-->

Idiografik Induksi Interpretatif dalam Kualitatif

Idiografik Induksi Interpretatif dalam Kualitatif
Idiografik Induksi Interpretatif dalam Kualitatif

Berikut ini pembahasan tentang Idiografik Induksi Interpretatif dalam Kualitatif yang dapat sobat baca dengan saksama ya.

Idiografis berarti bahwa pendekatan tersebut memberikan perwakilan simbolis atau deskripsi yang tebal atas sesuatu hal.

Sosiologi.info – Laporan penelitian interpretatif dapat di baca seperti novel atau biografi. Laporan ini kaya akan deskripsi rinci dan terbatas dalam abstraksi.

Misalnya seperti penafsiran di dalam karya sastra, ia memiliki koherensi internal dan berakar dalam teks yang merujuk pada pengalaman sehari-hari orang yang di pelajari.

Memahami Idiografik Induksi Interpretatif dalam Kualitatif

Tujuan idiografik adalah menyediakan penjelasan interpretative. Upaya metodologi ini adalah untuk menyediakan pembaca merasakan perasaan yang mendalam akan sosial orang lain.

Selanjutnya kenyataan dengan mengungkapkan makna, nilai, skema interpretatif, dan aturan hidup sehari-hari.

Sebagai contoh, idiografik dapat menggambarkan tipifikasi utama untuk mengenali dan menafsirkan pengalaman mereka. Sebuah tipifikasi bersifat pengalaman mereka.

Sebuah tipifikasi bersifat informal mengatur model, skema, dan serangkaian keyakinan yang di gunakan orang mengelompokkan dan mengatur aliran acara sehari-hari yang mereka alami.

Metodologis idiografik menyerupai peta yang menguraikan dunia sosial dan menggambarkan kebiasaan dan norma setempat.

Idiografik merupakan metodologi yang di gunakan oleh paradigma Interpretatif Social Science (ISS). Paradigma ini di perkenalkan sosiolog Jerman, Max Weber, dan filsuf Jerman yang bernama Wilhem Dilthey.

Karya besar yang di milikinya di bukukan dalam Introduction to the Human Science pada tahun 1883.

Dilthey berpendapat bahwa secara mendasar ilmu dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu Naturwissenschaft dan Geisteswissenschaft. Penjelasan pada Naturwissenschaft bersifat abstrak atau erklarung.

Sedangkan Geisteswissenschaft berakar pada pemahaman empatik atau verstehen (saling memahami) dalam pengalaman hidup masyarakat.

Dalam konteks ini Weber berpendapat bahwa ilmu sosial di butuhkan untuk mengkaji “meaningful social action” kebermaknaan tindakan sosial atau tujuan dari tindakan sosial.

Oleh karena itu, pendekatan ini peneliti harus memahami alasan seseorang atau motivasi seseorang dalam melakukan suatu tindakan.

Metode Hermeneutika

Dalam upaya memahami tindakan sosial, paradigma interpretatif menggunakan metode Hermeneutika. Metode ini muncul pada abad ke-19.

Istilah Hermeneutika muncul dari aliran Mitologi Yunani, Hermes, yang memiliki tugas mengkomunikasi keinginan dewa-dewa kepada makhluk hidup.

Hermeneutika banyak di temukan dalam hal yang bersifat humaniora, seperti filsafat, sejarah kesenian, studi religious, kritik sastra, dan lain-lain.

Hermeneutika mempelajari secara detail mengenai pembacaan atau pemeriksaan teks yang mengacu pada percakapan, kata-kata yang di tulis, dan gambar-gambar.

Melalui pembacaan, seorang peneliti dapat menemukan makna yang melekat dalam teks tersebut. Kemudian dalam hal ini, pembaca membawa pengalaman dirinya ke dalam suatu teks.

Ketika membaca suatu teks, seorang peneliti berupaya untuk meresapi atau mendapatkan pandangan inti yang ada di dalamnya secara menyeluruh.

Dan mengembangkan pemahaman secara mendalam bagaimana hubungan di antara bagian-bagian yang ada secara menyeluruh.

Dengan kata lain, makna kebenaran itu di peroleh melalui konsensus kebenaran yang di sepakati bersama.

Hasil akhir kebenaran merupakan pendapat yang bersifat relatif, subyektif, dan spesifik mengenai hal-hal tertentu.

Paradigma Interpretatif

Paradigma interpretatif memiliki beberapa varietas, yakni hermeunetika, konstruktivisme, etnometodologi, kognitif, idealis, fenomenologis logis, subyektivis, dan sosiologi kualitatif.

Kemudian, pendekatan interpretatif di kaitkan dengan sekolah interaksionis simbolik Chicago dalam sosiologi dari tahun 1920-an hingga 1930-an.

Seringkali orang hanya menyebut sebagai penelitian kualitatif karena paling interpretatif. Peneliti menggunakan observasi partisipan dan penelitian lapangan.

Teknik ini mengharuskan peneliti untuk mencurahkan banyak waktu untuk berhubungan langsung dengan informan.

Peneliti juga menganalisa transkrip wawancara atau mempelajari rekaman video dengan detail yang luar biasa untuk memahami komunikasi nonverbal yang halus rincian interaksi dalam konteksnya.

Ilmu sosial interpretatif menyangkut bagaimana orang berinteraksi dan bergaul satu sama lain.

Secara umum, pendekatan interpretative adalah analisis sistematis dari tindakan yang bermakna secara sosial melalui pengamatan langsung.

Lebih lanjut pengamatan langsung itu secara terperinci terhadap orang-orang dalam pengaturan alam untuk mencapai pemahaman.

Dan keterpencilan tentang bagaimana orang menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka.

Pandangan Bleicher

Menurut Bleicher (1980), orang dengan sengaja menciptakan realitas sosial bersama tindakan mereka yang bertujuan untuk berinteraksi sebagai makhluk sosial.

Berbeda dengan pandangan positivis bahwa kehidupan sosial menunggu untuk ditemukan. Metodologi idiografik mengadopsi lebih banyak ontology nominalis.

Realitas sosial sebagian besar apa yang orang anggap sebagai manusia yang mengalami dan memberikan makna padanya. Realitas sosial itu cair dan rapuh.

Orang membangun sebagaimana adanya ketika berinteraksi dengan orang lain dalam proses komunikasi dan negosiasi yang sedang berlangsung mengandalkan banyak asumsi yang belum di uji serta penggunaannya yang di terima begitu saja.

Kehidupan sosial muncul dalam pengalaman subyektif orang ketika mereka berinteraksi dengan orang lain dan membangun makna.

Menangkap perasaan subyektif orang tentang kenyataan untuk memahami kehidupan sosial sangat penting.  Akhirnya itulah pembahasan Idiografik Induksi Interpretatif dalam Kualitatif.

Penulis : Indah Sari Rahmaini

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !