah anomi, disintegrasi sosial, dan kehidupan yang semakin individualis akan terjadi sehingga regenerasi penduduk suatu negara akan menjadi semakin lemah. 

Bagi Etzioni, sistem sosial seharusnya dibangun, namun tidak menggantikan kehadiran komunitas dalam masyarakat. 

Demikianlah pembahasan singkat mengenai ulasan dan pemahaman tentang Gagasan Amitai Etzioni : Teori Komunitarianisme, Organisasi, Komunitas.

Penulis Artikel : Hussein Ruslan Rafsanjani, Mahasiswa, Prodi/Jurusan Sosiologi Universitas Riau

Sumber referensi Sosiologi.Info:

Badeni, P. D. (2013). Kepemimpinan & Perilaku Organisasi.

Nurochim, S. N., & Nurochim, N. (2020). Sekolah: Kajian Teoretik Perspektif Sosiologi Organisasi. Indonesian Journal of …, 2(1), 66–81. 

https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse/article/view/2716

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !