Teori Sosiologi Klasik Auguste Comte, Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx, Contohnya
Sosiologi Info - Sudah pernah membaca teori sosiologi. Apa saja teori sosiologi klasik yang ada dalam disiplin sosiologi ? Mari kita bahas sobat.
Mulai dari Teori Sosiologi Klasik Auguste Comte, Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx, dan Contoh Fenomena Sosialnya di masyarakat. Yuk baca terus.
Memahami Teori Sebagai Landasan Dasar
Apa yang sudah sobat ketahui dan pahami mengenai teori ? Sepertinya sudah tidak asing lagi ya dengan penyebutan teori.
Menurut Jonathan Turner (West, 2008), teori adalah proses mengembangkan ide-ide yang dimaksudkan untuk membantu menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.
Sedangkan Creswell (1993) berpendapat bahwa teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan.
Dan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Suatu teori menjadi landasan untuk menjelaskan suatu fenomena atau kasus dalam penelitian.
Sebaliknya teori juga dapat mengalami perbedaan intepretasi atau bahkan re-evaluasi arti (Siahaan, 1986).
Disiplin sosiologi sebagai suatu ilmu memiliki teori-teori yang digunakan untuk menelaah penelitian sosiologi secara khusus maupun ilmu sosial secara umum.
Mengenal Teori Sosiologi Klasik
Teori sosiologi klasik ialah dalil-dalil, konsep, variabel, dari para tokoh sosiologi diawal berdiri.
Teori sosiologi klasik tak lepas dari sang pencetus Auguste Comte, dan 3 tokoh utama sosiologi yakni Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx.
Selain mereka ada beberapa nama tokoh lainnya yang termasuk teori sosiologi klasik. Tapi untuk part 1 kita bahas yang nama-nama diatas ya.
Teori-Teori Sosiologi Klasik
1. Teori evolusi atau Perkembangan Intelektual Manusia - Auguste Comte
Teori evolusi atau hukum tiga tahap, atau perkembangan intelektual manusia yang diusung Comte adalah teori mengenai perubahan pemikiran manusia terhadap suatu peristiwa.
Tahun 1942, ia mempublikasikan karyanya yang berjudul Le Cours de
Philosophie Positivistic dan menjelaskan pemikiran manusia yang awalnya cenderung bersifat abstrak atau (teologis).
Kemudian, menuju penjelasan spekulatif (metafisika), dan berujung pada penjelasan ilmiah atau (positif).
Pada buku itu pula muncul istilah physic social, istilah yang kemudian berubah menjadi sociology.
Contoh Fenomena Sosialnya di Masyarakat :
Dulu masyarakat Indonesia percaya bahwa bayi yang akan lahir akan dibantu oleh Tuhan melalui utusannya.
Baik malaikat atau roh sehingga tak memerlukan orang lain yang membantu persalinan (tahap teologis).
Kemudian berkembang pemikiran bahwa bayi yang agak susah lahir diganggu jin/roh halus, kurang persembahan kepada alam.
Dan sebagainya sehingga orang kemudian mencari dukun beranak atau kadang dikenal bidan kampung untuk membantu persalinan.
Baik dengan sesajen atau ramuan jamu dan sebagainya (tahap metafisika). Semakin kesini, masyarakat semakin mencari penjelasan ilmiah.
Banyak yang tidak puas dengan penjelasn dukun beranak jika bayinya lahir dengan kondisi telah tiada atau susah keluar.
Sehingga saat ini orang beralih pada bidan/dokter. Masyarakat juga bisa memantau kondisi bayinya sejak dalam kandungan dengan USG (tahap positif).
2. Teori Pembagian Kerja, Solidaritas Sosial, dan Bunuh Diri - Emile Durkheim
Pembagian kerja atau The Division of Labour adalah karya Durkheim tentang industri modern saat itu.
Yang mulai menjamur dan menyebabkan adanya spesialisasi kerja, sehingga individu pekerja harus fokus pada satu pekerjaan saja.
Hal ini juga sangat efektif dan efisien dalam mencapai target produksi. Oleh karena pembagian kerja itulah kemudian mengubah solidaritas sosial yang ada.
Solidaritas sosial menurut Durkheim terbagi dua, yakni solidaritas mekanik dan organik.
Solidaritas mekanik masih memiliki kesadaran kolektif yang kuat antara anggotanya karena pembagian kerja yang masih rendah.
Tetapi sanksi yang diberikan bersifat represif dan dilakukan oleh para anggota (komunitas).
Sedangkan dalam solidaritas organik, pembagian kerja yang tinggi menyebabkan kesadaran kolektif yang ada rendah.
Oleh karena itu diperlukan suatu badan kontrol untuk mengawasi dan memberi hukuman secara formal kepada orang yang melakukan kesalahan.
Hukuman yang diberikan lebih bersifat restitutif. Menurut Durkheim solidaritas mekanik masih sangat mudah ditemukan di pedesaan, sedangkan solidaritas organik akan kita temukan di perkotaan.
Dukheim selalu yakin untuk menjelaskan fakta sosial harus dijelaskan dengan fakta sosial lainnya.
Sehingga dia menghubungkan fakta sosial Solidaritas dengan peristiwa bunuh diri yang marak di eropa kala itu.
Menurutnya bunuh diri dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sosial bukan faktor psikologis, biologis dan ekologis.
Interpretasi psikologi, biologis, bahkan ekologis tak memberikan penjelasan yang cukup ilmiah dalam menjelaskan perisitiwa bunuh diri. Berikut 4 tipe bunuh diri menurut Durkheim.
Egoistic suicide yaitu bunuh diri yang terjadi karena rendahnya integrasi seseorang terhadap kelompoknya, menurut Durkheim tingkat integrasi sosial yang rendah.
Contoh Fenomena Sosial di Masyarakat :
Di Swiss, terdapat satu jembatan yang dijaga 24 jam nonstop oleh polisi setempat akibat kerap dijadikan tempat bunuh diri para pemuda.
Tingginya angka bunuh diri d negara tersebut disebabkan oleh kultur masyarakat Swiss yang mengharuskan anak muda usia 17 tahun ke atas untuk keluar rumah, mencari kerja dan hidup secara mandiri. (Beautrais & Gold dalam Biroli, 2018).
Altruistic suicide, yaitu bunuh diri ini terjadi justru karena integrasi sosial yang terlalu kokoh. Kebalikan dari bunuh diri egoistik.
Keyakinan berlebih terhadap suatu pandangan (fanatisme) biasanya melatarbelakangi bunuh diri jenis ini. Contoh, budaya sati India dan Harakiri di Jepang.
Anomic suicide, bunuh diri ini terjadi karena ketidakjelasan norma yang mengatur cara berpikir, bertindak, dan merasa individu.
Kondisi ini biasanya terjadi di masa transisi dalam perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Contohnya saat reformasi Indonesia 1998, pada masa ini banyak pegawai yang di PHK dan jadi pengangguran karena krisis ekonomi.
Atau pada saat kejadian WTC 11 September 2001, orang yang berada di gedung tersebut sudah tak berharap ada keajaiban.
Dan tak terlihat ada pertolongan yang memungkinkan, sehingga mereka menjatuhkan diri dari gedung tersebut.
Fatalistic suicide, bunuh diri ini karena terlalu jelas nilai da norma yang mengatur cara berpikir, bertindak, bagi suatu individu.
Bunuh diri ini kebalikan dari bunuh diri anomi. Misalnya tekanan bagi seorang individu yang secara budaya harus merantau untuk mencari kerja dan membiayai keluarga.
Akibat ketidakmampuannya memenuhi tuntutan budaya yang dia anut, bunuh diri adalah pilihan.
Contoh :
Pembagian kerja : dalam suatu industri sepatu, ada buruh yang mengatur ukuran sepatu, yang memotong tapak sepatu, menjahit sepatu, yang memasangkan tali sepatu, memberi label, mewarnai, dan sebagainya.
Semuanya terspesialisasi. Contoh lain misalnya adanya pembagian kerja atau tugas dalam suatu organisasi, ada ketua, wakil, sekretaris, bendahara, kepala bagian/divisi, dan anggota.
Solidaritas sosial : pelanggar lalu lintas akan dikenai denda oleh pihak kepolisian bila tertilang.
Namun dipedesaan, masyarakat yang tidak datang gotong royong akan dicibir oleh komunitasnya.
Bunuh diri : contoh bunuh diri telah diletakkan sebelumnya.
3. Teori Tindakan Sosial dan Etika Protestan & Spirit Kapitalisme - Max Weber
Tindakan sosial mengkaji tentang dasar perilaku individu yang diarahkan kepada orang lain secara subjektif.
Menurut Weber tindakan sosial harus memiliki makna. Ia membagi 4 tindakan sosial yakni sebagai berikut.
Rasional Instrumental ialah tindakan yang dilakukan dengan alasan-alasan yang masuk akan untuk mencapai tujuan.
Contoh: peserta UTBK harus belajar jika ingin lulus SBMPTN, orang yang ingin diterima oleh pemberi beasiswa harus menulis motivation letter dengan sangat baik.
Rasional Nilai ialah tindakan yang didukung alasan nilai/norma yang dia yakini sehingga menginginkan hal tersebut.
Contoh: mahasiswa harus mampu menjaga etika jika tidak mau nilainya jelek, muslim yang baik dan ingin masuk surga harus mau sholat, puasa, dll.
Irrasional Afektif ialah tindakan ini lebih didasarkan oleh perasan. Misalnya seseorang yang patah hati akan mudah tersinggung atau sensitif saat berinteraksi dengan orang lain.
Jika dia berhadapan dengan mantan pasangannya dia akan menampar (marah), atau memeluk (rindu), hal ini didasarkan oleh perasaan hatinya.
Irrasional Tradisional ialah tindakan yang disebabkan oleh intervensi nilai budaya atau tradisi.
Contohnya perayaan syukuran rakyat jika hasil panen melimpah, kegiatan pawai takbiran dimalam lebaran, mandi balimau di Riau, Hombo Batu di Nias, dll.
Teori Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme ialah hubungan antara doktrin agama kepada pertumbuhan kapitalisme.
Etika Protestan hanya berpengaruh di tahap awal perkembangan kapitalisme, dalam merangsang tumbuhnya semangat kapitalisme bidang ekonomi.
Menurut Agama Protestan untuk mencapai kesuksesan non duniawi, maka seseorang harus berusaha menjalankan hidupnya dengan baik termasuk dalam bekerja mengumpulkan materi.
Karena itu juga termasuk dalam tugas agama. Dengan materi yang ada orang jadi mudah bersedekah.
Namun karena materi yang diperoleh, motivasi agama yang asketis menjadi memudar dan digantikan oleh gaya hidup yang sekuler.
Contoh: Pemerintah mengharuskan warganya wajib membayar pajak dan zakat melalui bank yang sudah bekerja sama dengan pemerintah.
Awalnya niat ini untuk mem-fasilitasi cara ibada mereka tanpa harus susah-susah. Namun seiring berjalannya waktu.
Masyarakat berusaha mencari tambahan uang agar gaji yang ada tidak terpotong oleh zakat dan cukup untuk membeli keperluan yang makin mahal.
Sehingga motivasi agama melalui pengorbanan luntur akibat gaya hidup yang tak lagi berorientasi pada akhirat.
4. Teori Materialisme historis, Pertentangan kelas, dan Alienasi - Karl Marx
Ketiga dalil Marx diatas saling berkaitan. Materialisme historis memperlihatkan sejarah kehidupan manusia sangat ditentukan oleh kepemilikan materi/alat produksi.
Kepemilikan dan kekuasaan atas materi/alat produksi merupakan dasar perbedaan kelas. Disinilah kemudian kita mengenal pembagian kelas yakni Borjuis dan Proletar.
Kemampuan manusia memenuhi kehidupannya bergantung pada keterlibatan mereka dalam hubungan sosial.
Dan profesi yang mereka tekuni sementara sumber materil yang ada bersifat langka, sehingga hubungan-hubungan antara kelas yang berbeda menjadi kompetitif dan antagonis.
Kepemilikan dan kontrol kelas atas atau borjuis yang disebut Marx membuat ketidakadilan muncul. Hal tersebut kemudian menjadi landasan Marx berpikir perlu adanya revolusi.
Selain itu pada masa yang sama, para buruh atau kelas proletar terasing oleh pekerjaan produktif mereka.
Karya atau produk yang dihasilkan manusia sebagai penciptanya lahir dari tenaga dan kreativitasnya.
Tetapi produk tersebut tak dapat dianggapnya sebagai hasil kerjanya. Hal ini menurut Marx memunculkan keterangsingan para buruh.
Atas hal tersebut muncul kesadaran sehingga terjadi pertentangan kelas.
Contoh:
Pertentangan Kelas: Buruh yang kurang puas dengan upah kerja dan apresiasi yang diberikan sementara kebutuhan meningkat.
Tetapi pemilik modal atau investor mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
Alienasi: Perusahaan Apple Company, memiliki tempat bekerja, logistik alat hingga bahan-bahan memadai untuk membuat sebuah gawai berteknologi tinggi.
Para seniman baik design grafis, ahli teknologi, teknisi hardware dan software bekerja dibawah naungannya.
Mereka tak bisa mencap produk tersebut sebagai buatannya melainkan produksi Apple Company.
Itulah teori-teori klasik sosiologi dari pencetus dan tiga tokoh utama sosiologi. Baca Part 2 ya untuk mengetahui teori klasik yang lainnya. Semoga bermanfaat ya sobat!
Demikian ulasan singkat mengenai Teori Sosiologi Klasik Auguste Comte, Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx, dan Contoh Fenomena Sosialnya di masyarakat.
Penulis Artikel : Sandewa Jopanda
Sumber Bacaan dan Referensi Sosiologi Info :
Biroli, Alfan. 2018. “Bunuh Diri Dalam Perspektif Sosiologi”. Jurnal Simulacra, 1 (2). Hlm. 213-223
Creswell, John W. 1993. Research Design: Qualitative & Quantitative Approach. London: Sage.
Siahaan, Hotman. 1986. Pengantar Ke Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Apikasi Edisi Ke 3. Jakarta: Salemba Humanika.