-->

Kesehatan Mental Dalam Perspektif Sosiologi Agama

Kesehatan Mental Dalam Perspektif Sosiologi Agama

Kesehatan mental menjadi bagian penting dalam proses kehidupan manusia. Lalu bagaimana perspektif Sosiologi Agama dalam memandangnya ?

Sosiologi Info – Selanjutnya untuk memahami penjelasan tersebut, silahkan baca dengan saksama pembahasan singkatnya di bawah ini.

Kesehatan Mental Dalam Perspektif Sosiologi Agama

Situasi penyakit, terutama penyakit mental, dapat terjadi antar-agama di mana penyembuhan religius adalah solusi yang di perlukan dan di inginkan.

Penyembuhan biasa di lakukan secara sakral dan dianggap sebagai kerasukan roh serta di perlukan panggilan Tuhan serta pemuka agama yang di anggap paling ‘taat’ dalam ajarannya.

Individu yang sakit dan keluarganya berurusan dengan gejala penyakit jiwa dalam banyak cara, sebagian besar dibentuk oleh repertoar simbolik dan budaya mereka.

Individu dan keluarga pasien kemudian memberi label serta mengevaluasi penyakit, membuat penyesuaian peran sosial bagi anggota penyandang disabilitas.

Memutuskan apa yang harus dilakukan terhadap gejala tersebut, melakukan perawatan, dan mengevaluasi keberhasilan mereka.

Dalam semua aktivitas ini, mereka meyakini bahwa penyakit sesuai dengan nilai dan kultur yang melibatkan dimensi spiritual.

Tulisan-tulisan kontemporer tentang penyembuhan religius umumnya membedakan antara penyakit tubuh, penyakit emosi, dan penyakit jiwa.

Mmeskipun ada yang cocok untuk menyembuhkan ketiganya, menurut definisi, itu adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah.

Dalam pengertian religius, “penyembuhan” berarti “keutuhan”, atau pemulihan tubuh, pikiran, atau jiwa yang rusak.

Penyebab kehancuran itu, bagi banyak orang dalam tradisi Yudeo-Kristen, adalah dosa, putusnya hubungan individu dengan Tuhan.

Obat untuk dosa, tentu saja, adalah pengampunan, ciri utama agama Yahudi dan Kristen. Ilmuwan sosial baru belakangan ini mulai mengeksplorasi subjek tentang sikap-memaafkan dan relevansinya dengan kesehatan mental.

Enright dan rekan-rekannya di University of Wisconsin selama beberapa tahun telah mengadakan seminar tentang sikap-memaafkan sebagai salah satu aspek perkembangan moral.

Dalam pengobatan medis, tenaga medis juga memiliki pengobatan secara non-agama sehingga ini memengaruhi juga kepercayaan masyarakat yang sangat agamais.

Mengenal Ritual

Masyarakat beragama dalam pengobatan memercayakan bahwa dokter menyiratkan praktiknya sangat relatif. Sedangkan untuk pengobatan religius seringkali melibatkan ritual.

Di dunia sekuler, istilah “ritual” sangat sering berkonotasi pengulangan kosong dari tindakan yang tidak berarti, tetapi bagi pemeluk agama, ritual bisa menjadi bentuk praktik keagamaan yang sangat bermakna.

Kontribusi sosiologis untuk pemahaman kita tentang praktik-praktik ini dan kepentingannya bagi orang yang sakit jiwa bisa sangat besar.

Kita membutuhkan lebih banyak penelitian deskriptif tentang praktik penyembuhan religius yang ada dan distribusinya di masyarakat.

Dengan informasi deskriptif yang lebih baik, penggunaan ritual keagamaan sebagai sumber daya kesehatan mental dapat di gabungkan secara memadai dan akurat dalam penelitian psikiatri.

Orang mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental dari berbagai sumber.

Studi awal penyakit mental di masyarakat menunjukkan bahwa sebagian besar orang dengan penyakit mental tidak mendapatkan pengobatan apapun.

Di antara mereka yang mencari bantuan, berbagai sumber digunakan, termasuk profesional kesehatan mental, dokter nonpsikiatri, dan pendeta.

Kontribusi lain yang harus di berikan oleh di siplin sosiologi pada bidang agama dan kesehatan mental ini adalah kontribusi metodologis.

Teknik dan metode ilmu sosial memiliki dua bidang keahlian khusus untuk ditawarkan ke lapangan yang berasal dari sejarah panjang penelitian lapangan.

Dan studi observasional yang telah di lakukan dalam studi kesehatan dengan perspektif ilmu sosial.

Metode Penelitian yang Cocok

Metode penelitian sosiologis sangat cocok untuk jenis studi observasional yang di perlukan untuk lebih memahami hubungan antara agama dan kesehatan mental.

Kita membutuhkan studi longitudinal terhadap perwakilan populasi dengan keanggotaan kelompok agama yang beragam dan variasi yang baik dalam keterlibatan keagamaan.

Selanjutnya kita juga perlu menilai keterlibatan keagamaan pada awal penelitian dan kemudian mengikuti responden secara prospektif untuk perubahan kesehatan mental dan/atau keyakinan dan praktik keagamaan mereka.

Kemudian kita juga perlu menilai faktor risiko persaingan lainnya, seperti jaringan dan dukungan sosial, optimisme, pendidikan, pendapatan, atau kondisi sosial yang penuh tekanan.

Metode analisis data sosiologis kemudian akan memungkinkan kita untuk memeriksa dan mengisolasi efek independen dari faktor penting lainnya ini.

Serta untuk menentukan apakah faktor tersebut dapat membantu kita menjelaskan efek religiusitas apa pun.

Jika orang yang menghadiri kebaktian memiliki lebih banyak kontak sosial di masyarakat, misalnya, hal ini dapat menjelaskan mengapa mereka terlindung dari depresi selama masa pengangguran.

Metode penelitian sosiologis memberi kita alat untuk mengukur konsep keberagamaan secara memadai dan sensitif, untuk menetapkan urutan waktu dalam desain studi prospektif, dan untuk mengevaluasi mekanisme yang bersaing.

Akhirnya itulah ulasan singkat mengenai kesehatan mental dalam perspektif Sosiologi Agama.

Penulis : Indah Sari Rahmaini | Dosen Departemen Sosiologi Universitas Andalas

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !