-->

Diskusi Kritis Geopolitik Kewarganegaraan Menurut Marshall

Diskusi Kritis Geopolitik Kewarganegaraan Menurut Marshall
Diskusi Kritis Geopolitik Kewarganegaraan Menurut Marshall

Diskusi kritis geopolitik kewarganegaraan menurut Marshall pada artikel kali ini, menarik untuk di simak.

Mengikuti karya Barrington Moore, rute yang berbeda menuju pemerintahan modern memiliki konsekuensi berbeda untuk karakter kewarganegaraan.

Secara historis, kehadiran revolusi borjuis yang berhasil dalam pengembangan sistem-sistem politik modern adalah unsur penting dalam membangun demokrasi parlementer dan hak-hak sipilnya yang terkait.

Sosiologi.info – Konflik revolusioner melawan hak istimewa aristokratis dalam Revolusi Glorious 1688 dan Revolusi Prancis 1789 telah menjadi penting dalam pembentukan gagasan kedaulatan.

Diskusi Kritis Geopolitik Kewarganegaraan Menurut Marshall

Kemudian kewarganegaraan, keterwakilan dan kontrak sosial, dan dalam pengembangan konsep opini publik sama pentingnya dalam pembentukan kehidupan politik.

Jika konflik revolusioner yang berhasil melawan kekuatan aristokrat setidaknya merupakan salah satu aspek dari sejarah munculnya kewarganegaraan demokratis.

Selanjutnya, maka kegagalan perjuangan borjuis liberal (seperti di Jerman pada tahun 1848) memberikan satu aspek karakter birokrasi yang otoriter dan khas dalam kehidupan politik.

Misalnya di Jerman di bawah dominasi bangsawan Junkers. Sementara orientasi utama Moore untuk masalah asal-usul demokrasi yang terlibat hubungan historis antara tuan.

Dan petani dalam pengembangan masyarakat modern, pendekatan baru untuk demokrasi telah lebih peduli dengan implikasi geopolitik untuk istilah perubahan konstitusi.

Dengan demikian politik demokratis kontemporer berutang banyak pada kemenangan militer kekuatan Anglo-Saxon.

Tetapi di masa depan, karena persenjataan nuklir, pola perubahan yang di bantu perang tidak menjadi opsi.

Namun jika kita memeriksa periode sejarah barat yang jauh lebih lama, maka kita juga dapat melihat bahwa di Eropa modern awal pola konstitusionalisme.

(Majelis parlemen, kekebalan kota, dewan desa, dan sebagainya) merupakan fondasi penting untuk nanti gerakan demokratis.

Namun masyarakat itu terancam oleh serangan militer internasional besar-besaran yang sering di ubah dari konstitusionalisme memjadi absolutism militer-birokratis.

Brian Downing

Brian Downing (1988) telah menunjukkan bagaimana perbedaan sejarah militer Bradenburg-Prussia, Inggris, Swedia, dan Belanda penting dalam kelangsungan atau perusakan bentuk-bentuk awal konstitualisme.

Penambahan utama untuk studi perbandingan dalam sejarah kewarganegaraan dalam artikel ini adalah argumen bahwa cara-cara di mana ruang publik di atur secara budaya.

Selanjutnya juga memiliki implikasi penting untuk apakah pribadi di pandang sebagai area kekurangan atau arena pemenuhan moral.

Kemudian dalam masyarakat klasik, privat jelas merupakan kebutuhan dan privasi, sedangkan dalam masyarakat modern.

Dengan penekanan pada orientasi pencapaian dalam persaingan publik untuk kesuksesan materi, privat dipandang sebagai ruang waktu dan peningkatan pribadi.

Jika kita menganggap kemunculan historis publik sebagai fakta kemunculan politik, maka hubungan struktural antara privat dan publik, dan makna kulturalnya.

Itu merupakan komponen penting dalam setiap pemahaman tentang hubungan antara totalitarianisme dan demokrasi.

Pengalihan kedaulatan dari tubuh raja ke tubuh politik warga dengan demikian merupakan titik balik utama dalam sejarah demokrasi barat.

Karena ini menunjukkan perluasan atau ruang politik, bahkan penciptaan ruang politik.

Diskusi Kritis

Kewarganegaraan merupakan kajian yang sangat banyak dibahas dalam berbagai disiplin, terutama yang berhubungan langsung dengan pembahasan negara-bangsa.

Hak dan kewajiban warganegara yang bertalian erat dengan posisi dan status individu sebagai anggota komunitas politik bernama negara.

Selain itu, status warga negara lebih banyak diwarnai oleh kedudukan hukum yang berdampak kepada persoalan privilege sebagai anggota (warganegara) sebuah negara (Effendi, 2018).

Dalam tulisannya, Turner membahas garis besar teori kewarganegaraan dalam sudut pandang kajian sosiologis.

Menurut Para Pakar

Para pakar seperti Marshall dan Mann melihat kajian kewarganegaraan yang sangat berhubungan dengan kelas sosial dan struktur masyarakat.

Ada perbedaan penekanan diantara para penulis tentang kewarganegaraan ketika berbicara tentang tradisi kewarganegaraan.

Ada yang melihat kewarganegaraan terbagi kedalam dua tradisi besar dan ada juga yang melihatnya terbagi dalam tiga tradisi.

Mereka yang melihat adanya dua tradisi besar membuat pengelompokan pendekatan, membaginya kedalam liberal, republikan, dan komunitarian (Pangalila, 2017).

Teori kewarganegaraan Marshall masuk ke dalam tradisi liberal.

Ia menulis karyanya sesudah perang dunia kedua dalam buku Citizenship and Social Class (1950) yang mengkonseptualisasikan kewarganegaraan atas dasat tiga hak yaitu: hak sipil, politik, dan sosial.

Kemudian hak sipil mencakup perlindungan individu untuk bebas berbicara, berkeyakinan, dan berhak atas keadilan.

Misalnya hak politik mencakup hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Kemudian pada hak sosial adalah hak atas pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya.

Dalam kajian citizenship dan kelas sosial, rasanya tidak cukup lengkap jika hanya membahas dari segi tradisi liberal saja.

Lagipula, Marshall agaknya hanya terfokus dengan sejarah monolitik Inggris. Teori ini hanya bisa diaktualisasikan pada negara dengan sejarah kehidupan pasca perang dunia yang sama.

Penjelasan mengenai geopolitik dan struktur ekonomi malah akan berbeda dengan sejarah kehidupan negara-bangsa di negara selatan seperti asia dan afrika.

Mengikuti ideal citizenship dalam tradisi liberal dan republikan, menjadi jelas bagi kita bahwa kewarganegaraan juga harus berbicara secara normatif.

Misalnya tentang pembentukan warga negara yang baik. Tidak ada negara yang baik tanpa warga negara yang baik.

Apa yang disebut sebagai kebaikan bersama hanya akan terwujud jika terdapat warga negara yang aktif secara politik memperjuangkan hak dan kewajibannya.

Kemudian yang di perjuangkan bukan kepentingan diri, tetapi kebaikan bersama, untuk keperluan kajian kewarganegaraan dalam outline ini.

Menurut Turner

Selanjutnya, Turner membahas institusi kewarganegaraan identitas sosial, hakikat ketidaksetaraan, dan akses terhadap sumber daya sosio-ekonomi.

Menurut Turner, model politik kewarganegaraan secara tipikal memiliki satu fokus yang lebih tajam tentang hak politik, negara, dan individu.

Sejarah ide-ide politik tentang kewarganegaraan dimulai dengan teori kontrak sosial Jean Jacques Rousseau serta teori hak dari Johan Gottelieb Fichte daripada teorisasi citizenship dan kelas sosial dari Marshall.

Sosiolog mencurahkan perhatian untuk memahami bagaimana institusi kewarganegaraan melindungi individu dan kelompok dari dampak negatif dan tindakan tanpa tujuan dari pasar dalam suatu masyarakat kapitalis.

Fokus terhadap potensi redistributive dari institusi kewarganegaraan memberikan dasar bagi pendekatan sosiologis terhadap pertanyaan kesetaraan.

Jadi kewarganegaraan mengontrol akses individu dan kelompok terhadap kelangkaan sumber daya dalam masyarakat.

Istilah Marshall

Kemudian meminjam istilah Marshall, hak dan kewajiban regal setelah di lembagakan sebagai posisi status formal pada gilirannya hak dan kewajiban tersebut.

Lebih lanjut memberi rakyat sumber daya terutama ekonomi seperti ekonomi seperti keamanan sosial, perawatan kesehatan, subsidi perumahan, paket pensiun ataupun konsesi pajak.

Misalnya seperti dalam kerangka kerja liberal, hak untuk berbicara dengan bahasa yang di punyai seseorang di arena publik atau hak yang berkaitan dengan kebebasan beragama.

Sumber daya ini termasuk perumahan, kesehatan, penghasilan, pekerjaan dan juga sumber daya kultural seperti teori Boerdieu (Nurvenayanti, 2016).

Berbicara Indonesia dalam teori kewarganegaraan liberal dan republikan menjadi sesuatu yang menarik, maka dapat di tarik kesimpulan.

Yaitu,  apabila Indonesia melaksanaan teori kewarganegaraan liberal, dalam hal ini negara tidak mempunyai hak dalam mencampuri setiap gerak gerik individu.

Dan setiap individu memiliki kebebasan ekspresi yang tentunya tidak dapat di campuri oleh negara baik sosial, budaya, dan politik.

Individu berhak memperoleh kekayaan atau kepemilikan dengan usaha mereka pribadi sedangkan tugas negara dalam hal ini pemerintah wajib melindungi tiap kepemilikan dengan paying hukum yang di terapkan.

Namun teori liberal ini tidak dapat di laksanakan oleh Indonesia karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Maka dari itu, teori kewarganegaraan tetap memiliki berbagai kelemahan dan di kritis dalam setiap konteks sosial yang mendahuluinya.

Akhirnya itulah pembahasan Diskusi Kritis Geopolitik Kewarganegaraan Menurut Marshall

Penulis : Indah Sari Rahmaini

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !