-->

Konsep Ruling Class Strategis Menurut Marshall

Konsep Ruling Class Strategis Menurut Marshall

Berikut ini pembahasan tentang Konsep Ruling Class Strategis Menurut Marshall yang dapat sobat jadikan sebagai referensi.

Kritik yang sangat penting dan sistematis terhadap teori Marshall tentang kewarganegaraan telah di kembangkan oleh Michael Mann (1987) yang menyerang spesifisitas etnosentris dan evolusionisme dari perspektif Marshallian.

Sosiologi.info – Masalahnya adalah sementara skema Marshall mungkin cocok dengan Inggris. Secara historis dan komperatif tidak sesuai untuk masyarakat lain.

Inggris menjadi pengecualian dari aturan tersebut. Man (1987) mencatat bahwa argument Marshall sepenuhnya adalah tentang Inggris Raya, tidak satupun menyebutkan negara lain.

Hal tersebut membuat Marshall berkesimpulan bahwa Inggris sebagai tipikal kapitalis Barat secara keseluruhan ?

Konsep Ruling Class Strategis Menurut Marshall

Selanjutnya bahkan lebih akurat untuk mengatakan bahwa teori Marshall mengenai kewarganeragaan sepenuhnya tentang Inggris.

Oleh karena itu, ia menerima begitu saja kesatuan sosial-politik Inggris Raya. Representasi citizenship menurut Mann tidak hanya kemajuan teoritis utama atas paradigm Marshall.

Tetapi juga penting kontribusi untuk pemahaman kita tentang proses historis pembentuk kewarganegeraan.

Namun, nampaknya teori Mann lemah pada tiga isu penting, dan perdebatan ini dengan tesis ruling-strategies Mann saat itu memberikan konteks.

Di mana saya ingin lebih jauh menguraikan alternatif untuk atau setidaknya memodifikasi teori Mann.

Turner mengutarakan bahwa Mann memahami asal usul citizenship sebagai strategi hubungan kelas di mana negara memiliki peran utama yang harus di mainkan.

Misalnya dalam menciptakan stabilitas sosial, ia gagal mempertimbangkan pertanyaan tentang penduduk asli, etnis, dan nasionalisme dalam pembentukan kewarganegraan modern.

Sedangkan Mann (1987) memperingatkan kita bahwa budaya Kristen biasanya mengevaluasi negative dari politik.

Dalam arus utama teologi Kristen terus menempatkan individualistis pada ekspansi kewarganegaraan politik aktif.

Turner berpendapat bahwa baik Kristen maupun Islam berkontribusi untuk pengembangan kewarganegaraan dengan memberikan wacana universalistik ruang politik.

Ruang politik itu yang menantang etnis dan kekerabatan sebagai ikatan primordial masyarakat.

Dari Denizens to Citizens

Secara historis, konsep kewarganegaraan terkait dengan perkembangan negara-kota di dunia klasik Roma dan Yunani.

Kemudian di zaman kuno dunia, negara-kota adalah arena publik bagi orang-orang bebas yang rasional berfungsi sebagai asuransi kolektif terhadap ancaman eskternal dan internal konflik.

Dalam masyarakat Yunani dan Romawi klasik, kelas dominan sangat tergantung pada kerja paksa untuk produksi langsung dan layanan domestik.

Dengan demikian, kelas yang dominan adalah populasi perkotaan bebas, di dasari hukum, warga negara yang tetap bergantung pada eksploitasi perkebunan besar oleh tenaga kerja budak.

Karena para budak ini sering di peroleh dengan penaklukan militer, setiap warga negara yang di lahirkan bebas adalah terancam oleh kemungkinan perbudakan dan kehilangan status.

Karena hak kewarganegaraan penuh di berikan kepada anggota polis yang punya hak untuk berbicara dan memerintah.

Selanjutnya, ada kebutuhan ideologis untuk menjelaskan dan melegitimasi status bawahan wanit, budak, dewasa, dan anak-anak.

Kemudian subordinasi homseksual pria muda karena masalah hukum dan filosofis yang akut.

Masalah pembenaran pada alasan rasional keberadaan perbudakan mendominasi sebagian besar isu sentral filsafat klasik.

Struktur Kelas

Struktur kelas dunia kuno jauh lebih kompleks daripada pembagaian sederhana antara budak dan non-budak.

Diawal republic Roma, divisi sosial utama adalah antara para ningrat dan orang Plebian; kelas ningrat dibentuk oleh pemilik tanah besar yang memiliki hak untuk berfungsi secara politis dan memegang jabatan, bermain peran utama dalam pembentukan dan arah tentara.

Kelas plebian terdiri dari penyewa tak bertanah yang dipaksa untuk bekerja untuk ningrat dan dikeluarkan dari kehidupan politik.

Melalui operasi hubungan kredit, seorang debitur Plebian akan sering dipaksa menjadi status budak hutang.

Ketika kekaisaran romawi berkembang, perpecahan dalam masyarakat ini menjadi lebih pasti dalam menciptakan pembagian abadi antara kelas bawah dan kelas atas.

Dalam konteks sosial, gagasan hak kewarganegaraan memiliki makna yang sangat terbatas, menjadi status pemilik property (rasional) yang memiliki tugas dan tanggung jawab publik dalam negara-kota.

Masalah kewarganegaraan akibatnya merupakan masalah penting dalam pandangan tentang karakter unik rasionalisme barat.

Istilah ini juga terkait erat dengan gagasan tentang peradaban. Proses peradaban menjadi urban berarti ‘membuat kewarganegaraan’ orang tersebut.

Kota muncul sebagai topik dalam filsafat sosial dengan sangat kontradiktif makna.

Sedangkan Voltaire berpikir bahwa kota adalah inti dari kebebasan bersama yang menantang hierarki tradisional masyarakat pedesaan.

Pada awal abad 19, kota datang ke lebih sering di lihat sebagai pusat korupsi sosial dari dekadensi moral.

Dalam pemikiran sosial Jerman, muncul pada abad ke 19 nostalgia yang kuat untuk kehidupan pedesaan dan praktik pedesaan.

Nostalgia romantic ini mengkistral pada konsep Gemeinschaft dan Gesselschaft dalam karya Ferdinand Tonnies (1887).

Meskipun Tonnies sendiri tidak perlu berbagi komitmen konservatif ini kepada komunitas organik.

Namun seluruh masalah melankonlis kembali ke alam dan perkembangan kehadiran borjuis di tempatkan jauh lebih awal di romantisme abad ke-18.

Akhirnya itulah pembahasan tentang Konsep Ruling Class Strategis Menurut Marshall.

Penulis : Indah Sari Rahmaini

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !