-->

Pemikiran Paul Virilio dan Contoh Dromologi Kebudayaan Masyarakat

Dromologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dromos yang berarti berpacu (rush) dan logos yang berarti ilmu. Contoh Dromologi Kebudayaan Masyarakat.
Pemikiran Paul Virilio dan Contoh Dromologi Kebudayaan Masyarakat

Sosiologi Info - Pernah mendengar tentang dromologi ? Pemikiran ini datang dari seorang filsuf Prancis yaitu Paul Virilio. 

Mau tahu apa itu dromologi, dan bagaimana kaitannya dengan fenomena sosial masyarakat disaat pandemi Covid-19. Yuk baca !

Artikel 1 : Perubahan sosial masyarakat disaat pandemi Covid-19 meliputi perubahan pada nilai, sikap, dan pola perilaku. Misalnya dalam penerapan protokol kesehatan Covid-19, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan mengindari kerumunan.

Nah itu bisa kamu baca pada artikel pertama yaitu : Pengertian dan Contoh Perubahan Sosial : Nilai, Sikap, dan Pola Perilaku Masyarakat

Sekilas Pemikiran Paul Virilio tentang Dromologi. Sekilas tentang Paul Virilio, lahir di Paris, Perancis pada tahun 1932 adalah seorang professor di École Spéciale d'Architecture di Paris (1969-1999). 

Memahami pemikiran Paul Virilio tentang Dromologi juga menarik, apalagi dengan situasi pandemi Covid-19. Ketika, kecepatan ilmu pengetahuan 

Apa sih Dromologi ? Dromologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dromos yang berarti berpacu (rush) dan logos yang berarti ilmu. 

Dromologi diartikan sebagai ilmu tentang fenomena kecepatan, atau lebih tepatnya dengan cara bagaimana kecepatan menentukan atau membatasi cara dimana fenomena itu muncul. 

Dromologi merupakan teori yang berhubungan dengan proses kecepatan baik itu komunikasi, transportasi, telekomunikasi, komputerisasi, dan lainnya yang menggunakan teknologi sebagai alat penggeraknya. 

Kita lihat saat ini bahwasanya dromologi hadir dalam masyarakat bahkan meningkat di masa pandemi virus corona dan tak bisa terelakkan bahwa dromologi kebudayaan di masyarakat akan bertahan ketika manusia bisa beradapatasi dan menganggapnya sebagai nilai. 

Dromologi kebudayaan yang erat kaitannya di masa pandemi corona dan terhadap perubahan mendasar pasca pandemi dapat kita jadikan point-point sebagai berikut : 

Multitasking Culture. Istilah multitasking culture adalah istilah yang merujuk pada manusia yang menjalankan tugas ganda atau lebih dari satu aktivitas dalam waktu yang sama. 

Di masa pandemi apa yang kita lihat adalah banyak masyarakat yang terjebak dalam culture ini, karena segala kegiatan baik sekolah, kampus sampai perkantoran dialihkan ke sistem daring secara tidak langsung manusia dituntut untuk bisa menjalankan aplikasi maupun gawai di waktu yang sama. 

Mahasiswa contohnya harus mengikuti perkuliahan lewat aplikasi video conference seperti zoom, google meet disatu sisi harus memegang laptop untuk mengerjakan tugas lain di waktu yang bersamaan karena deadline yang mepet. 

Padahal multitasking culture tidak bisa dilakukan manusia karena otak manusia akan hanya fokus pada satu kegiatan dan yang terjadi adalah hasil pekerjaan tidak bisa maksimal.

Ini juga bisa menjadi sebab mengapa banyak mahasiswa yang mengeluh tidak paham dengan materi perkuliahan, karena bisa saja ketika melakukan konferensi video di laptop. 

Kemudian di waktu yang sama membuka gawai untuk mengakses aplikasi lain. Pasca pandemi Covid-19 bukan tidak mungkin masyarakat justru akan sering menggunakan video conference.

Karena lebih efektif tanpa harus keluar rumah tetapi disatu sisi kecenderungan terhadap manusia terjebak dalam multitasking culture justru lebih besar. 

Belanja Online. Sebelum pandemi covid-19 menyebar, belanja online sudah termasuk dalam list yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia di era teknologi, melalui berbagai aplikasi online shopping seperti shopee, tokopedia. 

Tetapi di masa pandemi covid-19 ketika ada imbaun social/physical distancing dan di rumah saja justru kegiatan belanja online meningkat signifikan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Berbagai macam kalangan dapat mengakses mobile marketplace dengan berbagai toko dan barang-barang yang dijual dengan beragam metode pembayaran seperti e-money.  

Karena meningkatnya aktivitas pembelanjaan secara online di kalangan masyarakat dan efisiensi dari pembelanjaan online. 

Fenomena Dromologi Kebudayaan. Fenomena dromologi kebudayaan pun semakin terlihat dan bisa menjadi pemicu pasca pandemi covid-19 dimana masyarakat akan lebih sering melakukan belanja online dan akibatnya pasar-pasar konvensional akan sepi peminat. 

Tak dapat dipungkiri bahwa selama pandemi covid-19 berlangsung perubahan-perubahan mendasar pada masyarakat terjadi di segala aspek kehidupan.

Khususnya pada kehidupan sehari-hari masyarakat yang semakin menggaungkan kecepatan dan pemudaran jarak. Akibat dari prinsip ini adalah orang-orang akan kehilangan nilai terhadap sesuatu yang bersifat konvensional. 

Menerapkan konsep dromologi sebagai bagian dari aktivitas terlebih setelah mengalami gelombang pandemi sah-sah saja, tetapi bagaimana orang bisa memanfaatkan teknologi dan prinsip keceparan/percepatan secara bijak.

Artikel 2 | Penulis Rizki Maulidya | Mahasiswa UIN Alauddin Makassar | Sosiologi Agama

Follow dan Add Fb : rizkiimaulidya dan Rizki Maulidya

Sumber referensi :

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. (Edisi Pertama). Jakarta: Prenadamedia Group. 

Tantoro, Susvi dan Lilik Tahmidaten. 2017. Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumber foto : 

https://pixabay.com/

Ikuti Sosiologi Info di Google News, klik disini !