-->

Teori Konflik dalam Perspektif Ralf Dahrendorf, Ada 3 Tipe Kelompok

Berikut ini penjelasan singkat mengenai teori konflik dalam perspektif Ralf Dahrendorf, serta ada 3 tipe kelompok.
Teori Konflik dalam Perspektif Ralf Dahrendorf, Ada 3 Tipe Kelompok

Sosiologi Info - Menurut Ralf Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan konsensus. Berikut ini penjelasan singkat mengenai teori konflik dalam perspektif Ralf Dahrendorf, serta ada 3 tipe kelompok. Yuk baca !

Saya gatal ingin nulis. Begitulah hati kecil saya berkata. Sempat tertidur sebentar setelah menyaksikan Live Youtube Presiden Sontoloyo, yaitu Bossman Mardigu Wowiek.

Tersentak dan tergerak untuk menulis artikel singkat tentang Konflik. Gak tau lah kenapa saya ingin menulis tentang konflik. Mungkin karena akhir-akhir ini terjadi konflik, hehehe
Teori konflik menurut Lewis Coser
Kalau sebelumnya kita sudah menulis tentang konflik, kamu bisa baca disini : Menurut Luwis Coser yang menyebutkan konflik memiliki fungsi yang positif 

Bagi Coser dengan adanya konflik antar individu, antar kelompok kepentingan, akan memberikan konsensus atau kesepakatan untuk menuju integrasi, yaitu persatuan. 

Dengan demikian, baginya konflik tidak hanya berkonotasi negatif, melainkan bisa juga bersifat positif. Saya harap kamu membaca konflik menurut Coser.

Fenomena sosial konflik yang terjadi di masyarakat. Dimana pun kamu tinggal, mau di negara maju, negara berkembang, ataupun negara belum berkembang, pasti ada saja konflik yang terjadi.

Baru-baru ini, kurang lebih 10 hari lalu, kejadian kematian George Floyd pada 25 Mei 2020. Dengan adanya kasus kematian tersebut sampai hari ini sudah terjadi konflik sosial di Amerika Serikat (AS).
Kamu bisa baca disini  :



Fenomena itu membuat berbagai pihat memanfaatkannya sebagai isu kepentingan bagi mereka, baik secara politis, ataupun lainnya. Terlebih memang, sering terjadi kasus yang sama, sehingga ini mencuat lagi sebagai rasisme. 

Kamu bisa membacanya sendiri yah, tentang konflik terbaru diatas. Tidak kalah menarik, di Indonesia juga kerap terjadi konflik-konflik berbau rasisme. Yah, kamu tahu sendiri lah ya tanpa saya menjelaskan lagi.

Pada konflik rasisme yang terjadi di AS, memang ada juga politisasi, apalagi sebentar lagi akan ada pemilihan presiden AS, beberapa kepentingan juga ikut menyukseskan konflik sosial disana.

Konflik-konflik kepentingan yang terjadi pada kaum buruh, serta berbagai dominasi kekuasaan yang terjadi dalam fenomena sosial masyarakat di Indonesia dan dunia memang tak bisa dielakan lagi.

Dalam masyarakat yang begitu kompleks, kalau Marx bicara konflik pada kelas borjuis dan proletar, maka Dahrendorf memandang konflik yang terjadi karena adanya kelompok-kelompok kepentingan yang ingin mendominasi.

Sekilas mengenal Ralf Dahrendorf. Teori konflik alternatif adalah teori konflik yang tidak mengikuti asumsi Marxian. Salah satunya dalam karya Dahrendorf. 

Dahrendorf dikenal sebagai pemikir yang pedul dengan pelayanan publik, akademik, politik, dan liberalisme. Ia lahir di Hamburg, Jerman pada 1 Mei 1929. 
Ia merupakan anak seorang politisi sosial Demokrat, Gustav Dahrendorf, sama seperti ayahnya, Ralf Dahrendorf juga aktivis pada masa rezimnya Nazi. 

Saat masih berstatus pelajar, Dahrendorf pernah ditahan di Camp Frankfurt-an-der-Oder, pada masa tahun akhir Perang Dunia ke II. 

Dahrendorf belajar filsafat dan karya klasik di Universitas Hamburg, Ia meraih gelar Doktor pada tahun 1952 sebelum mengikuti Postgraduate di Bidang Sosiologi di London School of Economics antara tahun 1952 dan 1954.

Ia memperoleh gelar doktor ke dua tahun 1956, kembali ke Jerman, Ia menjadi Profesor di Bidang Sosiologi di University of Hamburg tahun 1958. 

Ia kemudian memperoleh jabatan di University of Tbingen (1960-1965), dan di University of Konstanz (1966-1969), menjadi Vice-Chairman Komite Pendanaan (1964-1966).

Selanjutnya bisa kamu baca mandiri di Buku Rekonstruksi Teori Sosial Modern oleh Zainuddin Maliki. 

Teori konflik menurut Ralf Dahrendorf. Karya-karya yang dihasilkan oleh Dahrendorf tidak terlepas dari pemikiran dan karyaKarl Marx. Menurut Dahrendorf, karya Marx memang cukup bermanfaat dan aplikatif dalam meneliti masyarakat industri.

Memang, Marx fokus pada kelas kapitalis, antara borjuis dan proletar. Dengan analisis dan konsep yang dilakukan oleh Marx, sepertinya Dahrendorf kurang puas.

Ia kemudian, menganjurkan agar teori dan konsep yang disampaikan oleh Marx dapat di perbaharui lagi dalam menganalisa masyarakat industri modern.

Menurut Dahrendorf, Marx hanya mengacu pada masyarakat kapitalis saja, sementara telah terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam struktur sosial sejak Marx menulis. 

Perubahan itu membuat ada munculnya masyarakat baru, yang disebut dengan masyarakat industri modern atau pos-kapitalis.

Dahrendorf, juga menolak konsep tanpa kelas yang disampaikan oleh Marx dalam konsepnya, karena sangat spekulatif dan belum ada bukti emperiknya. Bagi Dahrendorf, semua itu tak benar, bahwa adanya dunia tanpa kelas.

Dalam kepemilikan alat-alat produksi, yang tidak sesuai dengan kondisi realitas masyarakat sekarang ini, seperti adanya diferensiasi dunia produksi dimana mengakibatkan mereka yang memiliki tidak secara otomatis menguasi.

Misalnya dalam kepemilikan saham suatu perusahaan atau dalam hal lainnya, mereka dipisahkan dari fungsionaris produksi, struktur itu lebih mengena jika dipahami dengan konsep pemilikan kewenangan.

Dahrendorf memperlihatkan adanya perubahan struktur sosial yang mendorong munculnya masyarakat pasca-kapitalis, yaitu :

(-) Terjadinya Dekomposisi Modal. Adanya peningkatan dan pertumbuhan organisasi bisnis yang menggunakan teknologi canggih, serta melemahnya pemilik dan kendali terhadap industri. 

Misalnya, dalam pengalihan pengendalian perusahaan ke tangan manajer atau direksi, direktur, dan sejenisnya, dengan imbalan gaji yang besar. Dengan demikain, dapat membuat legitimasi yang kuat dalam perusahaan tersebut.

(-) Terjadinya Dekomposisi Tenaga Kerja. Kita melihat adanya diferensiasi dalam kelompok-kelompok pekerja antara mereka sendiri. 

Misalnya, adanya tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus dan tidak mempunyai keterampilan, sehingga penempatan posisi kerja mempengaruhi, dan gaji yang didapat juga berdasarkan posisi tersebut. 

Nah, disinilah kesadaran kelas yang terjadi hanya pada internal mereka saja, bagaimana seseorang bisa naik jabatan atau kelas sosial dalam struktur perusahaan tersebut. Sehingga jauh untuk menjadi homogen atau sama.

Dalam kasus ini, dapat melemahkan proporsi mereka yang tak punya keterampilan atau unskilled labour.

(-) Perkembangan Kelas Menengah Baru. Istilah ini disebut oleh Dahrendorf sebagai Misleading.  Adanya perhimpunan kelompok-kelompok yang berbeda-beda dalam masyarakat industri.

Kalau pada konsep Marx yang terdiri atas golongan sebagai pekerja berkerah putih, seperti guru, akuntan, perawat, dan lainnya.

Mereka ini adalah bagian dari golongan kelas baru yang berada di tengah-tengah kemapanannya. Misalnya pada pekerja A*N, mereka sebagai kelas menengah baru, yang juga kedudukan sesuai dengan golongan dan pangkat.

(-) Pertumbuhan Mobilitas Sosial. Adanya mobilitas antar generasi yang terjadi, seperti jabatan atasan yang dimiliki seseorang (ortu) yang mana jabatan anaknya juga akan mengikuti jabatan tertinggi tersebut.

Sebaliknya, jika jabatan pekerja seseorang (ortu) berada paling bawah, maka anak-anak mereka yang ingin bekerja disana juga akan mengikuti jabatan ortu tersebut.
Nah, disinilah mobilitas antar generasi tumbuh sesuai jabatan dan self-rekrutmen. Bisa kamu lihat berbagai contoh yang ada disekitar kita.

(-) Pertumbuhan Kesetaraan. Adanya ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat membuat negara menjamin standart hidup mereka.

Bagi masyarakat yang berpenghasilan, baik yang berpenghasilan tinggi (banyak, gajinya besar) akan dikenakan pajak yang besar juga sesuai dengan penghasilan masyarakat tersebut.
Atau pada mereka yang kaya raya, juga akan dikenakan pajak yang besar sesuai dengan aset-aset mahal yang dimiliki.

Dengan demikian, pembayaran pajak tersebut akan digunakan untuk meningkatkan pembangunan manusia, serta berbagai upaya untuk menyalurkan bantuan kepada mereka yang dibawah garis kemiskinan.

Memang berbeda dengan teoritis konflik yang disampaikan Dahrendorf, ia melihat setiap masyarakat adalah subjek proses perubahan. Beberapa elemen masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan sosial.

Adanya keteraturan yang berasal dari paksaan anggota atas, dan keteraturan yang ada pada masyarakat dipelihara oleh kekuasaan. Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yaitu konflik dan konsensus.

Pada teoritis konflik akan menguji tentang konflik kepentingan dan paksaan, sementara pada konsensus menguji nilai integrasi.

Pada kenyataannya, masyarakat tidak bisa dipisahkan dari konflik, dan konsensus, dimana keduanya memang menjadi syarat.

Tidak akan kita menemukan konflik jika pada sebelumnya tidak ada konsensus, atau sebaliknya konflik dapat mengarakan kita pada konsensus dan integrasi sosial.

Wewenang dan Kedudukan

Dahrendorf memulai dengan fungsional struktur, dimana ia melihat sistem sosial sebagai penjaga kesatuan, dan dengan kerjasama sukarela, kesepakatan bersama, maupun kedua-duanya.

Pada teoritis konflik, yang menganggap bahwa kesatuan masyarakat dijaga oleh adanya kekuatan yang memaksa. Misalnya, beberapa kedudukan dalam masyarakat yang diserahkan pada kekuasaan dan kewenangan.

Disinilah, Dahrendorf memusatkan pada struktur sosial yang luas, kedudukan yang ada dalam masyarakat mempunyai jumlah wewenang berbeda-beda.

Perlu kita ingat, bahwa wewenang tidak terletak pada individu, melainkan terletak pada kedudukan dan kewenangan yang ada, serta kuat pengaruhnya.

Coba kita lihat, pada posisi jabatan setiap perusahaan, pasti mempunya wewenang yang paling atas sampai ke yang paling bawah. Kesemua mereka tuntuk pada kedudukan yang tertinggi dalam struktur tersebut.

Disinilah seseorang akan mengatur orang-orang lain, sesuai dengan posisi yang mereka dapatkan. Dengan cara itulah, mereka mengatur dan mengontrol orang-orang yang berada dibawah jabatannya.

Ingat ya wewenang itu diletakan pada kedudukan mereka bukan pada individu orangnya. Dahrendorf berpendapat, bahwa masyarakat disusun dari jumlah-jumlah unit yang ia sebut sebagai Imperatively Coordinated Associations.

Dilihat pada orang-orang yang dikontrol oleh sebuah hirarki wewenang kedudukan. Nah, disinilah terjadinya dikotomis antara setiap asosiasi wewenang, karena setiap posisi yang orang duduki mempunya kepentingan berbeda-beda, baik posisi atasan sampai kebawahan.

Inilah ditemukannya istilah kunci dari pada teori konflik Dahrendorf, yaitu Kepentingan. Pada setiap asosiasi, orang yang dalam posisi dominan akan mencari pemeliharaan terhadap status quo.

Sementara, orang pada posisi sub-ordinat akan mencari posisi perubahan. Nah, disinilah konflik kepentingan pada setiap asosiasi yang selamanya paling tidak laten, yaitu legitimasi wewenang selalu berbahaya.

Kepentingan superordinat dan subordinat adalah objektif dalam pengertian bahwa mereka direfleksikan dalam harapan peran yang melekat pada posisi wewenang tersebut.

Dahrendorf menyebut adanya kepentingan laten sebagai peran yang diharapkan, sementara kepentingan manifes adalah kepentingan laten yang menjadi sadar.

Tugas utama teori konflik adalah menganalisis hubungan antara kepentingan laten dan manifes. Kemudian, Dahrendorf membagi kelompok dalam tiga tipe kelompok besar, yaitu :

[1] adanya Kelompok Semu
[2] adanya Kelompok Kepentingan
[3] adanya Kelompok Konflik

Penjelasannya dari ketiga kelompok diatas, yaitu pada kelompok semu ialah sejumlah pemegang posisi dengan adanya kepentingan yang sama, dan mereka belum menyadari keberadaannya.

Itu juga termasuk dalam tipe kelompok ke dua yaitu kelompok kepentingan. Setelah itu, lahirlah kelompok ketiga, yaitu kelompok konflik sosial, yang mana berasal dari kepentingan-kepentingan tersebut.

Dengan demikian, dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan, yaitu kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawah (bawahan). Nah, kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda-beda, menurut Dahrendorf mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.

Coba kita lihat beberapa perusahaan yang ada posisi direktur, yang mana ada berbagai jenis direkutur, yang mereka juga mempunyai wewenang berbeda-beda, rentan terhadap konflik, karena adanya kepentingan disana.

Aspek terakhir dari teoritis konflik Dahrendorf yaitu pada hubungan konflik terhadap perubahan. Ya, memang, dimana adanya konflik, juga akan mengarahkan pada perubahan dan perkembangan dinamika yang terjadi.

Setiap kelompok konflik muncul, mereka pada menggunakan tindakan yang mengarahkan ke pada perubahan dalam struktur sosial.

Sumber refrensi bacaan lainnya :
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik
https://rumputmelawan.wordpress.com

Sumber Foto :
https://rumputmelawan.wordpress.com
https://www.ayosemarang.com

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !